tag:blogger.com,1999:blog-13431248320584287222024-03-07T21:24:13.124-08:00ULAK PACEHUlak Paceh berada di sebuah kecamatan Lawang Wetan
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera SelatanAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-60641795227525757752013-04-07T22:01:00.001-07:002013-04-07T22:01:19.128-07:00KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKANBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam salah satu prinsip pelaksanaannya adalah memadirikan peserta didk untuk belajar. Prinsip ini harus disikapi oleh pengelola sekolah baik kepala sekolah, guru maupun para pembina sekolah dengan mengupayakan tersedianya bahan ajar berupa buku.<br />
Buku yang baik adalah buku yang dapat memberikan informasi tentang ilmu pengetahuan tertentu sehingga peserta didik yang mempelajarinya dapat menguasai kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.<br />
<br />
B. Tujuan<br />
Buku pedoman ini disusun dengan tujuan<br />
1. Menjelaskan pengertian buku<br />
2. Memandu buku dalam memilih buku sesuai dengan bidangnya masing-masing<br />
3. Menyediakan langkah-langkah dalam memilih buku yang dapat dijadikan rujukan bagi guru-guru disekolah.<br />
<br />
C. Manfaat pedoman Pemilihan Buku<br />
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar yang baik diharapkan siswa menjadi lebih aktif dan guru berperan sebagai fasilitator. Buku ini khusus membahas mengenai bagaimana cara memilih buku untuk dijadikan bahan rujukkan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pengembangan bahan ajar, seperti kepala sekolah, guru, pengawas sekolah, maupun pembina pendidikan lainnya. Bagi kepala sekolab buku ini dapat dijadikan bahan pembinaan bagi guru yang mengalami kesulitan dalam memilih buku.<br />
Bagi guru buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagi rujukan dalam memilih buku. Dengan mempelajari buku ini diharapkan para guru disekolah akan mendapatkan informasi tentang bagaimana memilih buku untuk membantu dirinya dan buku untuk keperluan pembelajaran di kelas.<br />
Selain itu buku pedoman ini akan bermanfaat bagi para pembina pendidikan seperti pengawas, penentu kebijakan setempat, sehingga dapat membantu bila guru mengalami kesulitan dalam memilih buku.<br />
Tidak kalah pentingnya bahwa buku ini dapat dijadikan bahan kuliah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Pe1ajaran. Karena mahasiswa FKIP adalah calon guru di sekolah tentu perlu dipersiapkan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih buku yang baik sesuai dengan bidang pelajaran.<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
BUKU PELAJARAN<br />
<br />
A. Pengertian<br />
Buku sebagai kata benda dapat diartikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut;<br />
Buku adalah suatu kumpulan lembaran kertas, atau bahan sejenisnya, baik kosong, terdapat tulisan atau dicetak, dijilid menjadi satu ; Umumnya jilidan berisi tulisan atau cetakan.<br />
Buku adalah suatu komposisi tertulis atau atau cetak sebuah risalah.<br />
Buku adalah suatu kumpulan lembaran yang menyimpan suatu rekening; catatan debet dan kredit, peneriman dan pengeluaran dan sebagainya<br />
<br />
Sebagai kata kerja, buku diartikan sebagai berikut <br />
Buku adalah suatu pekerjaan, menulis atau mcncatat dalam sebuah buku atau daftar.<br />
Buku yaitu suatu pekerjaan memasukkan nama (siapa saja) dalam buku untuk keperluan keamanan suatu pesanan tertentu seperti kamar, kendaraan atau tempat duduk, misalnya pesan tempat duduk untuk pertunjukan teater.<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Buku adalah sekumpulan lembaran kertas baik berisi rulisan atau tidak yang berjilid<br />
Buku pelajaran adaiah sekumpulan tuilsan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu. Buku pelajaran disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya.<br />
<br />
<br />
<br />
B. Desain Buku<br />
Desain berasal dan bahasa Inggris yaitu “design” yang mempunyai arti; bentuk, model, pola, atau tujuan maksud. Jadi, sebuah buku didesain dengan mempertimbangkan aspek-aspek: seni, sasaran pembaca, jenis materi dan susunan materi. Desain buku mencakup seluruh bagian yang berkenaan dengan buku.<br />
Desain buku yang baik adalah desain yang dapat menarik dan mengikat perhatian pembaca serta dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan pesan yang diinginkan oleh penulisnya.<br />
<br />
C. Tujuan dan Manfaat<br />
1. Tujuan<br />
Pemilihan buku bertujuan agar:<br />
a. Guru mcndapatkan buku pelajaran sesuai dengan yang ikkehendald.<br />
b. Gum asndapatkan buku pelajaran yang sesuai dengan tuntutan komperensi.<br />
2. Manfaat Memilih Buku<br />
Tidak semua buku yang tersedia sesuai dengan yang diperlukan oleh tuntutan kompetensi, sehingga diperlukan adanya satu kegiatan memilih buku. Manfaat yang diperoleh dari memilih buku adalah:<br />
1) Guru akan mendapatkan buku yang sesuai dengan tuntutan kompetensi.<br />
2) Siswa akan diberi sajian buku yang dapat membantu mereka dalam mencapai kompetensinya<br />
<br />
D. Langkah Memilih Buku<br />
Dalam memilih buku pelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />
1. Mempelajari kurikulum<br />
Den mampelajari kurikulum diharapkan mendapatkan gambaran tentang komptensi yang dapat dicapai melalui mempelajari sebuah buku.<br />
Langkah yang dilakukan adalah scbagai berikut:<br />
a. Melakukan Analisis terhadap kompetensi dasar dan kecakapan hidup yang harus dikuasai.<br />
b. Menentukan rencana penilaian, yaitu untuk mengetahui kompetensi dasar apa saja ketercapaiannya melalui penilaian.<br />
c. Menentukan rencana “pengalaman belajar” yang akan dilakukan, sehingga akan dapat diketahui berbagai bahan ajar atau peralatan pendukung yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.<br />
2. Mempelajari buku pelajaran yang akan dipilih<br />
Mempelajari buku yang akan dipilih dimaksudikan untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai buku yang akan dipilih, sehingga pada akhirnya dapat dipilih buku yang benar-benar sesuai dengan tuntutan kompetensi. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:<br />
a. Pelajari substansi, apakah substansi buku esuai dengan struktur keilmuan yang semestinya.<br />
b. Pelajari apakah materi yang disajikan dalam buku dapat pelajari dengan pendekatan pembelajaran yang diharapkan oleh kurikulum yang sedang berlaku ( KBK).<br />
c. Bandingkan dengan kompetensi dasar dan indikator yang ada dalam kurikulum, apakah telah mengakomodasi seluruh kompetensi.<br />
d. Bandingkan uruatan kompetensinya dengan yang tertuang dalam kurikulum, apakah sesuai dengan kompetensi yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. <br />
3. Memilih Buku<br />
Buku yang dipilih adalah buku yang memenuhi kreteria secara garis besar antara lain menyangkut substansi materi, mudah dipahami, memiliki daya tark, dan mudah dibaca (Steffen-Peter Ballstaedt 1994). Selanjutnya diuraikan sebagai berikut;<br />
a. Substansi materi<br />
1) Kata pengantar ditulis secara menarik sehingga mendorong pembaca untuk mempelajarinya.<br />
2) Materi yang disajikan merupakan satu kesatuan sesuai dengan standar kompetensi/kompetensi dasar yang tertuang didalam kurikulum<br />
3) Dilengkapi dengan lembar-lembar kegiatan, sehingga mendorong pernbacanya untuk mencoba melakukan sesuatu. Disamping itu juga untuk memotivasi peserta didik melakukan kegiatan yang menimbulkan nasa ingin tahu bagi peserta didik, soal-soal yang kontekstual.<br />
4) Menyajikan evaluasi mandiri yang dapat dilakukan peserta didik.<br />
5) Kesesuaian substansi dengan kompetensi dasar mencapai minimal 75%.<br />
b. Memiliki daya tarik.<br />
1) Enak dipandang, kulit muka menampilkan gambar menarik, warna sejuk dan mendorong orang untuk membacanya. Bahan kertas yang digunakan kuat dan tidak mudah sobek.<br />
2) Mendorong orang untuk berfikir, lengkap dengan contoh-contoh konkrit yang memperjelas persoalan yang disajikan.<br />
3) Tidak terlalu tebal, sehingga tidak rnembuat pembaca merasa khawatir bosan membaca buku yang tebal Ukuran buku A4, A5 atau B5<br />
4) Mengikuti struktur keilmuan yang jelas, dan menyajikan yang terkini (up to date) terutama hal-hal yang terkait dengan perjalanan suatu sejarah dan perkembangan ilmu dan teknologi.<br />
5) Dilengkapi dengan ilustrasi dan gambar-garnbar yang sesuai sehingga dapat memperjelas substansi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Gambar dapat berupa gambar lukisa atau foto dan disajikan jelas dan menarik.<br />
6) Menyebutkan materi dan kemampuan prasyarat yang telah dimiliki oleh peserta didik untuk digunakan pada awal uraian<br />
7) Menyajikan konsep yang melibatkan produk teknologi seperti kalkalator, kornputer guna membantu penyelesaian persoalan yang timbul. Teknologi digunakan untuk aktivitas observasi, eksplorasi, investigasi, konjungtur (memberikan dugaan).<br />
8) Menyajikan konteks yang dekat dengan lingkungan siswa sehingga contoh-contoh yang digunakan akan memudahkan siswa dalam memahaminya.<br />
c. Mudah Dipahami<br />
1) Disajikan secara runut dan lengkap mengandung pengertian/konsep, definisi, kelasifikasi, prosedur, penjelasan/perbandin, langkah penemuan atau pembuktian, dan contoh persoalan serta pemecahannya.<br />
2) Bahasanya mudah dipahami, singkat, padat, maksimal 25 kata untuk tiap kalimat dan maksimal 7 kalimat dalam satu paragraf.<br />
3) Materi menyajikan aspek penalaran dan pembuktian (untuk matematika dan ilmu pasti lainnya), aspek komunikasi, aspek keterkaitan dengan materi lain.<br />
d. Mudah dibaca<br />
1) Ramah terhadap mata/hurufnya tidak terlalu kecil, ukuran yang baik adalah antara 10 s.d 12 point. Menggunakan font (huruf) yang enak dilihat, misalnya jenis Times New Roman, Trebuchet MS, Arial dan lain sebagainya yang tidak terlalu banyak variasinya maksimal menggunakan 2 jenis huruf dalam satu buku. Menggunakan warna tulisan yang tidak terlalu mencolok, karena warna yang mencolok akan mengakibatkan mata lelah. Warna yang baik untuk mata adalah warna standar yaitu hitam<br />
2) Struktur bahasanya baik dan enak dibaca. Menggunakan tata bahasa Indonesia yang baik, benar berdasarkan ejaan yang disempurnakan (EYD) dan komunikatif (dalam penggunaan kosa kata yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, notasi dan simbol digunakan secara benar).<br />
3) Kalimat yang disajikan mengindikasikan berfikir logis, lengkap dan sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan berfikir peserta didik.<br />
4) Masukkan hasil pemilihan kedalam format terlampir.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
I. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />
A. Landasan<br />
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional<br />
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 13 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan <br />
3. Kepmendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi<br />
4. Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang SKL <br />
<br />
B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.<br />
<br />
C. Pengertian<br />
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.<br />
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.<br />
<br />
D. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut<br />
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.<br />
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki potensi sentral untuk mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />
2. beragam dan terpadu<br />
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang da jenis pendidikan serta mengharagi dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal dan pengembangan diri secara terpadu serta disusun dalam keterikatan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.<br />
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmupengetahuan, teknologi dan seni<br />
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.<br />
4. Relevan dengan kebutuhankehidupan<br />
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untukmejamin kerelvansian pendidikan dengan kebutuhan kehidupan termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan dunia usaha dan dunia kerja.<br />
5. Menyeluruh dan berkesinambungan<br />
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi bidang kajiankeilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.<br />
6. Belajar sepanjang hayat<br />
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik agar mampu dan mampu belajar yangberlangsung sepanjang hayat.<br />
7. Kesetaraan jender<br />
8. Karakteristik satuan pendidikan<br />
<br />
<br />
II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />
A. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan<br />
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut<br />
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut<br />
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut sesuai kejuruannya.<br />
B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
1. Mata pelajaran<br />
2. Muatan lokal<br />
3. Kegiatanpengembangan diri<br />
4. Pengaturan beban belajar<br />
5. Ketuntasan belajar<br />
6. Kenaikan kelas dankelulusan<br />
7. Penjurusan<br />
8. Pendidikan kecakapan hidup<br />
9. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global<br />
C. Kalender Pendidikan<br />
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam standar isi.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
III. PENGEMBANGAN SILABUS<br />
A. Pengertian Silabus<br />
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/ atau kelompok mata pelajaran/ tema yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator penyampaian kompetensi untuk penilaian, penilain, alokasii waktu dan sumber belajar. <br />
<br />
B. Prinsip-prinsip Pengembangan silabus<br />
1. Ilmiah<br />
2. Relevan<br />
3. Sistematis<br />
4. Konsisten<br />
5. Memadai<br />
6. Aktual dan kontekstual<br />
7. Fleksibel<br />
8. Menyeluruh<br />
<br />
C. Unit Waktu Silabus<br />
Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.<br />
<br />
D. Pengembangan silabus<br />
1. disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/ madrasah dan lingkungannya<br />
2. Apabila guru mata pelajaran karena suatu hal belum dapat melaksanakan pengambangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/ madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/ madrasah tersebut.<br />
3. di SD/MI semua guru kelas I sampai dengan kelas VI menyusun silabus secacra bersamaan. Di SMP/MTs untuk mata palajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersamaan oleh guru yang terkait.<br />
4. Sekolah/ madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/ madrasah-madrasah lain yang tergabung melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengmbangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/ madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.<br />
5. Dinas pendidikan/ departemen yangmenangani urusan pemerintah dibidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk tim yang terdiri dari para guru berpengalaman dibidangnya masing-masing.<br />
<br />
E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus<br />
1. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar<br />
2. Mengidentifikasi materi pokok/ pembelajaran<br />
3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran<br />
<br />
F. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;<br />
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia<br />
2. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik<br />
3. keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan<br />
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional<br />
5. Tuntutan dunia kerja<br />
6. Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni<br />
7. Agama<br />
8. Dinamika perkembangan global<br />
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan<br />
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat<br />
<br />
G. Pengembangan Silabus Berkelajutan<br />
Dalam implementasinya silabus dijabarkan sebagai rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.<br />
<br />
IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />
A. Analisis Konteks<br />
1. Mengidentifikasi SI dan SKUsebagai acuan dalam penyusunan KTSP<br />
2. Menganalisi satuan pendidikan yang ada dalam satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana-prasarana biaya dan program-program<br />
3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.<br />
B. Mekanisme Penyusunan<br />
1. Tim penyusun<br />
Tim penyusun KTSP pada SD, SMP SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Di supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang pendidikan tingkat kkabupaten/kota untuk tingkat SD dan SMP dan provinsi untuk SMA dan SMK.<br />
Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidang agama.<br />
Tim penyusun KTSP khusus terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab dibidang pendidikan. <br />
2. Kegiatan<br />
Tahap kegiatan penusunan KTSP secara garis besar meliputi; menyiapkan dan penyusunan draf, reviu dan revisi serta finalisasi, pemantapan dan penilain. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.<br />
3. Pemberlakuan<br />
Dokumen KTS pada SD, SMP, SMA dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk tingkat SMA dan SMK.<br />
Dokumen KTS pada MI, MTS, MA dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidan g agama.<br />
Dokumen KTS pada SDLB, SMPLB dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas provinsi yang ebrtanggung jawab di bidang pendidikan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-60501999371066595852010-06-28T00:49:00.001-07:002010-06-28T00:49:40.370-07:00silahkan manfaatkan bila ada yang bisa anda manfaatkan pada blog saya.....Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-45062572029165314962010-02-13T02:13:00.000-08:002010-02-13T02:16:54.001-08:00BAB I PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PERILAKU INDIVIDUA. Tujuan :<br />Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : <br />1. Mendefinisikan psikologi dan psikologi pendidikan<br />2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan individu, indikator-indikator motivasi, bentuk-bentuk konflik, bentuk-bentuk perilaku salah-suai dan taksonomi perilaku individu.<br />3. Menjelaskan psikologi pendidikan sebagai ilmu, arti penting psikologi pendidikan bagi guru, peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku individu.<br />4. Menguraikan mekanisme pembentukan perilaku menurut pandangan behaviorisme dan holistik.<br /><br />B. Pokok Bahasan <br />1. Pengertian Psikologi Pendidikan.<br />2. Perilaku Individu.<br />3. Taksonomi Perilaku Individu.<br />4. Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan Perilaku dan Pribadi Individu.<br /><br />C. Intisari Bacaan<br />1. Pengertian Psikologi Pendidikan<br />Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung. <br />Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.<br />Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya : <br /> Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.<br /> Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.<br /> Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)<br /> Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.<br /> Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.<br /> Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan<br />Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.<br />Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni : <br /> Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.<br /> Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. <br /> Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.<br />Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan. <br />Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya membutuhkan psikologi. <br />Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.<br />Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,--terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya--, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.<br />Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan, dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : (a) merumuskan tujuan pembelajaran, (b) memilih strategi atau metode pembelajaran, (c) memilih alat bantu dan media pembelajaran yang tepat, (d) memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling kepada peserta didiknya, (e) memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik, (f) menciptakan iklim belajar yang kondusif, (g) berinteraksi secara bijak dengan peserta didiknya, (h) menilai hasil pembelajaran, dan (i) dapat mengadministrasikan pembelajaran secara efektif dan efisien. <br />Selain itu, dengan memahami Psikologi Pendidikan para guru juga dapat memahami dan mengembangkan diri-pribadinya untuk menjadi seorang guru yang efektif dan patut diteladani.<br />Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik.<br />2. Perilaku Individu<br />Salah satu tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan perilaku peserta didiknya. Dalam hal ini, Abin Syamsuddin Makmun (2003) menyebutkan bahwa tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Oleh karena itu itu, agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya dapat memahami tentang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didiknya. Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu: (1) behaviorisme dan (2) holistik atau humanisme. Kedua pendekatan ini memiliki implikasi yang luas terhadap proses pendidikan, baik untuk kepentingan pembelajaran, pengelolaan kelas, pembimbingan serta berbagai kegiatan pendidikan lainnya. Di bawah ini akan diuraikan mekanisme pembentukan perilaku dilihat dari kedua pendekatan tersebut dengan merujuk pada tulisan Abin Syamsuddin Makmun (2003).<br />a. Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Behaviorisme <br />Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Behaviorisme menjelaskan mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku individu dapat digambarkan dalam bagan berikut :<br /><br /><br /><br />S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia). <br />Karena stimulus datang dari lingkungan (W = world) dan R juga ditujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan seperti tampak dalam bagan berikut ini :<br /> <br /><br />Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :<br />(1) Lingkungan objektif (umgebung=segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S).<br />(2) Lingkungan efektif (umwelt=segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya)<br />Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas biasa disebut dengan perilaku spontan. <br />Contoh : seorang mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa tersebut mengipas-ngipaskan buku untuk meredam kegerahannya. <br />Ruangan kelas yang panas merupakan lingkungan (W) dan menjadi stimulus (S) bagi mahasiswa tersebut (O), secara spontan mengipaskan-ngipaskan buku merupakan respons (R) yang dilakukan mahasiswa. Merasakan ruangan tidak terasa gerah (W) setelah mengipas-ngipaskan buku. <br />Sedangkan perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut:<br /><br /><br />Contoh : ketika sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa agak gelap karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, ada seorang mahasiswa yang sadar kemudian dia berjalan ke depan dan meminta ijin kepada dosen untuk menyalakan lampu neon yang ada di ruangan kelas, sehingga di kelas terasa terang dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan. <br />Ruangan kelas yang gelap, waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan lingkungan (W), ada mahasiswa yang sadar akan keadaan di sekelilingnya (Ow), --meski di ruangan kelas terdapat banyak mahasiswa namun mereka mungkin tidak menyadari terhadap keadaan sekelilingnya--. berjalan ke depan, meminta ijin ke dosen, dan menyalakan lampu merupakan respons yang dilakukan oleh mahasiswa yang sadar tersebut (R), suasana kelas menjadi terang dan mahasiswa menjadi lebih menyaman dalam mengikuti perkuliahan merupakan (W).<br />Sebenarnya, masih ada dua unsur penting lainnya dalam diri setiap individu yang mempengaruhi efektivitas mekanisme proses perilaku yaitu receptors (panca indera sebagai alat penerima stimulus) dan effectors (syaraf, otot dan sebagainya yang merupakan pelaksana gerak R).<br />Selengkapnya mekanisme perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br /><br />Dengan mengambil contoh perilaku sadar tadi, bagan di atas dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang sadar (Ow) mungkin merasakan penglihatannya (receptor) menjadi tidak jelas, sehingga tulisan dosen di papan tulis tidak terbaca dengan baik. Menggerakkan kaki menuju ke depan, mengucapkan minta izin kepada dosen, tangan menekan saklar lampu merupakan effector. <br />b. Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Holistik (Humanisme)<br />Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/ purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Secara skematik rangkaian, proses dan mekanisme terjadinya perilaku menurut pandangan Holistik, dapat dijelaskan dalam bagan berikut :<br /><br /> <br /><br /><br /><br />Berdasarkan bagan di atas tampak bahwa terjadinya perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-jenis kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan papan; (2) kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan kasih sayang atau penerimaan; (4) kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) kebutuhan aktualisasi diri. Tingkatan kebutuhan tersebut dapat diragakan seperti tampak dalam gambar berikut ini :<br /><br /><br /><br /><br /><br />Sementara itu, Stranger (Nana Syaodih Sukmadinata,2005) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:<br />(1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi.<br />(2) Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.<br />(3) Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan.<br />(4) Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya. <br />Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).<br />Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga membentuk suatu siklus, yang dapat digambarkan sebagai berikut :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Berkaitan dengan motif individu, untuk keperluan studi psikologis, motif individu dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu :<br />1. Motif primer (basic motive dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilah drive, seperti : dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang, menyelamatkan diri dan sejenisnya. <br />2. Motif sekunder; menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam individu karena pengalaman dan dipelajari, seperti : takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin diterima, konformitas dan sebagainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi. minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi. <br />Untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari indikator-indikatornya, yaitu : (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.<br />Dalam diri individu akan didapati sekian banyak motif yang mengarah kepada tujuan tertentu. Dengan beragamnya motif yang terdapat dalam individu, adakalanya individu harus berhadapan dengan motif yang saling bertentangan atau biasa disebut konflik. <br />Bentuk-bentuk konflik tersebut diantaranya adalah :<br />1. Approach-approach conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat, dikehendaki serta bersifat positif. <br />2. Avoidance-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif.<br />3. Approach-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih, yang satu positif dan dikehendaki dan yang lainnya motif negatif serta tidak dikehendaki namun sama kuatnya.<br />Jika seorang individu dihadapkan pada bentuk-bentuk motif seperti dikemukakan di atas tentunya dia akan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan dan sangat mungkin menjadi perang batin yang berkepanjangan. <br />Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai tujuan tersebut. Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatnya berani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment). <br />Bentuk perilaku salah suai (maldjustment), diantaranya : (1) agresi marah; (2) kecemasan tak berdaya; (3) regresi (kemunduran perilaku); (4) fiksasi; (5) represi (menekan perasaan); (6) rasionalisasi (mencari alasan); (7) proyeksi (melemparkan kesalahan kepada lingkungan); (8) sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang sejenis); (9) kompensasi (menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bidang lain); (10) berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai tujuan yang didambakannya).<br />Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai. Sekaligus juga dapat memberikan bimbingan untuk mengatasinya apabila peserta didik mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.<br />Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan contoh terbentuknya perilaku berdasarkan pendekatan holistik.<br />Contoh 1 : <br />Karena gagal mengikuti mengikuti testing pada salah satu Fakultas di Perguruan Tinggi ternama melalui jalur UMPTN (frustration), dan setelah mempertimbangkan segala sesuatunya (moralitas), secara sukarela Arjuna memutuskan untuk melanjutkan pada salah program studi yang ada di FKIP UNIKU (sublimasi). <br />Ketika mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan yang merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti para mahasiswa, sejak awal dia sudah menyadari bahwa dia kekurangan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam bidang Psikologi Pendidikan sehingga dia menyadari Psikologi Pendidikan merupakan kebutuhan bagi dirinya (need felt) dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya (goals/incentives). <br />Untuk tujuan jangka pendeknya, dengan berbekal kesadaran diri bahwa dia memiliki potensi dalam bidang psikologi pendidikan, dia berharap dapat memperoleh kemampuan baru berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan, yang diperolehnya dari setiap pertemuan tatap muka dengan dosen. <br />Tujuan jangka menengah, pada akhir semester dia berharap lulus mata kuliah Psikologi Pendidikan dengan mendapatkan nilai A (kebutuhan harga diri). Selain itu, nanti pada saat mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), dia berharap dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai untuk jangka panjang, dia benar-benar berharap dapat menjadi guru yang efektif dan kompeten.<br />Keinginan dan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang psikologi pendidikan, memperoleh kesuksesan belajar dengan mendapatkan nilai A, memperoleh kesuksesan dalam mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), keinginan menjadi guru yang efektif dan kompeten kemudian berkembang menjadi dorongan yang kuat dalam dirinya (motivasi intrinsik) <br />Pada saat mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan dia senantiasa aktif bertanya dan mengemukakan pendapatnya tentang materi yang disampaikan, membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan yang diwajibkan dan dianjurkan oleh dosen. Setiap tugas yang diberikan diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Dia juga sangat menyukai diskusi tentang psikologi pendidikan dengan teman-temannya di luar kelas (perilaku instrumental).<br />Berkat aktivitas dan kesungguhannya dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia memperoleh pengetahuan yang luas, sikap yang positif dan memiliki keterampilan yang bisa dibanggakan dalam menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Pada akhir semester, dia memperoleh nilai terbaik di kelasnya, pada saat PPL dia termasuk mahasiswa praktikan yang disukai oleh peserta didiknya, bahkan kepala sekolahnya meminta dia untuk menjadi guru di sekolah menjadi tempat prakteknya. <br />Setelah dia selesai kuliah dia menjadi guru di sebuah sekolah, para peserta didik sangat menyenangi dia karena dia sangat dekat dan akrab dengan peserta didiknya. Begitu juga, rekan-rekan seprofesinya sangat hormat dan kagum atas kinerjanya sebagai guru. Pada saat mengikuti lomba pemilihan guru berprestasi tingkat kabupaten, dia berhasil meraih sebagai juara pertama.<br />Dia sangat mensyukuri atas segala keberhasilannya, baik ketika selama menjadi mahasiswa maupun setelah menjadi guru (homeostatis). Bagi dirinya, Perkuliahan Psikologi Pendidikan telah mendasari dia menjadi seorang yang sukses.<br />Contoh 2 : <br />Astrajingga rekan seangkatan Arjuna. Dia bercita-cita menjadi seorang ekonom, karena gagal mengikuti mengikuti testing pada Fakultas Ekonomi di Perguruan Tinggi ternama melalui jalur UMPTN (frustration), kemudian dia dipaksa orang tuanya untuk melanjutkan pada salah satu program studi di FKIP UNIKU (motivasi ekstrinsik/substitusi), sehingga selama kuliah, dia belum menemukan apa tujuan kuliahnya.<br />Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata kuliah kependidikan, termasuk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang merasakan adanya kebutuhan dan kekurangan motivasi). Pikirannya selalu terganggu bahwa seolah-olah dia sedang kuliah pada Fakutas Ekonomi di Perguruan Tinggi yang diidam-idamkannya dan dia merasa seolah-olah bakal menjadi Ekonom (fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah, sekalipun dia masuk kuliah hanya sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan dan takut dinyatakan tidak lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberikan dosen pun jarang dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu telat disetorkan. Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan studi yang tidak sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko orang tua akan marah besar terhadap dirinya (conflict).<br />Selama satu semester mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia hanya memperoleh sebagian kecil saja pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan dan pada akhirnya dia dinyatakan tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti remedial. Sambil menangis (regresi), dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak becus mengajar (proyeksi). <br />3. Taksonomi Perilaku Individu<br />Kalau perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata yang harus dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi tentang perilaku kiranya perlu ada sistematika pengelompokan berdasarkan kerangka berfikir tertentu (taksonomi).Dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni :<br />a. Kawasan Kognitif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar. <br />1) Pengetahuan (knowledge); <br />Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan. Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :<br />a) Mengetahui sesuatu secara khusus; terdiri dari : <br /> Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal.<br /> Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu. <br />b) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu.<br /> Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman<br /> Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan. <br /> Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian. Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.<br /> Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.<br /> Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.<br /> Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.<br /> Mengetahui prinsip dan generalisasi<br /> Mengetahui teori dan struktur.<br />2) Pemahaman (comprehension) <br />Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi : <br />a) translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik;<br />b) interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”; dan <br />c) Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut. <br />3) Penerapan (application)<br />Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru.<br />4) Penguraian (analysis);<br />Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan.<br />Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu : <br />a) Menganalisis unsur :<br /> Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan<br /> Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.<br /> Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.<br /> Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok.<br /> Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.<br />b) Menganalisis hubungan<br /> Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.<br /> Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.<br /> Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.<br /> Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.<br /> Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.<br /> Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.<br /> Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.<br /><br /><br /><br /><br />c) Menganalisis prinsip-prinsip organisasi<br /> Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat<br /> Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya.<br /> Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.<br /> Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda.<br />5) Memadukan (synthesis)<br />Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru, memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi. <br />6) Penilaian (evaluation)<br />Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu :<br />a) Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada di dalam objek yang diamati.<br />b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati., misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan pemakai. <br />b. Kawasan Afektif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya.<br />1) Penerimaan (receiving/attending)<br />Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :<br />a) Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.<br />b) Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.<br />c) Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja. <br />2) Sambutan (responding)<br />Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut :<br />a) Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas.<br />b) Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.<br />c) Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.<br />3) Penghargaan (valuing)<br />Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :<br />a) Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif.<br />b) Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki yang memuaskan.<br />c) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang dihargainya.<br />4) Pengorganisasian (organization)<br />Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :<br />a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.<br />b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.<br /><br />5) Karakterisasi (characterization).<br />Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :<br />a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu.<br />b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan.<br />c. Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)<br />1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.<br />2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya. <br />3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya. <br />4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan. <br />5) Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya.<br />Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmun( 2003) memerinci sub kawasan ini dengan tahapan yang berbeda, yaitu :<br />1) Gerakan refleks (reflex movements). Basis semua perilaku bergerak atau respons terhadap stimulus tanpa sadar, misalnya : melompat, menunduk, berjalan, dan sebagainya. <br />2) Gerakan dasar biasa (Basic fundamental movements) yaitu gerakan yang muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, yang terpola dan dapat ditebak.<br />3) Gerakan Persepsi (Perceptual abilities) yaitu gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual. <br />4) Gerakan fisik (Physical Abilities) yaitu gerakan yang menunjukkan daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kelenturan (flexibility) dan kegesitan. <br />5) Gerakan terampil (skilled movements) yaitu dapat mengontrol berbagai tingkatan gerak secara terampil, tangkas, dan cekatan dalam melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks).<br />6) Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communication) yaitu mengkomunikasikan perasan melalui gerakan, baik dalam bentuk gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah maupun gerak kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.<br /><br />4. Peranan dan Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan dan Perkembangan Perilaku<br />Pendidikan memang sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya manusia itu sendiri. <br />Bagi kalangan behaviorisme, pendidikan dipahami sebagai sebagai alat pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendidikan lebih diyakini sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, atau sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana untuk pembebasan manusia.<br />Penyelenggaraan pendidikan selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat manusia, banyak peradaban manusia yang “mewajibkan” masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.<br />Yang menjadi persoalan, sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan dan perkembangan perilaku individu. Bagaimana pula kontribusi individu itu sendiri terhadap perubahan dan perkembangan perilakunya.<br />Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam pandangan behaviorisme, pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha conditioning (penciptaan seperangkat stimulus) yang diharapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku (seperangkat respons) tertentu, yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan dan perkembangan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. <br />Seberapa besar tingkat atau derajat perubahan dan perkembangan perilaku yang dicapai melalui usaha – usaha conditioning dikenal dengan istilah prestasi belajar atau hasil belajar (achievement).Dengan demikian, menurut pandangan behaviorisme, arah dan kualifikasi perubahan dan perkembangan perilaku akan sangat bergantung pada faktor S (conditioning).<br />Sementara itu, dalam pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu sendiri yang memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses pendidikannya. Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali potensi-potensi tertentu, terutama potensi intelektual, selanjutnya dengan bantuan atau tanpa bantuan orang lain, individu yang bersangkutan berupaya aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya melalui interaksi dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah. Sehingga potensi yang semula masih bersifat laten (terpendam) dapat diaktualisasikan menjadi prestasi.<br />Jika kita amati dari kedua pandangan tersebut tampak ada hal yang kontras. Menurut pandangan behaviorisme hasil belajar individu merupakan hasil reaktif dari lingkungan. Sedangkan dalam pandangan humanisme, hasil belajar individu merupakan hasil dari upaya aktif dan pro-aktifnya terhadap lingkungan. Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan teknis proses pendidikan. Walaupun demikian, harus diakui bahwa kedua pandangan tersebut memiliki peranan penting dan memberikan kontribusi terhadap perubahan dan perkembangan pribadi atau perilaku individu.<br />Secara skematik, pengaruh fungsional pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku, dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :<br /> <br /><br />P= person (pribadi, perilaku) f = function (fungsi)<br />S=stimulus (pendidikan/belajar) O=organisme<br />Contoh : <br />Untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan (P), seorang mahasiswa (O) dengan segala karakteristiknya (kondisi fisik, bakat, minat, motivasi, hasil belajar sebelumnya serta karakteristik lainnya) mengikuti kegiatan belajar Psikologi Pendidikan. Melalui interaksi belajar mengajar yang disepakati dengan Dosen, dia memperoleh sejumlah pengalaman belajar, misalnya melalui: diskusi dengan teman, membaca dan mengkaji buku-buku yang relevan, mengobservasi perilaku di kelas, bahkan melakukan penelitian, maka pada akhirnya, dia mendapatkan pengetahuan, sikap dan memiliki keterampilan baru tentang psikologi pendidikan, baik untuk kepentingan diri-pribadi sehari-hari maupun dalam rangka mempersiapkan diri untuk menjadi guru kelak di kemudian hari. <br />Dengan demikian, kiranya bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya kemampuan individu, disamping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan (belajar) juga dipengaruhi oleh faktor internal dari individu itu sendiri.<br /><br />D. Latihan<br />Soal :<br />Pilihan Ganda :<br />Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) ! <br />2. Psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai :<br />1) Ilmu Jiwa <br />2) Ilmu yang mempelajari tentang perilaku peserta didik .<br />3) Ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam situasi pendidikan.<br />4) a, b, dan c benar<br />3. Beberapa persyaratan ilmu yang sudah dipenuhi oleh Psikologi Pendidikan, kecuali :<br />a. Memiliki obyek yang jelas yaitu perilaku individu yang terlibat dalam pendidikan.<br />b. Konsep dan teori Psikologi Pendidikan diperoleh berdasarkan upaya yang sistematis, baik melalui pendekatan kuantitatif maupun kualitatif.<br />c. Menjadi pedoman bagi para pendidik dalam mengembangkan proses pendidikan.<br />d. Memberikan manfaat untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pendidikan.<br />4. Arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru adalah :<br />a. Guru dapat menjalankan peran tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien<br />b. Guru dapat merencanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya<br />c. Guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif.<br />d. Guru dapat menilai peserta didiknya secara efisien.<br />5. Mekanisme terbentuknya perilaku sadar menurut pandangan Behaviorisme<br />a. W S Ow R W<br />b. S R<br />c. S O R<br />d. W S O R W<br />6. Di bawah ini merupakan jenis-jenis kebutuhan individu yang dikemukakan oleh Maslow, kecuali :<br />a. Kebutuhan akan prestasi. <br />b. Kebutuhan akan harga diri.<br />c. Kebutuhan akan rasa aman.<br />d. Kebutuhan akan aktualisasi diri.<br />7. Konflik yang dialami jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif.<br />a. Approach- avoidance conflict<br />b. Approach-approach conflict <br />c. Avoidance-avoidance conflict <br /> d. a, b , dan c benar<br /><br />8. Di bawah ini merupakan indikator untuk mengetahui tingkat motivasi individu.<br />a. durasi, frekuensi dan persistensi kegiatan. <br />b. ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan. <br />c. tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan dan arah sikap terhadap sasaran <br /> kegiatan.<br />d. a, b, dan c benar<br />9. Reaksi frustasi individu atas kegagalan dalam mencapai tujuan dan tidak terpenuhinya kebutuhan individu dengan cara mencari kambing hitam. <br />a. agresi <br />b. regresi <br />c. fiksasi <br />d. proyeksi <br />10. Di bawah ini merupakan kemampuan yang berkaitan dengan perilaku kawasan afektif. <br />a. evaluasi <br />b. Non-discursive communication<br />c. characterization by value or value complex<br />d. a, b dan c benar<br />11. Dapat menyimpulkan, menghubungkan, menggabungkan merupakan indikator atau kata kerja operasional untuk mengukur perubahan perilaku dalam aspek :<br />a. application<br />b. analysis<br />c. synthesis<br />d. evaluation<br />Uraian<br />1. Jelaskan peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku individu !<br />2. Uraikan dan berikan gambaran secara skematik tentang mekanisme pembentukan perilaku dan pribadi individu menurut aliran holistik !<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />A. Tujuan :<br />Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : <br />1. Mendefinisikan kecakapan nyata, kecakapan potensial, kecerdasan (inteligensi), dan kepribadian<br />2. Mengidentifikasi tentang indikator kecerdasan, ukuran kecerdasan, ciri-ciri keberbakatan, aspek-aspek kepribadian.<br />3. Menjelaskan tentang teori-teori kecerdasan dan pengukuran kecerdasan. <br />4. Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian.<br /><br /><br />B. Pokok Bahasan <br />1. Keragaman Individu dalam Kecakapan dan Kepribadian.<br />2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Keragaman dalam Kecakapan dan Kepribadian.<br /><br /><br />C. Intisari Bacaan<br />1. Keragaman Individu dalam Kecakapan dan Kepribadian<br />Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru mungkin akan dihadapkan dengan puluhan atau bahkan ratusan peserta didiknya, dengan masing-masing karakateristik yang dimilikinya. <br />Di antara sekian banyak karakteristik yang dimiliki peserta didik, yang penting dan perlu diketahui guru adalah berkenaan dengan kecakapan dan kepribadian peserta didiknya.Dari segi kecepatan belajar, ada peserta didik yang menunjukkan cepat dalam menangkap pelajaran, namun sebaliknya ada juga yang sangat lambat. Dari segi kepribadian, guru akan berhadapan dengan ciri-ciri kepribadian para peserta didiknyanya yang khas atau unik. <br />Berhadapan dengan peserta didik yang memiliki kecepatan belajar dan memiliki ciri-ciri kepribadian yang positif, guru mungkin akan menganggap seolah-olah tidak ada hambatan. Namun ketika berhadapan dengan peserta didik yang lambat dalam belajar atau ciri-ciri kepribadian yang negatif, adakalanya guru dibuat frustrasi. Ujung-ujungnya dia langsung saja akan menyimpulkan bahwa peserta didiklah yang salah. Peserta didik dianggap kurang rajin, bodoh, malas, kurang sungguh-sungguh dan sebagainya. <br />Jika saja guru tersebut dapat memahami tentang keragaman individu, belum tentu dia akan langsung menarik kesimpulan bahwa peserta didiklah yang salah. Terlebih dahulu mungkin dia akan mempelajari latar belakang sosio-psikologis peserta didiknya, sehingga akan diketahui secara akurat kenapa peserta didik itu lambat dalam belajar, selanjutnya dia berusaha untuk menemukan solusinya dan menetukan tindakan apa yang paling mungkin bisa dilakukan agar peserta didik tersebut dapat mengembangkan perilaku dan pribadinya secara optimal. <br />Membicarakan tentang keragaman individu secara luas dan mendalam sebetulnya sudah merupakan kajian tersendiri yaitu dalam bidang Psikologi Diferensial. Untuk kepentingan pengetahuan guru dalam memahami peserta didiknya, di bawah ini akan diuraikan dua jenis keragaman individu yaitu keragaman dalam kecakapan dan kepribadian.<br />a. Keragaman Individu dalam Kecakapan <br />Kecakapan individu dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual ability) dan kecakapan potensial (potential ability). <br />Kecakapan nyata (actual ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achivement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang. Misalkan, setelah selesai mengikuti proses perkuliahan (kegiatan tatap muka di kelas), pada akhir perkuliahan mahasiswa diuji oleh dosen tentang materi yang disampaikannya (tes formatif). Ketika mahasiswa mampu menjawab dengan baik tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut merupakan atau kecakapan nyata (achievement). <br />Sedangkan kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat atau aptitudes). <br />C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. <br />Pada awalnya teori inteligensi masih bersifat unidimensional (kecerdasan tunggal), yakni hanya berhubungan dengan aspek intelektual saja, seperti teori inteligensi yang dikemukakan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factors”-nya. Menurut pendapatnya bahwa inteligensi terdiri dari kemampuan umum yang diberi kode “g” (genaral factor) dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factor). <br />Selanjutnya, Thurstone (1938) mengemukakan teori “Primary Mental Abilities”, bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu : (1) kemampuan berbahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory); (3) kemampuan nalar atau berfikir (reasoning); (4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (5) kemampuan bilangan (numerical ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan (7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).<br />Sementara itu, J.P. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu : <br />1. Operasi Mental (Proses Befikir)<br />a. Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).<br />b. Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).<br />c. Memory Recording (ingatan yang segera).<br />d. Divergent Production (berfikir melebar=banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).<br />e. Convergent Production (berfikir memusat= hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).<br />f. Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).<br />2. Content (Isi yang Dipikirkan)<br />a. Visual (bentuk konkret atau gambaran).<br />b. Auditory. <br />c. Word Meaning (semantic).<br />d. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).<br />e. Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).<br />3. Product (Hasil Berfikir)<br />a. Unit (item tunggal informasi).<br />b. Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).<br />c. Relasi (keterkaitan antar informasi).<br />d. Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).<br />e. Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).<br />f. Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain). <br />Belakangan ini banyak orang menggugat tentang kecerdasan intelektual (unidimensional), yang konon dianggap sebagai anugerah yang dapat mengantarkan kesuksesan hidup seseorang. Pertanyaan muncul, bagaimana dengan tokoh-tokoh dunia, seperti Mozart dan Bethoven dengan karya-karya musiknya yang mengagumkan, atau Maradona dan Pele sang legenda sepakbola dunia,. Apakah mereka termasuk juga orang-orang yang genius atau cerdas ? Dalam teori kecerdasan tunggal (uni-dimensional), kemampuan mereka yang demikian hebat ternyata tidak terakomodasikan. Maka muncullah, teori inteligensi yang berusaha mengakomodir kemampuan-kemampuan individu yang tidak hanya berkenaan dengan aspek intelektual saja. Dalam hal ini, Howard Gardner (1993), mengemukakan teori Multiple Inteligence, dengan aspek-aspeknya sebagai tampak dalam tabel di bawah ini:<br /> INTELIGENSI KEMAMPUAN INTI<br />1. Logical – Mathematical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional.<br />2. Linguistic Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa. <br />3. Musical Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme. Nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.<br />4. Spatial Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan tranformasi persepsi tersebut.<br />5. Bodily Kinesthetic Kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil.<br />6. Interpersonal Kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.<br />7. Intrapersonal Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan serta inteligensi sendiri. <br />Kecakapan potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indikator-indikatornya. Jika kita perhatikan penjelasan tentang aspek-aspek inteligensi dari teori-teori inteligensi di atas, maka pada dasarnya indikator kecerdasan akan mengerucut ke dalam tiga ciri yaitu : kecepatan (waktu yang singkat), ketepatan (hasilnya sesuai dengan yang diharapkan) dan kemudahan (tanpa menghadapi hambatan dan kesulitan yang berarti) dalam bertindak. <br />Dengan indikator-indikator perilaku inteligensi tersebut, para ahli mengembangkan instrumen-instrumen standar untuk mengukur perkiraan kecakapan umum (kecerdasan) dan kecakapan khusus (bakat) seseorang. Alat ukur inteligensi yang paling dikenal dan banyak digunakan di Indonesia ialah Tes Binet Simon -- walaupun sebetulnya menurut hemat penulis alat ukur tersebut masih terbatas untuk mengukur inteligensi atau bakat persekolahan (scholastic aptitude), belum dapat mengukur aspek – aspek inteligensi secara keseluruhan (multiple inteligence). Selain itu, ada juga tes intelegensi yang bersifat lintas budaya yaitu Tes Progressive Metrices (PM) yang dikembangkan oleh Raven. <br />Dari hasil pengukuran inteligensi tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat integensi (biasa disebut IQ = Intelligent Quotient yaitu ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang. <br />Rumus yang biasa digunakan untuk menghitung IQ seseorang adalah :<br /><br /><br /><br /><br />Di bawah ini disajikan norma ukuran kecerdasan dikaitkan dengan usia seseorang.<br />IQ KATEGORI PERSENTASE<br /> 140 Jenius (Genius) 0.25 %<br />130-139 Sangat Unggul (Very Superior) 0.75 %<br />120-129 Unggul (Superior) 6 %<br />110-119 Diatas rata-rata (High Average) 13 %<br />90-109 Rata-rata (Average) 60 %<br />80 - 89 Dibawah Rata-Rata (Low Average) 13 %<br />70 - 79 Bodoh (Dull) 6 %<br />50 - 69 Debil (Moron) 0.75 %<br />25 - 49 Imbecil 0.20 %<br />< 25 Idiot 0.05 %<br />Selain menggunakan instrumen standar, seorang guru pada dasarnya dapat pula mendeteksi dan memperkirakan inteligensi peserta didiknya, melalui pengamatan yang sistematis tentang indikator – indikator kecerdasan yang dimiliki para peserta didiknya, yaitu dengan cara memperhatikan kecenderungan kecepatan ketepatan, dan kemudahan peserta didik dalam dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan mengerjakan soal-soal pada saat ulangan atau ujian, sehingga pada akhirnya akan diketahui kelompok peserta didik yang tergolong cepat (upper group), rata-rata (midle group) dan lambat (lower group) dalam belajarnya. <br />Untuk mengukur bakat seseorang, dapat menggunakan beberapa instrumen standar, diantaranya : DAT (Differential Aptitude Test), SRA-PMA (Science Research Action – Primary Mental Ability), FACT (Flanagan Aptitude Calassification Test). <br />Alat tes ini dapat mengungkap tentang : (1) pemahaman kata; (2) kefasihan mengungkapkan kata; (3) pemahaman bilangan; (4) tilikan ruangan; (5) daya ingat; (6) kecepatan pengamatan; (7) berfikir logis; dan (8) kecakapan gerak.<br />Perlu dicatat bahwa pengukuran tersebut, baik menggunakan instrumen standar atau hanya berdasarkan pengamatan sistematis guru bukanlah bersifat memastikan tingkat kecerdasan atau bakat seseorang namun hanya sekedar memperkirakan (prediksi) saja, untuk kepentingan pengembangan diri. Begitu juga kecerdasan atau bakat seseorang bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan tingkat keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang. <br />Dalam rangka Program Percepatan Belajar (Accelerated Learning), Balitbang Depdiknas (1986) telah mengidentifikasi ciri-ciri keberbakatan peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas dan komitmen terhadap tugas, yaitu:<br /><br /><br />1. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pikirannya);<br />2. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan;<br />3. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan kritis<br />4. Mampu belajar/bekerja secara mandiri;<br />5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);<br />6. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya<br />7. Cermat atau teliti dalam mengamati;<br />8. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah;<br />9. Mempunyai minat luas;<br />10. Mempunyai daya imajinasi yang tinggi;<br />11. Belajar dengan dan cepat;<br />12. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat;<br />13. Mampu berkonsentrasi;<br />14. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar. <br />b. Keragaman Individu dalam Kepribadian<br />Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian, tergantung sudut pandang masing-masing. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. <br />Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. <br />Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.<br />Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :<br />a. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.<br />b. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.<br />c. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen<br />d. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa<br />e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.<br />f. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. <br />Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak sehat, sebagai berikut : <br />KEPRIBADIAN YANG SEHAT KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT<br />1. Mampu menilai diri sendiri secara realistik<br />2. Mampu menilai situasi secara realistik<br />3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik<br />4. Menerima tanggung jawab<br />5. Kemandirian<br />6. Dapat mengontrol emosi<br />7. Berorientasi tujuan<br />8. Berorientasi keluar (ekstrovert)<br />9. Penerimaan sosial<br />10. Memiliki filsafat hidup<br />11. Berbahagia 1. Mudah marah<br />2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan<br />3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)<br />4. Bersikap kejam <br />5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang <br />6. Kebiasaan berbohong<br />7. Hiperaktif<br />8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas<br />9. Senang mengkritik/ mencemooh <br />10. Sulit tidur<br />11. Kurang rasa tanggung jawab<br />12. Sering mengalami pusing kepala<br />13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama<br />14. Pesimis<br />15. Kurang bergairah <br />Berdasarkan uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan peserta didiknya di kelas, dia dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat memperlakukan peserta didik dan mengembangkan strategi pembelajaran, dengan memperhatikan aspek perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki peserta didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan kecepatan belajar dan karakteristik perilaku dan kepribadiannya masing-masing. <br />2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Keragaman dalam Kecakapan dan Kepribadian<br />Timbulnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian dipengaruhi oleh bebagai faktor. Kendati demikian, para ahli sepakat bahwa pada dasarnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :<br />a. Herediter; pembawaan sejak lahir atau berdasarkan keturunan yang bersifat kodrati, seperti : konstitusi dan struktur fisik, kecakapan potensial (bakat dan kecerdasan).<br />Seberapa kuat pengaruh keturunan sangat bergantung pada besarnya kualitas gen yang dimiliki oleh orang tuanya (ayah atau ibu). Berdasarkan percobaannya dengan cara mengawinkan bunga merah dengan bunga putih, Gregor Mendel mengemukakan pandangannya, bahwa : (1) tiap-tiap sifat (traits) makhluk hidup itu dikendalikan oleh keturunan; (2) tiap-tiap pasangan faktor keturunan menentukan bentuk alternatif sesamanya, dan satu dari pada pasangan alternatif itu memegang pengaruh besar; dan (3) pada waktu proses pembentukan sel-sel kelamin, pasangan faktor keturunan itu memisah, dan tiap-tiap sel kelaminnya menerima salah satu faktor dari pasangan keturunan itu. Hasil percobaan Mendel ini menjelaskan kepada kita bahwa faktor keturunan memegang peranan penting bagi perilaku dan pribadi individu. <br />Beberapa asas tentang keturunan di bawah ini akan memberikan gambaran pembanding kepada kita tentang apa-apa yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya :<br />1. Asas Reproduksi<br />Menurut asas ini bahwa kecakapan (achievement) dari masing-masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-anaknya. Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang tua kepada anaknya hanyalah bersifat reproduksi, yaitu memunculkan kembali mengenai apa yang sudah ada pada hasil perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku orang tua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil berinteraksi dengan lingkungannya.<br />2. Asas Variasi <br />Bahwa penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada anak-anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini disebabkan karena pada waktu terjadinya pembuahan komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari ayah maupun ibu. Oleh karena itu, akan didapati beberapa perbedaan sifat dan ciri-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara, walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama, sehingga mungkin saja kakaknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ayahnya sedangkan adiknya lebih banyak menyerupai sifat dan ciri-ciri perilaku ibunya atau sebaliknya.<br />3. Asas Regresi Filial<br />Terjadi pensurutan sifat atau ciri perilaku dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga akan didapati sebagian kecil dari sifat-sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari sifat-sifat ibunya. Sedangkan perbandingannya mana yang lebih besar antara sifat-sifat ayah dan ibunya ini sangat tergantung kepada daya kekuatan tarik menarik dari pada masing-masing sifat keturunan tersebut.<br />4. Asas Jenis Menyilang<br />Menurut asas ini bahwa apa yang diturunkan oleh masing-masing orang tua kepada anak-anaknya mempunyai sasaran menyilang jenis. Seorang anak perempuan akan lebih banyak memilki sifat-sifat dan tingkah laku ayahnya, sedangkan bagi anak laki-laki akan lebih banyak memilki sifat pada ibunya.<br />5. Asas konformitas<br />Berdasarkan asas konformitas ini bahwa seorang anak akan lebih banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku yang diturunkan oleh kelompok rasnya atau suku bangsanya.Misalnya, orang Eropa akan menyerupai sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku seperti orang-orang Eropa lainnya dibandingkan dengan orang-orang Asia. <br />b. Environment; lingkungan tempat di mana individu itu berada dan berinteraksi, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.<br />Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pada pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.<br />Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :<br />1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial<br />Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.<br />Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.<br />Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.<br />2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu <br />Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.<br />Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :<br />a. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.<br />b. Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.<br />c. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.<br />d. Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.<br />c. Maturity; kematangan yang mengacu pada tahap-tahap atau fase-fase perkembangan yang dijalani individu. Kematangan pada awalnya merupakan hasil dari adanya perubahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktural pada diri individu, seperti adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, otot, syaraf dan kelenjar. Kematangan seperti ini disebut kematangan biologis. Kematangan terjadi pula pada aspek-aspek psikis, seperti : kemampuan berfikir, emosi, sosial, moral, dan kepribadian, religius. Kematangan aspek psikis ini diperlukan adanya latihan dan belajar tertentu. <br />Ketiga faktor tersebut di atas dapat dibuat formulasi sebagai berikut :<br /><br /><br />P= Pribadi atau perilaku <br />f = fungsi <br />H= Herediter (pembawaan)<br />E=Environment (lingkungan, termasuk belajar) <br />M=Maturity (tingkat kematangan)<br /><br /><br />D. Latihan<br />Soal :<br />Pilihan Ganda <br />Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) ! <br />1. Kecakapan khusus individu yang merupakan hasil pembawaan. <br />a. Achievement <br />b. Aptitude<br />c. Inteligensi <br />d. Kepribadian <br /><br />2. Untuk mengenali tingkat kecerdasan peserta didiknya, seorang guru dapat melakukan pengamatan dengan melihat indikator sebagai berikut : <br />a. hasil belajar yang diperoleh peserta didik, terutama dalam mata pelajaran Matematika dan bahasa Inggris <br />b. kecepatan ketepatan, dan kemudahan peserta didiknya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan mengerjakan soal-soal pada saat ulangan atau ujian.<br />c. cara berbicara dan bertindak peserta didik sehari-hari.<br />d. a, b dan c benar.<br />3. Inteligensi merupakan penjelmaan dari : (1) kemampuan berbahasa (verbal comprehension); (2) kemampuan mengingat (memory); (3) kemampuan nalar atau berfikir (reasoning); (4) kemampuan tilikan ruangan (spatial factor); (5) kemampuan bilangan (numerical ability); (6) kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency); dan (7) kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed). Merupakan teori inteligensi :<br /><br />a. Two Factors<br />b. Primary Mental Abilities<br />c. Multiple Intlelligence <br />d. a, b, dan c benar<br />4. Intelligence Quotient (IQ) merupakan ukuran tingkat kecerdasan seseorang dibandingkan dengan :<br />a. kemampuan <br />b. usia <br />c. prestasi belajar<br />d. a, b, dan c benar <br />5. Berdasarkan hasil test kecerdasan, siswa X memperoleh ukuran kecerdasan (IQ) sebesar 135. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa X memiliki kecerdasan tergolong :<br />a. Very Superior<br />b. Superior<br />c. Genius<br />d. Di atas rata-rata<br />6. Di bawah ini merupakan ciri-ciri keberbakatan dalam rangka percepatan belajar (accelerated learning), kecuali :<br />a. tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar. <br />b. selalu memperoleh peringkat pertama di kelas<br />c. memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah.<br />d. mampu belajar/bekerja secara mandiri.<br />7. Di bawah ini merupakan aspek-aspek kepribadian menurut Abin Syamsuddin Makmun :<br />a. karakter dan temperamen stabilitas emosi<br />b. sikap dan stabilitas emosi<br />c. responsibilitas dan sosiabilitas<br />d. a, b, dan c benar<br />8. Disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.<br />a. karakter <br />b. temperamen <br />c. stabilitas emosi<br />d. sikap dan stabilitas emosi<br />9. Terjadi pensurutan sifat atau ciri perilaku dari kedua orangtua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya.<br />a. Asas Reproduksi<br />b. Asas Variasi<br />c. Asas konformitas<br />d. Asas Jenis Menyilang<br />10. Penyesuaian diri yang dilakukan individu dengan berusaha merubah lingkungannya.<br />a. alloplastis<br />b. autoplastis<br />c. mal-adjusment<br />d. well-adjusment<br />Uraian<br />1. Jelaskan tentang teori Multiple Inteligensi menurut Howard Gardner ! <br />2. Jelaskan bagaimana cara mengukur kecerdasan seseorang ? <br />3. Jelaskan bahwa faktor herediter, lingkungan dan kematangan dapat mempengaruhi terhadap timbulnya keragaman dalam kecakapan dan kepribadian !<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />A. Tujuan :<br />Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : <br />1. Mendefinisikan perkembangan, tugas perkembangan individu dan masa remaja.<br />2. Mengidentifikasi ciri-ciri umum perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan, dan model pentahapan perkembangan individu. <br />3. Menjelaskan tahapan perkembangan individu berdasarkan pendekatan didaktis.<br />4. Menjelaskan tentang aspek-aspek perkembangan individu, aspek-aspek perkembangan perilaku dan pribadi pada masa remaja, serta problema yang dihadapi pada masa remaja. <br />5. Menguraikan tugas-tugas perkembangan individu pada masa bayi kanak-kanak, dan remaja.<br /><br />B. Pokok Bahasan <br />1. Pengertian Perkembangan.<br />2. Ciri-Ciri Umum Perkembangan Individu<br />3. Model Pentahapan Perkembangan.<br />4. Aspek – Aspek Perkembangan Individu.<br />5. Tugas – Tugas Perkembangan Individu<br />6. Perkembangan Pada Masa Remaja<br /><br />C. Intisari Bacaan<br />1. Pengertian Perkembangan <br />Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.<br />Yang dimaksud dengan sistematis adalah bahwa perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya, baik fisik maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Contoh : kemampuan berbicara seseorang akan sejalan dengan kematangan dalam perkembangan intelektual atau kognitifnya. Kemampuan berjalan seseorang akan seiring dengan kesiapan otot-otot kaki. Begitu juga ketertarikan seorang remaja terhadap jenis kelamin lain akan seiring dengan kematangan organ-organ seksualnya. <br />Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, baik secara kuantitatif (fisik) mapun kualitatif (psikis). Contoh : perubahan proporsi dan ukuran fisik (dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar); perubahan pengetahuan dan keterampilan dari sederhana sampai kepada yang kompleks (mulai dari mengenal huruf sampai dengan kemampuan membaca buku).<br />Berkesinambungan artinya bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan atau berurutan. Contoh : untuk dapat berdiri, seorang anak terlebih dahulu harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya yaitu kemampuan duduk dan merangkak.<br />Lebih jauh lagi, Syamsu Yusuf (2003) memerinci, beberapa prinsip perkembangan individu, yaitu :<br />a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti.<br />b. Semua aspek perkembangan saling berhubungan.<br />c. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan.<br />d. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas.<br />e. Setiap individu normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan.<br />f. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu. <br />Yelon dan Winstein (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan tentang arah atau pola perkembangan sebagai berikut :<br />1. Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia itu mulai dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru dan sebagainya) ke samping (tangan).<br />2. Struktur mendahului fungsi.<br />3. Diferensiasi ke integrasi.<br />4. Dari konkret ke abstrak.<br />5. Dari egosentris ke perspektivisme.<br />6. Dari outer control ke inner control.<br />2. Ciri-Ciri Umum Perkembangan Individu<br />Perkembangan individu mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut :<br />a. Terjadinya perubahan dalam aspek : <br />1. Fisik; seperti : berat dan tinggi badan. <br />2. Psikis; seperti : berbicara dan berfikir.<br />b. Terjadinya perubahan dalam proporsi. <br />1. Fisik; seperti : proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya. <br />2. Psikis; seperti : perubahan imajinasi dari fantasi ke realistis.<br />c. Lenyapnya tanda-tanda yang lama. <br />1. Fisik; seperti: rambut-rambut halus dan gigi susu, kelenjar thymus dan kelenjar pineal.<br />2. Psikis; seperti : lenyapnya masa mengoceh, perilaku impulsif.<br />d. Diperolehnya tanda-tanda baru.<br />1. Fisik; seperti : pergantian gigi dan karakteristik sex pada usia remaja, seperti kumis dan jakun pada laki dan tumbuh payudara dan menstruasi pada wanita, tumbuh uban pada masa tua.<br />2. Psikis; seperti berkembangnya rasa ingin tahu, terutama yang berkaitan dengan sex, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral dan keyakinan beragama.<br />3. Model Pentahapan Perkembangan Individu<br />Memperhatikan kompleksitas dari sifat perkembangan individu, maka untuk kepentingan studi para ahli telah mencoba mengembangkan model pentahapan (stages) mengenai proses perkembangan. Para ahli mengemukakan pendapat tentang model – model petahapan yang beragam, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga pendekatan yaitu pendekatan biologis, didaktis, dan psikologis. Di bawah ini disajikan tabel tentang model tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh beberapa ahli.<br /> <br />Nama Ahli Tahapan Waktu<br />Aristoteles Masa Kanak-Kanak<br />Masa Anak Sekolah <br />Masa Remaja 0-7 th<br />7-14 th<br />14-21 th<br />Syamsu Yusuf Masa Usia Pra Sekolah<br />Masa Usia Sekolah Dasar<br />Masa Usia Sekolah Menengah<br />Masa Usia Mahapeserta didik 0- 6 th<br />6-12 th<br />12-18 th<br />18- 25 th<br />Rosseau Tahap I Masa Asuhan<br />Tahap II Masa Pendidikan Jasmani dan latihan Panca Indera<br />Tahap III Masa Pendidikan Akal<br />Tahap IV Masa Pendidikan Watak dan Agama 0-2 th<br />2-12 th<br /><br />12-15 th<br />15-20 th<br />Kretschmer Fullungs (Pengisisian) I<br />Streckungs (Rentangan) I<br />Fullungs (Pengisisian) II <br />Streckungs (Rentangan)II 0-3 th<br />3-7 th<br />7-13 th<br />13-20th<br />Elizabeth Hurlock Pranatal<br />Infancy (orok)<br />Babyhood (bayi)<br />Childhood (kanak-kanak)<br />Adolesence/puberty (masa remaja):<br /> - Pre Adolesence<br /> - Early Adolesence<br /> - Late Adolesence<br />Adulthood (masa dewasa)<br />Middle age (tengah baya)<br />Old Age (masa tua) 9 bln-280 hr<br />10 hr-14 hr<br />2 mng -2 th<br />2 th-remaja<br /><br />11-13 th<br />16-17 th<br />18-21 th<br />21-25 th<br />25-30 th<br />30- wafat<br />Piaget Sensori-motor<br />Pra-operasional :<br />- Pre-konseptual<br />- Intuitif<br />Konkret -Operasional <br />Formal - operasional 0-2 th<br />2-7 th<br />2-4 th<br />4-7 th<br />7-11 th<br />11-15 th<br /><br />Loevenger sebagaimana dikemukakan oleh Sunaryo dkk (2003) mengemukakan tentang fase-fase perkembangan individu beserta ciri-cirinya, yaitu :<br />(1) Tahap (2) Ciri – Ciri<br />(3) Impulsif 1. Identitas diri terpisah dari orang lain<br />2. Bergantung pada lingkungan<br />3. Beorientasi hari ini<br />4. Individu tidak menempatkan diri sebagai penyebab perilaku<br />(4) Perlindungan Diri 1. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari berhubungan dengan orang lain<br />2. Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik<br />3. Berfikir tidak logis dan stereotip<br />4. Melihat kehidupan sebagai “zero-sum game”<br />5. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain<br />(5) Konformistik 1. Peduli terhadap penampilan diri<br />2. Berfikir sterotip dan klise<br />3. Peduli akan aturan eksternal<br />4. Bertindak dengan motif dangkal<br />5. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi<br />6. Kurang introspeksi<br />7. Perbedaan kelompok didasarkan ciri-ciri eksternal<br />8. Takut tidak diterima kelompok<br />9. Tidak sensitif terhadap keindividualan<br />10. Merasa berdosa jika melanggar aturan<br />(6) Seksama 1. Bertindak atas dasar nilai internal<br />2. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan<br />3. Mampu melihat keragaman emosi, motif. Dan perspektif diri<br />4. Peduli akan hubungan mutualistik<br />5. Memiliki tujuan jangka panjang<br />6. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial<br />7. Berfikir lebih kompleks dan atas dasar analisis<br />(7) Individualistik 1. Peningkatan kesadaran invidualitas<br />2. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan<br />3. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain<br />4. Mengenal eksistensi perbedaan individual<br />5. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan<br />6. Membedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya<br />7. Mengenal kompleksitas diri<br />8. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial<br />(8) Otonomi 1. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan<br />2. Bersikap realistis dan obyektif terhadap diri sendiri maupun orang lain<br />3. Peduli akan paham abstrak, seperti keadilan sosial.<br />4. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan<br />5. Peduli akan self fulfillment<br />6. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal<br />7. Respek terhadap kemandirian orang lain<br />8. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain<br />9. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan<br />Dengan memperhatikan fase dan ciri-ciri perkembangan di atas, Sunaryo, dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak tugas-tugas perkembangan individu. Yang dikenal dengan sebutan Inventori Tugas Perkembangan (ITP).<br />Selanjutnya, dengan merujuk pada pemikiran Syamsu Yusuf (2003), di bawah ini dikemukakan tahapan perkembangan individu dengan menggunakan pendekatan didaktis:<br />a. Masa Usia Pra Sekolah<br />Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua yaitu (1) Masa Vital dan (2) Masa Estetik<br />1. Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua umunya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya. <br />2. Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka.<br />b. Masa Usia Sekolah Dasar<br />Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa kelas tinggi. <br />Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 – 9/10 tahun) :<br />1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi <br />2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.<br />3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri<br />4. Membandingkan dirinya dengan anak yang lain<br />5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.<br />6. Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.<br />Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :<br />1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret<br />2. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar<br />3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus<br />4. Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya<br />5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.<br />6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.<br />c. Masa Usia Sekolah Menegah<br />Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam 3 bagian yaitu : <br />1. masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial,<br />2. masa remaja; pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya. Pada masa ini sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung dan dipuja.<br />3. masa remaja akhir; setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan memberikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa. <br />d. Masa Usia Kemahasiswaan (18,00-25,00 tahun) <br />Masa ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.<br />4. Aspek- Aspek Perkembangan Individu <br />a. Perkembangan Fisik<br />Perkembangan fisik individu mencakup aspek-aspek :<br />1. Perkembangan anatomis; adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang, indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara secara keseluruhan.<br />2. Perkembangan fisiologis; ditandai dengan adanya perubahan secara kualitatif, kuantitaif dan fungsional dari sistem kerja biologis, seperti konstraksi otot-otot, peredaran darah dan pernafasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan.<br />Laju perkembangan berjalan secara berirama, pada masa bayi dan kanak-kanak perubahan fisik sangat pesat, pada usia sekolah menjadi lambat, mulai masa remaja terjadi amat mencolok. Kemudian, pada permulaan masa remaja akhir bagi wanita dan penghujung masa remaja akhir bagi pria, laju per- kembangan menurun sangat lambat bahkan menjadi mapan.<br />b. Perkembangan Perilaku Psikomotorik <br />Perkembangan psikomotorik memerlukan adanya koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (sistem syaraf dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, konatif). <br />Dua prinsip utama dalam perkembangan psikomotorik, yaitu : (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dari yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik dan terkoordinasikan (finely coordinated movements).<br />Loree dalam Abin Syamsuddin (2003) mengatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau masa kanak-kanak yaitu berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan ini menjadi dasar bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks untuk bermain (playing) dan bekerja (working).<br />c. Perkembangan Bahasa <br />Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang membedakan antara manusia dengan hewan. Melalui bahasa, manusia, mengkodifikasikan, mencatat, menyimpan, mengekspresikan dan mengkomunikasikan berbagai informasi, baik dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, lukisan gerak - gerik, dan mimik serta simbol ekspresif lainnya. Perkembangan bahasa dimulai dengan masa meraban, bicara monolog, haus nama-nama, gemar bertanya yang tidak selalu harus dijawab, membuat kalimat sederhana, dan bahasa ekspresif dengan belajar menulis, membaca dan menggambar permulaan.<br />d. Perkembangan Perilaku Kognitif<br />Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree,1970) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.<br />Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.<br />Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase taraf perkembangan sebagai berikut : <br />Usia Perkembangan<br />1 tahun Sekitar 20 %<br />4 tahun Sekitar 50 %<br />8 tahun Sekitar 80 %<br />13 tahun Sekitar 92 %<br />Secara kualitatif perkembangan perilaku kognitif diungkapkan oleh Piaget, sebagai berikut : <br />1. Tahap Sensori-Motor (0-2)<br />Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.<br />2. Tahap Pra Operasional (2 – 7)<br />Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.<br />3. Tahap konkret-operasional (7-11)<br />Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. <br />4. Tahap formal-operasional (11 - dewasa)<br />Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : <br />a. Kapasitas menggunakan hipotesis <br />Kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.<br />b. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak<br />Kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.<br />e. Perkembangan Perilaku Sosial<br />Sejak individu dilahirkan ke muka bumi ini ia telah mulai belajar tentang keadaan lingkungan sosialnya. Pada awalnya, ia mempelajari segala yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Ia mencoba meniru, mengidentifikasi dan mengamati segala sesuatu yang ditampilkan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Selanjutnya ia mempelajari keadaan-keadaan di luar rumah, baik yang menyangkut nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Akhirnya, ia menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari masyrakat dan dituntut untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Proses tersebut biasa disebut sosialisasi. Kagan (1972) mengartikan sosialisasi sebagai: “…the process by which the child is integrated into the society throgh exposure to the actions and opnions of older members of the society”. Sementara itu Gilmore (1974) mengemukakan bahwa “…socialization is the process whereby an individual is prepared or trainned to participate in his environment”. <br />Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi pada intinya merupakan upaya mempersiapkan individu untuk dapat berperilaku sesuai dengan lingkungan sosialnya.<br />Krech et. al. (1962) mengemukan bahwa untuk memahami perilaku sosial individu, dapat dilihat dari ciri-ciri respons interpersonalnya, yang dibagi ke dalam tiga kategori :<br />1. Kecenderungan peranan (role disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang merujuk kepada tugas dan kewajiban dari posisi tertentu.<br />2. Kecenderungan sosiometrik (sociometric disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang bertalian dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain.<br />3. Kecenderungan ekspresif (expressive disposition); ciri-ciri respons interpersonal yang bertautan dengan ekspresi diri, dengan menampilkan kebiasaan-kebiasaan khasnya (particular fashion).<br />Sementara itu, Buhler (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan perilaku sosial individu sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut :<br /><br /><br /><br /><br />Tahap Ciri-Ciri<br />Kanak-Kanak Awal ( 0 – 3 )<br />Subyektif Segala sesuatu dilihat berdasarkan pandangan sendiri<br />Kritis I ( 3 - 4 )<br />Trozt Alter Pembantah, keras kepala <br />Kanak – Kanak Akhir ( 4 – 6 )<br />Masa Subyektif Menuju <br />Masa Obyektif Mulai bisa menyesuaikan diri dengan aturan<br />Anak Sekolah ( 6 – 12 )<br />Masa Obyektif Membandingkan dengan aturan – aturan<br />Kritis II ( 12 – 13 )<br />Masa Pre Puber Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji<br />Remaja Awal ( 13 – 16 )<br />Masa Subyektif Menuju <br />Masa Obyektif Mulai menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut pandangnya<br />Remaja Akhir ( 16 – 18 )<br />Masa Obyektif Berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemampuan dirinya<br />f. Perkembangan Moralitas <br />Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma/nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas. <br />Dalam hal ini, Kohlberg mengemukakan tahapan perkembangan moralitas individu, sebagaimana tampak dalam tabel berikut :<br />Tingkat Tahap<br />Pre Conventional (0 – 9) 1. Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman<br /> 2. Relativistik hedonism<br />Conventional (9 – 15) 3. Orientasi mengenai anak yang baik<br /> 4. Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas<br />Post Conventional ( > 15 ) 5. Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial<br /> 6. Prinsip etis universal<br />g. Perkembangan Penghayatan Keagamaan<br />Dengan melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya, pada saat-saat tertentu, individu akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu disebut pengalaman keagamaan (religious experience) (Zakiah Darajat, 1970). Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari.<br />Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :<br />Tahapan Ciri-Ciri<br />Masa<br />Kanak-Kanak Sikap reseptif meskipun banyak bertanya<br /> Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi<br /> Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam<br /> Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)<br />Masa Sekolah Sikap reseptif yang disertai pengertian<br /> Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional<br /> Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral<br />Masa<br />Remaja Awal Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)<br /> Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan<br /> Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan<br />Masa<br />Remaja Akhir Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya<br /> Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya<br /> Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia<br /><br />h. Perkembangan Perilaku Konatif<br />Perilaku konatif merupakan perilaku yang berhubungan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Freud (Di Vesta & Thompson dalam Abin Syamsuddin,2003) mengemukakan tentang tahapan-tahapan perkembangan perilaku yang berhubungan obyek pemuasan psychosexual, sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :<br /><br /><br /><br /><br /><br />Daerah Sensitif Cara Pemuasan Sasaran Pemuasan<br />A. MASA BAYI DAN KANAK-KANAK (INFANCY PERIOD)<br />Pre Genital Period Infantile Sexuality <br />Oral Stage Mulut dan benda<br />Early Oral Menghisap ibu jari Mulut sendiri, memilih dan memasukkan benda kemulut <br />Memilih benda dan digigitnya secara sadis<br />Late Oral Menggigit, merusak dengan mulut <br />Anal Stage Dubur dan benda<br />Early Anal<br /> Memeriksa dan memainkan duburnya Memilih benda dan menyentuhnya/memasukkan ke dubur<br />Late Anal Memainkan dan memperhatikan duburnya <br />Early Genital Period (phalic stage) Menyentuh, memegang, melihat, menunjukkan alat kelaminnya Ditujukan kepada orang tuanya (oediphus atau electra phantaties)<br />B. MASA ANAK SEKOLAH (LATENCY PERIOD)<br />No New Zone <br />(tidak ada daerah sensitif baru) Represi<br />Reaksi formasi<br />Sublimasi dan kecen- derungan kasih sayang Berkembangnya perasaan–perasaan sosial<br />C. MASA REMAJA (ADOLESENCE PERIOD)<br />Late Genital Period <br />Hidup kembali daerah sensitif waktu masa kanak-kanak Mengurangi cara-cara waktu masa kanak-kanak Menyenangi diri sendiri (narcisism) atau objeck oediphus-nya <br />Objek pemuasannya mungkin diri sendiri/sejenis (homosexual) atau lain jenis (heterosexual)<br />Akhirnya, siap berfungsinya alat kelamin Munculnya cara orang dewasa memperoleh pemuasan <br />i. Perkembangan Emosional<br />Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya selalu melibatkan tiga variabel, yaitu : (1) rangsangan yang menimbulkan emosi (stimulus); (2) perubahan–perubahan fisiologis yang terjadi pada individu; dan (3) pola sambutan. Yang mungkin dirubah dan dipengaruhi adalah variabel yang kesatu (stimus) dan yang ketiga (respons), sedangkan variabel yang kedua merupakan yang tidak mungkin dirubah karena terjadinya pada individu secara mekanis. Terdapat dua dimensi emosional yang sangat penting untuk dipahami yaitu : (1) senang – tidak senang (suka-tidak suka); dan (2) intensitasnya (kuat-lemah). Bridges (Loree, 1970) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak, sebagai berikut :<br /><br /><br />Usia Ciri-Ciri<br />Pada saat dilahirkan Bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur)<br />0 - 3 bln Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya<br />3 – 6 bln Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan<br />9 – 12 bln Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang <br />18 bulan pertama Kecemburuan mulai berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang<br />2 th Kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan <br />5 th Ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa sedangkan kesenangn berdiferensiasi ke dalam harapan dam kasih sayang <br />j. Perkembangan Kepribadian<br />Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. <br />Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar :<br />1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.<br />2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia ga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.<br />3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.<br />4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.<br />5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan–kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.<br />6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.<br />7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity – stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.<br />8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.<br />Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : <br />Developmental Stage Basic Components<br />Infancy <br />Early childhood<br />Preschool age<br />School age<br />Adolescence<br />Young adulthood<br />Adulthood<br />Senescence Trust vs Mistrust<br />Autonomy vs Shame, Doubt<br />Initiative vs Guilt<br />Industry vs Inferiority<br />Identity vs Identity Confusion<br />Intimacy vs Isolation<br />Generativity vs Stagnation<br />Ego Integrity vs Despair<br />k. Perkembangan Karier<br />Perkembangan karier sangat erat kaitannya dengan pekerjaan seseorang. Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba atau secara kebetulan, namun merupakan suatu proses panjang dari tahapan perkembangan karier yang dilalui sepanjang hayatnya, mulai dari usaha memperoleh kesadaran karier, eksplorasi karier, persiapan karier hingga sampai pada penempatan kariernya. <br />Tylor & Walsh (1979) menyebutkan bahwa kematangan karier individu diperoleh manakala ada kesesuaian antara perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada umur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku karier yaitu segenap perilaku yang ditampilkan individu dalam usaha menyiapkan masa depan untuk memperoleh kematangan kariernya.<br />Selanjutnya, berkenaan dengan tahapan perkembangan karier, Zunker (Popon Sy. Arifin,1983) mengemukakan lima tahapan perkembangan karier individu, sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :<br />Tahap Ciri-Ciri Usia<br />Growth Development of capacity, attitudes, interest, and needs associated with self concept (birth -14 or 15)<br />Exploratory Tentative phase in which choices are narrowed but not finalized (15 – 24)<br />Establishment Trial and stabilization trhough work experiences (25 – 44)<br />Maintenance A continual adjustment process to improve working position and situation (45 – 64)<br />Decline Preretirement consideration, work out put, and eventual retirement. (65 - …)<br /><br />5. Tugas – Tugas Perkembangan Individu<br />Salah satu prinsip perkembangan bahwa setiap individu akan mengalami fase perkembangan tertentu, yang merentang sepanjang hidupnya fase-fase perkembangan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini :<br /><br /><br />Masa Dewasa :<br />Masa Tua<br />Tengah Baya <br />Masa Dewasa Awal <br />Masa Remaja (Adolesence) :<br />(1) Late Adolesence (18 – 21 th)<br />(2) Early Adolesence (16 – 17 th) <br />(3) Pre Adolesence (11 – 13 th)<br />Masa Kanak-Kanak (2 th – Remaja)<br /> Masa Bayi (2 Minggu s.d. 2 th) <br /> Masa Orok (10 –14 hari)<br /> Masa Konsepsi (Pranatal) (0-9 bln)<br /><br />Pada setiap fase perkembangan menuntut untuk tertuntaskannya tugas-tugas perkembangan. Tugas–tugas perkembangan ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang seyogyanya dikuasai sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst (1961) memberikan pengertian tugas-tugas perkembangan bahwa : “ A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, succesful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disaproval by society, difficulty with later task. <br />Tugas perkembangan bersumber pada faktor – faktor : (1) kematangan fisik; (2) tuntutan masyarakat secara kultural; (3) tuntutan dan dorongan dan cita-cita individu iru sendiri; dan (4) norma-norma agama. <br />Pendidikan sebagai upaya sadar untuk mengantarkan individu mencapai kedewasaan. Yang dimaksud dengan kedewasaan adalah dapat terpenuhinya tugas-tugas perkembangan, sehingga dapat bertindak wajar sesuai dengan tingkat usianya. Oleh karena itu segenap proses pendidikan seyogyanya diarahkan untuk tercapainya tugas-tugas perkembangannya para peserta didik.<br />Di bawah ini dikemukakan tugas-tugas perkembangan dari setiap fase menurut Havighurst. <br />a. Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)<br />1. Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.<br />2. Belajar memakan makan padat.<br />3. Belajar berbicara.<br />4. Belajar buang air kecil dan buang air besar.<br />5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.<br />6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.<br />7. Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.<br />8. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.<br />9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati.<br />b. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)<br />1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.<br />2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.<br />3. Belajar bergaul dengan teman sebaya.<br />4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.<br />5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.<br />6. Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.<br />7. Mengembangkan kata hati.<br />8. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.<br />9. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial. <br />c. Tugas Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0)<br />1. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.<br />2. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.<br />3. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.<br />4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.<br />5. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.<br />6. Memilih dan mempersiapkan karier.<br />7. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.<br />8. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.<br />9. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.<br />10. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.<br />d. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal<br />1. Memilih pasangan.<br />2. Belajar hidup dengan pasangan.<br />3. Memulai hidup dengan pasangan.<br />4. Memelihara anak.<br />5. Mengelola rumah tangga.<br />6. Memulai bekerja.<br />7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.<br />8. Menemukan suatu kelompok yang serasi.<br />Sementara itu, Depdiknas (2003) memberikan rincian tentang tugas perkembangan masa remaja untuk usia tingkat SLTP dan SMTA, yang dijadikan sebagai rujukan Standar Kompetensi Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, yaitu :<br /><br /><br /><br />a. Tugas Perkembangan Tingkat SLTP<br />1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.<br />2. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.<br />3. Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita.<br />4. Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.<br />5. Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.<br />6. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.<br />7. Mengenal gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi.<br />8. Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat dan minat manusia.<br />b. Tugas Perkembangan Peserta didik SLTA<br />1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa<br />2. Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita.<br />3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat<br />4. Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum, persiapan karir dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.<br />5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir<br />6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.<br />7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang berkehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.<br />8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual serta apresiasi seni.<br />9. Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai.<br /><br /><br /><br /><br /><br />6. Perkembangan Pada Masa Remaja<br />a. Pengetian dan Makna Masa Remaja<br />Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time.<br />Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini (sekitar 6 – 7 th) terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).<br />Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja : <br />1. Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.<br />2. Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.<br />3. Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.<br />4. Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.<br />5. G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).<br />b. Karakteristik Perilaku dan Pribadi Pada Masa Remaja<br />Dengan merujuk pada berbagai ciri-ciri dari aspek perkembangan individu sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, di bawah ini disajikan berbagai karakteristik perilaku dan masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Remaja Awal<br />(11-13 Th s.d.14-15 Th) Remaja Akhir<br />(14-16 Th.s.d.18-20 Th)<br />Fisik<br />1. Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat. 1. Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat.<br />2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang. 2. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.<br />3. Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki. 3. Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa.<br />Psikomotor<br />1. Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan. 1. Gerak gerik mulai mantap.<br />2. Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan. 2. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja.<br />Bahasa<br />1. Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing. 1. Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.<br />2. Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik. 2. Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.<br />Perilaku Kognitif<br />1. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. 1. Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif.<br />2. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.<br /> 2. Tercapainya titik puncak kedewasaan bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi.<br />3. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas. 3. Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya<br />Perilaku Sosial<br />1. Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer. 1. Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).<br /><br />2. Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi. 2. Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat.<br />Moralitas<br />1. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. 1. Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan.<br />2. Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. 2. Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.<br />3. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya. 3. Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasan- nya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya.<br />Perilaku Keagamaan<br />1. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. 1. Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya.<br />2. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. 2. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas<br />3. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup 3. Mulai menemukan pegangan hidup<br />Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian<br />1. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya 1. Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya.<br />2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat 2. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.<br /><br /><br />3. Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba. 3. Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya.<br />4. Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya. 4. Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa.<br /><br />c. Problema pada Masa Remaja<br />Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema tertentu bagi si remaja. pabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. <br />Problema yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :<br />1. Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.<br />Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual. <br />2. Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa. <br />Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.<br />3. Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan. <br />Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.<br />4. Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.<br />Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. <br />Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak. Upaya untuk memfasilitasi perkembangan remaja menjadi amat penting. Dalam hal ini, peranan orang tua, sekolah, serta masyarakat sangat diharapkan.<br /> <br />D. Latihan<br />Soal :<br />Pilihan Ganda :<br />Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) ! <br />1. Perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya.<br />a. Perkembangan bersifat progresif.<br />b. Perkembangan bersifat sistematis<br />c. Perkembangan berkesinambungan.<br />d. a, b dan c benar<br />2. Di bawah ini merupakan ciri-ciri umum perkembangan individu, kecuali :<br />a. Terjadinya perubahan dalam proporsi.<br />b. Diperolehnya tanda-tanda baru<br />c. Setiap individu menjadi lebih matang.<br />d. Lenyapnya tanda-tanda yang lama. <br />3. Ahli yang mengelompokkan tahapan perkembangan berdasarkan pendekatan didaktis.<br />a. Rosseau<br />b. Kretschmer<br />c. Piaget<br />d. Elizabeth Hurlock<br />4. Menurut Lovenger, tahapan perkembangan tertinggi untuk siswa tingkat SMTA, yaitu :<br />a. Konformistik<br />b. Seksama<br />c. Individualistik<br />d. Otonomi<br />5. Perkembangan fisik yang sangat pesat terjadi pada masa :<br />a. bayi (0-2 th), kanak-kanak (2-7 th) dan sekolah (7-12 th).<br />b. bayi (0-2 th), kanak-kanak (2-7 th) dan remaja (12-20 th).<br />c. kanak-kanak (2-7 th) dan remaja (12-20 th)<br />d. bayi (0-2 th) dan remaja (12-20 th).<br />6. Perkembangan psikomotorik utama yang harus dikuasai pada masa bayi dan masa kanak-kanak :<br />a. Merangkak dan memegang<br />b. Memegang dan berjalan <br />c. Berjalan dan berbicara<br />d. Memegang dan berbicara <br />7. Pola urutan perkembangan bahasa adalah : <br />a. Meraban, bicara monolog, gemar bertanya, bahasa ekspresif, haus nama-nama.<br />b. Meraban, bicara monolog, gemar bertanya, haus nama-nama,. membuat kalimat sederhana, bahasa ekspresif.<br />c. Meraban, bicara monolog, haus nama-nama, gemar bertanya, membuat kalimat sederhana, dan bahasa ekspresif.<br />d. Meraban, bicara monolog, gemar bertanya, bahasa ekspresif, haus nama-nama, membuat kalimat sederhana.<br />8. Kemampuan kognitif anak sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa, namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya.<br />a. Tahap Sensori-Motor <br />b. Tahap Pra-Operasional <br />c. Tahap Konkret-Operasional <br />d. Tahap Formal-Operasional <br />9. Perkembangan perilaku sosial yang ditandai dengan usaha untuk membandingkan aturan – aturan, terjadi pada masa :<br />a. Kanak-Kanak Awal (0–3 th) <br />b. Kanak – Kanak Akhir (4–6 th)<br />c. Anak Sekolah (6–12 th)<br />d. Remaja Awal (13–16 th)<br />10. Tahap perkembangan moralitas yang ditandai dengan orientasi mengenai anak yang baik dan mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.<br /><br /><br />a. Pre Conventional <br />b. Conventional <br />c. Post Conventional<br />d. Non Conventional<br />11. Perkembangan penghayatan keagamaan pada masa kanak-kanak ditandai oleh adanya :<br />a. Sikap negatif yang disebabkan melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura).<br />b. Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic. <br />c. Pandangan ke-Tuhan-an yang kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan.<br />d. Penghayatan rohaniah yang skeptik, sehingga enggan melaksanakan ritual. <br />12. Perkembangan emosi pada usia 0-3 bulan ditandai oleh adanya :<br />a. Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya.<br />b. Kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur)<br />c. Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan.<br />d. Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang.<br />13. Perkembangan kepribadian yang ditandai oleh adanya dorongan untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, terjadi pada masa :<br />a. Infancy<br />b. Early Childhood<br />c. Pre-Schoolage<br />d. Adolescence.<br />14. Perkembangan karier yang ditandai oleh adanya proses penyesuaian yang berkesinambungan untuk meningkatkan posisi dalam pekerjaan, terjadi pada tahap:<br />a. Growth <br />b. Exploratory<br />c. Establishment<br />d. Maintenance<br />15. Perkembangan fisik pada masa remaja awal ditandai oleh adanya:<br />a. Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat.<br />b. Proporsi ukuran tinggi dan berat badan seringkali kurang seimbang.<br />c. Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.<br />d. a, b, dan c benar<br />16. Perkembangan perilaku motorik pada masa remaja awal ditandai oleh adanya :<br />a. Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.<br />b. Jenis dan jumlah cabang permainan lebih selektif.<br />c. Gerak gerik mulai mantap.<br />d. a, b, dan c benar.<br />17. Perkembangan perilaku sosial pada masa remaja awal ditandai oleh adanya :<br />a. Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).<br />b. Kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.<br />c. Menarik diri dari lingkungan sosialnya.<br />d. Berupaya mempelajari norma-norma yang berlaku di lingkungan sosialnya.<br />18. Perkembangan perilaku moralitas pada masa remaja akhir ditandai oleh adanya :<br />a. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.<br />b. Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan..<br />c. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.<br />d. Dengan sikap dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.<br />19. Ciri-ciri Perkembangan perilaku keagamaan pada masa remaja awal, kecuali :<br />a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.<br />b. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.<br />c. Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam.<br />d. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.<br />20. Di bawah ini merupakan ciri perkembangan konatif pada masa remaja awal.<br />a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya. <br />b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat.<br />c. Kecenderungan-kecenderungan arah sikap dan nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba. <br />d. Masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.<br />Uraian <br />1. Apa yang dimaksud dengan tugas perkembangan ?<br />2. Jelaskan tugas-tugas perkembangan individu pada masa remaja ! Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan ?<br />3. Jelaskan problema-problema yang terjadi pada masa remaja ! dan bagaimana pula peran orang tua, guru serta masyarakat dalam upaya mencegah timbulnya berbagai prolema pada remaja ?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />A. Tujuan :<br />Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : <br />1. Mendefinisikan belajar dan pengelolaan kelas.<br />2. Mengidentifikasi ciri-ciri belajar, bentuk-bentuk perubahan perilaku sebagai hasil belajar, pendekatan - pendekatan pembelajaran, masalah-masalah dalam pengelolaan kelas.<br />3. Menjelaskan secara skematik tentang perubahan perilaku dan pribadi yang terjadi dari proses belajar, peran dan kompetensi guru.<br />4. Menerapkan berbagai pendekatan dalam mengatasi masalah pengelolaan kelas.<br /><br />B. Pokok Bahasan <br />1. Hakekat Belajar.<br />2. Teori-Teori Pokok Belajar.<br />3. Pembelajaran<br />4. Peran dan Kompetensi Guru<br />5. Pengelolaan Kelas.<br /><br />C. Intisari Bacaan<br />1. Hakekat Belajar<br />Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ? <br />Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :<br /> Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.<br /> Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.<br /> Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.<br /> Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi” <br /> Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.<br /> Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”<br />Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : <br />a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). <br />Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. <br />Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. <br />b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).<br />Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.<br />c. Perubahan yang fungsional.<br />Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.<br /><br /><br />d. Perubahan yang bersifat positif.<br />Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.<br />e. Perubahan yang bersifat aktif.<br />Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya. <br />f. Perubahan yang bersifat pemanen.<br />Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. <br />g. Perubahan yang bertujuan dan terarah.<br />Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.<br />h. Perubahan perilaku secara keseluruhan. <br />Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”. <br />Belajar merupakan suatu proses, terjadinya perubahan perilaku diperoleh tidak secara tiba-tiba, tetapi melalui berbagai tahapan dan kegiatan yang harus ditempuh individu. Di Vesta dan Tompson dalam Abin Syamsuddin (2003:157) menggambarkan perubahan perilaku atau pribadi yang terjadi dari suatu proses belajar seperti tampak dalam bagan berikut:<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Contoh 1 : <br />Mahasiswa X belajar akan mempelajari tentang “Teori-Teori Belajar” dalam perkuliahan Psikologi Pendidikan pada semester 1. Pada awalnya dia tidak memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang “Teori-Teori Belajar” (Pre learning), namun setelah dia membaca dan mengkaji buku dan berlatih mempraktekan “Teori-Teori Belajar” dalam kegiatan simulasi (Learning Experience), maka dalam dirinya telah bertambah kemampuannya, dengan bertambah pengetahuan, sikap keterampilannya tentang “Teori-Teori Belajar” (Post Learning).<br />Contoh 2 : <br />Mahasiswa Y akan mempelajari tentang “Metode-Metode Pembelajaran”, dalam perkuliahan Strategi Belajar Mengajar pada semester 2. Pada semester 1 dia telah menguasai tentang “Teori-Teori Belajar” yang akan mendasari penguasaan “Metode-Metode Pembelajaran” (Pre Learning). Setelah dia membaca dan mengkaji buku dan berlatih mempraktekan “Metode-Metode Pembelajaran” dalam kegiatan simulasi (Learning Experience), maka kemampuannya akan meningkat, dengan bertambah pengetahuan, sikap keterampilannya tentang “Metode-Metode Pembelajaran” (Post Learning).<br />Contoh 3 : <br />Mahasiswa Z memiliki kebiasaan merokok yang ingin dihilangkannya, lalu dia datang meminta bantuan dari konselor yang ada di kampus (PreLearning). Kemudian oleh konselor dia dilatih untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya,-- menggunakan teknik-teknik konseling tertentu-. Dengan tekun dan penuh kesungguhan dia mengikuti apa-apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya (Learning Experience). Akhirnya, dia dapat berhasil menghilangkan kebiasaan merokoknya (Post Learning).<br />Belajar terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong (motivasi) dan ada suatu tujuan yang ingin dicapai. Seberapa kuat motivasi belajar yang dimiliki individu, --khususnya motif berprestasi-- dan seberapa kuat komitmen individu terhadap tujuan belajarnya akan menentukan kualitas perubahan perilaku belajarnya. Misalnya, seorang mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia memiliki motivasi yang sangat kuat untuk menjadi yang terbaik (the best) di kelasnya. Begitu juga, dia memiliki komitmen yang kuat serta memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas, maka sangat mungkin mahasiswa tersebut akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan <br />Belajar juga merupakan bentuk pengalaman kehidupan melalui situasi nyata. Dalam belajar, individu memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh pengetahuan dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Selain itu, dalam belajar individu juga memperoleh berbagai pengalaman sosial melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. <br />Misalnya, mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan ingin memperoleh pengetahuan tentang “Keterampilan Pengelolaan Kelas”, lalu dia bersama-sama kawan-kawannya melakukan observasi langsung ke kelas. Dia dapat mengamati langsung bagaimana guru mempraktekkan berbagai pendekatan dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam pengelolaan kelas. Selain itu, dia juga memperoleh pengalaman bagaimana bekerjasama dengan temannya dan berkomunikasi dengan orang lain.<br />Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :<br />a. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya. <br />b. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.<br />c. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.<br />d. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. <br />e. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.<br />Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :<br />a. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar;<br />b. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi; <br />c. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar; <br />d. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat;<br />e. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why); <br />f. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan; <br />g. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir); <br />h. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu); <br />i. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.<br />Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya. (lihat tentang taksonomi perilaku individu pada Bab I) <br />2. Teori-Teori Pokok Belajar<br />Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi.Namun dalam kesempatan ini hanya akan dikemukakan lima jenis teori belajar saja, yaitu: (a) teori behaviorisme; (b) teori belajar kognitif menurut Piaget; (4) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (5) teori belajar gestalt.<br />a. Teori Behaviorisme <br />Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. <br />Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :<br />1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.<br />Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: <br />a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.<br />b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.<br />c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih. <br />2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov<br />Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : <br />a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.<br />b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. <br />3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner <br />Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :<br />a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.<br />b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.<br />Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.<br />4. Social Learning menurut Albert Bandura <br />Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.<br />Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan. <br />b. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget<br />Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.<br />Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :<br />1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.<br />2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.<br />3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.<br />4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.<br />5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.<br />c. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne<br />Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. <br />Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.<br />d. Teori Belajar Gestalt<br />Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu : <br />1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. <br />2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. <br />3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.<br />4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.<br />5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan <br />6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. <br />Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: <br />1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.<br />2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).<br />3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.<br />4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.<br />Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :<br />1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.<br />2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.<br />3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.<br />4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. <br />5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.<br />3. Pembelajaran.<br />Belajar tidak hanya berlangsung sekolah saja, namun juga dilaksanakan di rumah maupun masyarakat. Misalnya, seorang anak perempuan memiliki keterampilan bagaimana cara mencuci piring, memasak, menyeterikan baju, sopan santun berhadapan dengan orang tua dan sebagainya, biasanya lebih banyak diperoleh dari pengalaman belajarnya di rumah. <br />Orang tua memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik di rumah, sementara tuntutan kehidupan yang harus dipenuhi individu semakin tinggi, maka kegiatan belajar di sekolah dijadikan pilihan untuk mengembangkan perilaku dan pribadi individu dalam rangka memenuhi berbagai tuntutan kehidupan.<br />Berbeda dengan kegiatan belajar di rumah, kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah lebih bersifat formal, disengaja dan direncanakan, dengan bimbingan guru atau pendidik lainnya. Kegiatan belajar di sekolah ditandai dengan adanya interaksi antara atau pendidik dengan peserta didik, atau peserta didik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Interaksi pendidikan seperti itu biasa disebut pembelajaran. <br />Bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik di sekolah sangat ditentukan oleh pendekatan-pendekatan pembelajaran yang diberikan oleh guru. Secara garis besarnya, terdapat dua pendekatan pembelajaran, yaitu :<br />a. Pendekatan Ekspositorik adalah pendekatan yang bisa dijadikan pedoman dalam memilih metode yang sifatnya penyampaian informasi, termasuk metode ceramah dan sejenisnya. Pendekatan ini lebih berpusat kepada guru dan pada umumnya guru bertindak sebagai sumber informasi yang utama. <br />b. Pendekatan Heuristik yaitu yang bisa dijadikan pedoman dalam memilih metode yang sifatnya praktek, termasuk discovery-inquiry, eksperimen, observasi dan sejenisnya. Pendekatan ini lebih menekankan kepada aktivitas siswa dan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing untuk kepentingan belajar peserta didiknya.<br />4. Peran dan Kompetensi Guru <br />Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran dan kompetensi guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai : <br />a. konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; <br />b. inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; <br />c. transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; <br />d. transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; <br />e. organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).<br />Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup : <br />a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; <br />b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems). <br />c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.<br />Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).<br />Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent). <br />Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : <br />a. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; <br />b. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; <br />c. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; <br />d. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; <br />e. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; <br />f. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan <br />g. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.<br />Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai : <br />a. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; <br />b. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; <br />c. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; <br />d. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan <br />e. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.<br />Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai : <br />a. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; <br />b. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; <br />c. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; <br />d. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan <br />e. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.<br />a. Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran utama guru yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.<br />Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya. <br />Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.<br />Untuk meningkatkan profesionalisme guru di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang di dalamnya mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan profesi guru, diantaranya adalah berkenaan dengan kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan remunerasi guru. Berkenaan dengan kompetensi guru, dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan empat jenis kompetensi yang harus dikuasai guru yaitu : <br />a. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: <br />1. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;<br />2. pemahaman terhadap peserta didik; <br />3. pengembangan kurikulum/silabus; <br />4. perancangan pembelajaran;<br />5. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;<br />6. evaluasi hasil belajar; dan<br />7. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.<br />b. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang : <br />1. mantap; <br />2. stabil; <br />3. dewasa;<br />4. arif dan bijaksana; <br />5. berwibawa; <br />6. berakhlak mulia;<br />7. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; <br />8. mengevaluasi kinerja sendiri; dan<br />9. mengembangkan diri secara berkelanjutan.<br />c. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :<br />1. berkomunikasi lisan dan tulisan;<br />2. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;<br />3. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan <br />4. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.<br />d. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:<br />1. konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/ koheren dengan materi ajar; <br />2. materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; <br />3. hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; <br />4. penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan <br />5. kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional, <br />Sementara itu, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi yang seyogyanya dimiliki guru, yaitu :<br />a. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, dapat memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.<br />b. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan peserta didik, sesama guru, maupun masyarakat luas.<br />c. Kompetensi personal; memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.<br />Dengan jumlah yang berbeda namun esensinya sama, Moh. Surya (1997) mengetengahkan lima jenis kompetensi guru, meliputi : <br />a. Kompetensi profesional, yaitu berbagai kemampuan yang diperlukan untuk dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional . Kompetensi profesional meliputi aspek kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya, dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. <br />b. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan yang diperlukan oleh seorang guru agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.<br />c. Kompetensi personal, yaitu kualitas kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri.<br />d. Kompetensi intelektual, yaitu penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya sebagai guru.<br />e. Kompetensi spiritual, yaitu kualitas keimanan dan ketaqwaan sebagai seorang yang beragama. <br />Sebagai pembanding, National Board for Profesional Teaching Skill (NBPTS) merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, di dalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu: <br />a. Teachers are Committed to Students and Their Learning : <br />1. Penghargaan guru terhadap perbedaan individual peserta didik. <br />2. Pemahaman guru tentang perkembangan belajar peserta didik. <br />3. Perlakuan guru terhadap seluruh peserta didik secara adil, dan <br />4. Misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir peserta didik.<br />b. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students : <br />1. Apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain. <br />2. Kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran, <br />3. Mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path). <br />c. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning : <br />1. Penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran. <br />2. Menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan peserta didik. <br />3. Menilai kemajuan peserta didik secara teratur, dan <br />4. Kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.<br />d. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience : <br />1. Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik. <br />2. Guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.<br />e. Teachers are Members of Learning Communities: <br />1. Guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya. <br />2. Guru bekerja sama dengan tua orang peserta didik. <br />3. Guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.<br />Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas dalam bukunya Effective Schools and Effective Teachers, Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) memaparkan tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup : <br />a. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas, seperti : <br />1. Memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada peserta didik, dan ketulusan.<br />2. Memiliki hubungan baik dengan peserta didik<br />3. Secara tulus menerima dan memperhatikan peserta didik.<br />4. Menunjukkan minat dan enthusias yang tinggi dalam mengajar.<br />5. Mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok. <br />6. Melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran. <br />7. Mampu mendengarkan peserta didik dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan <br />8. Mmeminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.<br />b. Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen, seperti:<br />1. Memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi peserta didik yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar. <br />2. Mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.<br />c. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (reinforcement), yaitu : <br />1. Mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik.<br />2. Mampu memberikan respon yang membantu kepada peserta didik yang lamban belajar. <br />3. Mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan. <br />4. Mampu memberikan bantuan kepada peserta didik yang diperlukan.<br />d. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, antara lain: <br />1. Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif. <br />2. Mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran. <br />3. Mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.<br />5. Pengelolaan Kelas <br />Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa salah satu keterampilan yang harus dimiliki guru adalah keterampilan dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas. <br />Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :<br />a. Masalah Individual :<br />1. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).<br />2. Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)<br />3. Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).<br />4. helplessness (peragaan ketidakmampuan). <br />b. Masalah Kelompok :<br />1. Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.<br />2. Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.<br />3. Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.<br />4. “Membombong” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.<br />5. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.<br />6. Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. <br />7. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.<br />Berangkat dari teori-teori belajar sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan kelas, yaitu :<br />a. Behavior - Modification Approach (Behaviorism Apparoach)<br />Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi perilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif).<br />b. Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach)<br />Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik - guru dan atau peserta didik – peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim, sosio-emosional yang baik. <br />Dalam hal ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding). <br />Sedangkan Haim C. Ginnot mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, guru berusaha untuk membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku pelanggaran dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; serta mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian. <br />Hal senada dikemukakan William Glasser bahwa guru seyogyanya membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi; menganalisis dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan peserta didik agar committed terhadap rencana yang telah dibuat; memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.<br />Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat.<br />c. Group Process Approach<br />Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck menegemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan group proses, yaitu : (a) mutual expectations; (b) leadership; (c) attraction (pola persahabatan); (c) norm; (d) communication; (d) cohesiveness<br /><br /><br />D. Latihan :<br />Soal :<br />Pilihan Ganda <br />1. Di bawah ini merupakan hakekat belajar, kecuali : <br />a. Belajar sebagai usaha untuk memperoleh pengetahuan.<br />b. Belajar merupakan usaha individu, dari tidak tahu menjadi tahu.<br />c. Belajar merupakan usaha individu memperoleh perubahan perilaku.<br />d. Belajar merupakan kegiatan individu di sekolah untuk memperoleh pengetahuan <br />2. Di bawah ini merupakan ciri-ciri perubahan perilaku dari kegiatan belajar :<br />e. Perubahan yang bersifat intensional, kontinyu, positif, dan permanen <br />f. Perubahan yang bersifat fungsional, bertujuan dan terarah, <br />g. Perubahan yang bersifat aktif dan menyeluruh. <br />h. a, b dan c benar <br />3. Keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol merupakan bentuk perubahan perilaku dalam :<br />a. Informasi verbal<br />b. Kecakapan intelektual<br />c. Strategi kognitif<br />d. Sikap dan kecakapan motorik<br />4. Jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.<br />a. Law of Effect<br />b. Law of Readiness<br />c. Law of Exercise<br />d. Law of Respondent Conditioning <br />5. Teori belajar yang menganggap pentingnya imitation dan modelling dalam belajar.<br />a. Connectionism (S-R Bond)<br />b. Classical Conditioning <br />c. Social Learning <br />d. Operant Conditioning <br />6. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :<br />a. Pentingnya reinforcement dalam pembentukan perilaku individu<br />b. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.<br />c. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.<br />d. a, b, dan c benar.<br />7. Materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik merupakan salah satu aplikasi dalam pembelajaran yang dihasilkan dari teori belajar :<br />a. Behaviorisme<br />b. Gestalt<br />c. Kognitif<br />d. Pemrosesan Informasi<br />8. Pendekatan pembelajaran yang dianggap paling sesuai untuk pembentukan kompetensi peserta didik, adalah : <br />a. Ekspositorik<br />b. Heuristik<br />c. Discovery<br />d. Inquiry<br />9. Dapat menciptakan situasi belajar, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar merupakan peran guru sebagai :<br />a. Perencana Pembelajaran<br />b. Pelaksana Pembelajaran<br />c. Evaluator Pembelajaran<br />d. Fasilitator Pembelajaran<br />10. Kompetensi guru yang berhubungan dengan pemahaman perkembangan peserta didik, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.<br />a. Kompetensi akademik<br />b. Kompetensi personal <br />c. Kompetensi pedagogik<br />d. Kompetensi sosial<br />Uraian<br />1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan kelas ?<br />2. Jelaskan secara skematik tentang perubahan perilaku dan pribadi yang terjadi dari proses belajar !.<br />3. Sebagai guru, apa yang akan dilakukan jika di kelas menemukan:<br />a. siswa yang sedang asyik ngobrol dengan temannya.<br />b. para siswa kurang kompak dan selalu berisik.<br /><br /><br /><br /><br />A. Tujuan :<br />Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : <br />1. Mendefinisikan bimbingan dan konseling.<br />2. Mengidentifikasi fungsi, prinsip, asas, jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.<br />3. Menjelaskan peran kepala sekolah dan guru mata pelajaran dalam Bimbingan dan Konseling, orientasi baru, prosedur umum bimbingan dan konseling. bimbingan terhadap peserta didik bermasalah, proses konseling.<br />4. Menerapkan teknik – teknik dalam konseling.<br />5. Menganalisis kasus dan mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik. <br /><br />B. Pokok Bahasan <br />1. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling.<br />2. Peran Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas dalam Bimbingan dan Konseling.<br />3. Kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling.<br />4. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling.<br />5. Bimbingan terhadap Peserta Didik Bermasalah.<br />6. Proses dan Teknik Konseling.<br /><br />C. Intisari Bacaan<br />1. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling<br />a. Pengertian Bimbingan dan Konseling<br />Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : “ showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat). <br />Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.<br />Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :<br /> Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.<br /> Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of helping the individual to understand himself and his world so that he can utilize his potentialities. <br /> United States Office of Education (Arifin, 1978) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.<br /> Jones et.al. (1970) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.<br /> I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.<br /> Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”. <br /> Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.<br />Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa : <br /> Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.<br /> Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.<br />Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional. <br />Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan. <br />Untuk kepentingan penulisan ini, penulis akan menggunakan istilah Bimbingan dan Konseling sesuai dengan istilah formal yang saat ini dipergunakan dalam sistem pendidikan nasional. <br />b. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling<br />Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5 hingga 10 (5% - 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan konseling sebagai “keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru pembimbing.<br />Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan pendekatan preventif. . <br />Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan dan konseling, yaitu :<br />1. Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.<br />2. Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya sendiri.<br />3. Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup mengembangkan diri dan potensinya.<br />4. Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling. <br />Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan dan konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah akan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta didik yang bermasalah saja. <br />c. Fungsi Bimbingan dan Konseling <br />Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu: <br />1. Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan kondisi peserta didik, orang tua, guru pembimbing; (2) lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah; dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama nilai-nilai oleh peserta didik. <br />2. Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.<br />3. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.<br />4. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.<br />5. Pemeliharaan dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.<br />d. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :<br />Sejumlah prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. <br />Prinsip-prinsip tersebut adalah : <br />1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial; (b) memperhatikan tahapan perkembangan; (c) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.<br />2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu; (a) menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.<br />3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a) bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.<br />4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a) diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.<br />e. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling<br />Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. <br />Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali. <br />Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah : <br />1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin, <br />2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.<br />3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.<br />4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.<br />5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik. <br />6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.<br />7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.<br />8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.<br />9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.<br />10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.<br />11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.<br />12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.<br /><br /><br />2. Peranan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas dalam Bimbingan dan Konseling<br />Dalam kurikulum 2004, secara tegas dikemukakan bahwa : “Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier”. Dengan adanya kata “kewajiban”, maka setiap sekolah mutlak harus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. <br />Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah , guru mata pelajaran dan wali kelas. <br />Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. <br />Secara garis besarnya, peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, sebagai berikut :<br />a. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.<br />b. Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.<br />c. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.<br />d. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling Di sekolah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.<br />e. Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.<br />Sedangkan, peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :<br />a. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa<br />b. Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.<br />c. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing<br />d. Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang menuntut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).<br />e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.<br />f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.<br />g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.<br />h. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.<br />Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :<br />a. membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;<br />b. membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya;<br />c. membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;<br />d. berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan<br />e. mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing.<br />Berkenaan peran guru mata pelajaran dan wali kelas dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. <br />3. Kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling <br />Kegiatan layanan merupakan kegiatan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Sedangkan kegiatan pendukung merupakan kegiatan untuk menopang terhadap keberhasilan layanan yang diberikan.<br />Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung. Namun sangat mungkin ke depannya akan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan maupun kegiatan pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan dua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun, kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem pendidikan.<br />Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam pendidikan nasional.<br />a. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling<br />1. Layanan Orientasi; Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman. <br />2. Layanan Informasi; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.<br />3. Layanan Pembelajaran; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.<br />4. Layanan Penempatan dan Penyaluran; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.<br />5. Layanan Konseling Perorangan; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.<br />6. Layanan Bimbingan Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan <br />7. Layanan Konseling Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi. <br />b. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling <br />Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, kiranya perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu : <br />1. Aplikasi Instrumentasi Data; merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan. <br />2. Himpunan Data; merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. <br />3. Konferensi Kasus; merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.<br />4. Kunjungan Rumah; merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.<br />5. Alih Tangan Kasus; merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.<br />4. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling<br />Secara umum, prosedur bimbingan dan konseling dapat ditempuh melalui prosedur seperti tampak dalam bagan berikut : <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />a. Identifikasi kasus; merupakan upaya untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni : <br />1. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.<br />2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.<br />3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.<br />4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.<br />5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial<br />b. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality. Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama, nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu senggang.<br />c. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya. <br />d. Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.<br />e. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.<br />f. Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik. <br />Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu : <br />1. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;<br />2. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan<br />3. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya. <br />Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:<br />1. Peserta didik telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.<br />2. Peserta didik telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.<br />3. Peserta didik telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).<br />4. Peserta didik telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).<br />5. Peserta didik telah menurun penentangan terhadap lingkungannya<br />6. Peserta didik mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.<br />7. Peserta didik telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.<br />5. Bimbingan terhadap Peserta Didik Bermasalah<br />Bimbingan terhadap peserta didik bermasalah tetap menjadi perhatian bimbingan dan konseling, namun perlu diingat bahwa tidak semua masalah peserta didik harus ditangani oleh Guru Pembimbing (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :<br /><br /><br /><br /><br /><br />a. Masalah (kasus) ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.<br />b. Masalah (kasus) sedang, seperti : gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru pembimbing (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.<br />c. Masalah (kasus) berat, seperti : gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, peserta didik hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus. <br />6. Proses Konseling dan Teknik-Teknik Konseling <br />Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling. <br />Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.<br />a. Proses Konseling <br />Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).<br />1. Tahap Awal<br />Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :<br />a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).<br />Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.<br />b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.<br />Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien. <br />c. Membuat penaksiran dan perjajagan<br />Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.<br />d. Menegosiasikan kontrak<br />Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi : <br />1. Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan.<br />2. Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien.<br />3. Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.<br />2. Tahap Inti (Tahap Kerja)<br />Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :<br />a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.<br />Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.<br />b. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.<br />Hal ini bisa terjadi jika :<br />1. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.<br />2. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.<br />c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.<br />Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.<br />3. Tahap Akhir (Tahap Tindakan)<br />Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :<br />a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling<br />b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.<br />c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).<br />d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya<br />Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;<br />a. Menurunnya kecemasan klien<br />b. Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.<br />c. Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.<br />d. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.<br />b. Teknik-Teknik Konseling<br />Dalam konseling perorangan terdapat dua jenis teknik yang biasa dilakukan, yaitu : (1) teknik umum dan (2) teknik khusus.<br />1. Teknik Umum<br />Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :<br />a. Perilaku Attending<br />Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat : <br />1. Meningkatkan harga diri klien.<br />2. Menciptakan suasana yang aman<br />3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.<br />Contoh perilaku attending yang baik :<br />1. Kepala : melakukan anggukan jika setuju<br />2. Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum<br />3. Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.<br />4. Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan. <br />5. Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.<br />Contoh perilaku attending yang tidak baik :<br />1. Kepala : kaku<br />2. Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.<br />3. Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.<br />4. Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.<br />5. Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.<br />b. Empati<br />Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.<br />Terdapat dua macam empati, yaitu : <br />a. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.<br />Contoh ungkapan empati primer :<br />” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”.<br />” Saya dapat memahami pikiran Anda”.<br />” Saya mengerti keinginan Anda”.<br />b. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. <br />Contoh ungkapan empati tingkat tinggi :<br />”Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan <br /> saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.<br /><br /><br /><br /><br />c. Refleksi<br />Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu : <br />1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.<br />Contoh :<br />” Tampaknya yang Anda katakan adalah ....”<br />” Barangkali Anda merasa....”<br />” Hal itu rupanya seperti ...(kiasan)”<br />” Adakah yang Anda maksudkan...”<br />2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.<br />Contoh :<br /> ” Tampaknya yang Anda katakan...”<br />” Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”<br />” Adakah yang Anda maksudkan...”<br />3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.<br />Contoh :<br /> ” Tampaknya yang Anda katakan suatu...”<br />” Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”<br />” Adakah yang Anda maksudkan peristiwa...”<br />d. Eksplorasi<br />Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. <br />Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu : <br />1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.<br />Contoh :<br />” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ....”<br />” Saya kira rasa sedih Anda sangat mendalam. Dapat Anda kemukakan lebih lanjut ?”<br />2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.<br />Contoh :<br />” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”<br />” Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu baik. Dapatkah Anda menguraikannya lebih lanjut ? <br />3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. <br />Contoh :<br />” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”<br />e. Menangkap Pesan (Paraphrasing)<br />Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor. <br />Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien. <br />Contoh dialog :<br />Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”<br /> Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.” <br />f. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)<br />Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.<br />Contoh :<br />” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”<br />” Bagaimana perasaan Anda saat ini ?”<br />” Dapatkah Anda mengemukakan hal itu lebih lanjut ?”<br />g. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)<br />Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.<br />Contoh dialog :<br />Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.<br />Konselor : ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.<br />Klien : ” Empat ”<br />Konselor : ” Sekarang berapa ? ”<br />Klien : ” Sebelas ”<br />h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)<br />Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien.Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh..., ya...., lalu..., terus....dan... <br />Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.<br />Contoh dialog :<br />Klien : ” Saya putus asa... dan saya nyaris... ”<br /> (klien menghentikan pembicaraan)<br />Konselor : ” ya...”<br />Klien : ” nekad bunuh diri”<br />Konselor : ” lalu...”<br />i. Interpretasi <br />Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.<br />Contoh dialog :<br />Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”<br />Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.<br />j. Mengarahkan (Directing)<br />Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.<br />Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.” <br />Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.” <br />k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)<br />Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.<br />Contoh :<br />” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”<br />l. Memimpin (leading)<br />Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .<br />Contoh dialog :<br />Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”<br />Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”<br />m. Fokus <br />Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :<br />” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.<br />Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya : <br />1. Fokus pada diri klien. <br />Contoh : <br />” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.<br /> ” Tampaknya Anda berjuang sendirian”<br />2. Fokus pada orang lain. <br />Contoh : <br />” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?” <br /><br />3. Fokus pada topik. <br />Contoh : <br />” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.<br />4. Fokus mengenai budaya. <br />Contoh: <br />” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”<br />n. Konfrontasi <br />Yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah : (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya. <br />Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1) memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;(2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.<br />Contoh dialog :<br />Klien : ” Saya baik-baik saja”. <br />(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”<br />Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”<br />”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.<br />o. Menjernihkan (Clarifying) <br />Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah : (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.<br />Contoh dialog :<br />Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”<br />Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”<br />p. Memudahkan (facilitating)<br />Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas<br />Contoh : <br />” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”<br />q. Diam<br />Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-belit; (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.<br />Contoh dialog :<br />Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”<br />Konselor :”..............” (diam)<br />Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu.. <br />Konselor :”..............” (diam)<br />r. Mengambil Inisiatif<br />Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.<br />Contoh: <br />” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”.<br />s. Memberi Nasehat<br />Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.<br />Contoh respons konselor terhadap permintaan klien :<br />” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”<br />t. Pemberian informasi<br />Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.<br />Contoh : <br />” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.<br />u. Merencanakan<br />Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.<br />Contoh : <br />” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”<br />v. Menyimpulkan<br />Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.<br />2. Teknik-Teknik Khusus<br />Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya<br />Di bawah disampaikan beberapa teknik – teknik khusus konseling, yaitu : <br />a. Latihan Asertif<br />Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.<br />b. Desensitisasi Sistematis<br />Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. <br />c. Pengkondisian Aversi<br />Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.<br />d. Pembentukan Perilaku Model<br />Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.<br />e. Permainan Dialog <br />Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :<br />1. Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.<br />2. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.<br />3. Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.<br />4. Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.<br />5. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.<br />Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.<br />f. Latihan Saya Bertanggung Jawab <br />Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.<br />Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.<br />Misalnya : <br />“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”<br />“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan itu”.<br />“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”<br />Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.<br />g. Bermain Proyeksi<br />Proyeksi :<br /> Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya<br /> Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. <br />Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.<br />h. Teknik Pembalikan<br />Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.<br />Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.<br />i. Bertahan dengan Perasaan<br />Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.<br />Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.<br />Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.<br />j. Home work assigments, <br />Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.<br />k. Adaptive<br />Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.<br /><br />l. Bermain peran<br />Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.<br />m. Imitasi<br />Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.<br /><br />D. Latihan :<br />Soal :<br />1. Di bawah ini merupakan pengertian bimbingan dan konseling, kecuali :<br />a. Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.<br />b. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.<br />c. Bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi peserta didik.<br />d. Bimbingan dan konseling merupakan layanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.<br />2. Fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.<br />a. Pemahaman dan pencegahan<br />b. Pengembangan<br />c. Advokasi<br />d. Pengentasan<br />3. Prinsip bimbingan dan konseling berkenaan dengan sasaran layanan<br />a. Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri<br />b. Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.<br />c. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.<br />d. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri.<br />4. Di bawah ini merupakan beberapa asas yang harus dipenuhi dalam layanan bimbingan dan konseling,<br />a. kerahasiaan, sukarela, keterbukaan, keahlian<br />b. kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan<br />c. kenormatifan, alih tangan kasus, tut wuri handayani<br />d. a, b, dan c benar<br />5. Layanan bimbingan dan konseling yang memiliki fungsi pemahaman dan pencegahan.<br />a. Orientasi dan Informasi<br />b. Konseling Perorangan dan Konseling Kelompok<br />c. Pembelajaran dan Bimbingan Kelompok<br />d. Penempatan<br />6. Jenis layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya.<br />a. Orientasi <br />b. Informasi<br />c. Konseling Perorangan<br />d. Pembelajaran<br />7. Bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu, setiap layanan yang diberikan kepada peserta didik hendaknya didukung oleh :<br />a. Petugas bimbingan yang profesional<br />b. Data yang lengkap dan memadai<br />c. Bekerja sama dengan kalangan profesional lainnya<br />d. a, b, dan c benar<br />8. Tujuan dilaksanakan kegiatan konferensi kasus.<br />a. Mencari cara yang terbaik guna menyelamatkan kepentingan dan nama baik klien maupun sekolah.<br />b. Memperoleh keterangan yang lebih lengkap tentang klien dan membangun komitmen dari para peserta konferensi dalam rangka pengentasan masalah klien.<br />c. Membangun komitmen dari para peserta konferensi dalam rangka penegakan disiplin sekolah.<br />d. a, b, dan c benar<br />9. Kegiatan pendukung yang dilakukan guru atau konselor, apabila kasus yang ditangani berada diluar kemampuan atau kewenangannya.<br />a. Kunjungan rumah<br />b. Konferensi kasus<br />c. Alih tangan kasus<br />d. Aplikasi instrumentasi data<br />10. Penanganan peserta didik yang menunjukkan permasalahan atau perilaku menyimpang tingkat ringan, seperti bolos, berkelahi dengan teman, dapat dilakukan oleh :<br />a. Guru pembimbing/konselor<br />b. Guru dan wali kelas<br />c. Polisi<br />d. a, b dan c benar<br />11. Upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik.<br />a. Identifikasi kasus<br />b. Diagnosis<br />c. Prognosis<br />d. Treatment<br />12. Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap awal konseling, kecuali <br />a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).<br />b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.<br />c. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih.<br />d. Membuat penaksiran dan perjajagan<br />13. Contoh ungkapan penggunaan teknik konfrontasi :<br />a. ”Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”<br />b. ”Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. <br />c. ” Saya kira rasa sedih Anda sangat mendalam. Dapat Anda kemukakan lebih lanjut ? ”<br />d. ”Saya dapat memahami pikiran Anda”. <br />14. Teknik konseling dengan menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.<br />a. Aversi<br />b. Desensitisasi<br />c. Latihan asertif<br />d. Pembentukan Perilaku Model<br />15. Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.<br />a. Imitasi<br />b. Permainan dialog <br />c. Bermain peran<br />d. Home work assigments<br />Uraian<br />1. Jelaskan orientasi baru bimbingan dan konseling !<br />2. Jelaskan peran Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran dalam Bimbingan dan Konseling ! <br />3. Mengapa guru pembimbing (konselor) perlu menjaga kerahasiaan data klien ?<br />4. Analisis Kasus :<br />Fulan seorang siswa kelas XI SMA Negeri 1 Nunjauh Disana. Ketika dia masih duduk di bangku kelas VIII SMP, dia telah menjadi anak yatim dan semenjak itu dia hidup bersama dengan kakek-neneknya, dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Sementara itu, sang ibu sudah satu tahun ini pergi merantau ke Malaysia menjadi TKI di sana namun jarang memberi khabar apalagi memberi kiriman uang untuk anaknya.<br /><br />Berdasarkan catatan absensi yang ada di wali kelas, pada semester yang lalu dia sering tidak masuk sekolah, tanpa alasan yang jelas. Selama bulan Februari 2006, tercatat sudah tujuh hari dia tidak masuk kelas. Padahal ketika masih duduk di kelas X kehadirannya termasuk bagus. Berdasarkan informasi dari rekan sekelasnya, bahwa jika dia tidak masuk kelas, dia suka nongkrong di terminal. Bahkan Andi, kawan sekelasnya, pernah menyaksikan dia dalam keadaan teler di terminal dan sempat meminta paksa uang kepadanya.<br /><br />Dalam buku Laporan Pendidikan semester yang lalu, prestasi belajarnya sungguh sangat tidak memuaskan, hampir terjadi pada semua mata pelajaran, kecuali untuk Mata Pelajaran Kesenian, prestasinya malah jauh berada di atas kawan-kawannya. Ketika dia masih duduk dibangku SD, dia pernah meraih predikat sebagai Siswa Berprestasi se-Kecamatan Nunjauh Disana dan pernah menjadi Juara Pertama Lomba Nyanyi Anak-Anak se- Kabupaten Nun Jauh Disana.<br /><br />Melihat kondisi demikian, jika dibiarkan tentunya Fulan sangat beresiko tinggi untuk tidak naik kelas bahkan mungkin dikeluarkan dari sekolah.<br /><br />Tugas :<br /><br />Tuntaskan kasus tersebut di atas dengan memperhatikan dan menggunakan prinsip-prinsip dan prosedur bimbingan dan konseling !<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.<br />Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius<br />Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.<br />Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti<br />--------- 2003. Pedoman Penyelenggaraaan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA. Jakarta : Dirjen Dikdasmen. <br />E. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep,Karakteristik dan Implementasi.Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.<br />---------. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.<br />Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan Publishing.<br />H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.<br />Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book Company<br />Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung.<br />Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.<br />Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.<br />National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core Propositions. NBPTS Home Page. <http://www.nbpts.org/ standards/fivecore.html>. (Accessed, 31 Oct 2002).<br />Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.<br />----------, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.<br />Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta<br />Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia. <br />Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG<br />Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.<br />Sunaryo Kartadinata.2003. Inventori Tugas Perkembangan. Bandung : Lab. PPB-UPI Bandung <br />Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita. <br />Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.<br />www.puskur.go.id.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-19802196531055309842010-02-13T01:54:00.000-08:002010-02-13T02:11:36.231-08:00BELAJAR DAN PEMBELAJARANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. DASAR PEMIKIRAN <br />1. Latar Belakang Paedagogis<br />Upaya untuk meningkatkan mutu dan hasil pendidikan, mendorong UNESCO (1998 ) Mendeklarasikan empat pilar pembelajaran yaitu : ( 1 ) learning to know ( pembelajaran untuk tahu ); ( 2 ) learning to do ( pembelajaran untuk berbuat ); <br />( 3 ) learning to be ( pembelajaran untuk membangun jati diri ); ( 4 ) learning to live together( pembeljaran untuk hidup bersama secara harmonis ). Misi – misi ini khususnya learning to live together dalam bidang ilmu – ilmu sosial dan humaniora.<br /><br />2. Dasar Yuridis<br />Dalam undang – undang No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional Psal 40 Ayat 1 butir e dikemukakan bahwa : “ pendidikan dan tenaga kependidikan berhak memperoleh ‘ kesempatan menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas ‘.” Dalam Pasal 40 Ayat 2 butir a yang menyatakan bahwa pendidik berkewajiban “ menciptakan suasana yang bermakna, menyenagkan , kreatif, dinamis, dan diglogis “.<br /><br />B. VISI, MISI, TUJUAN, DAN BAHAN ISBD<br />Visi ISBD sebagai berikut : “ Mahasiswa selaku individu dan mahluk social yang beradap memiliki landasan pengetahuan, wawasan, serta keyakinan untuk bersikap keritis, peka, dan arif dalam menghadapi persoalan social dan budaya yang berkembang di masyarakat.”<br /> Sedangkan Misi ISBD adalah : <br />a. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan martabat manusia sebagai individu dan mahluk social dalam kehidupan masyarakat<br />b. Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hokum dan budaya sebagai landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesame manusia sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib, teratur dan sejahtera<br />c. Memberikan dasar-dasar untuk memahami masalah social dan budaya serta mampu bersikap keritis, analitis, dan responsive untuk memecahkan masalah tersebut secara arif di masyarakat<br />Nursyid Sumaatmadja ( 2002 : 107 ) Mengatakan bahwa : “ Pendidikan umum mempersiapkan generasi muda terlibat dalam kehidupan umum sehari-hari dalam kelompok mereka, yang merupakan unsur kesatuan budaya, berhubungan dengan seluruh kehidupan yang memenuhi kepuasan dalam keluarga, pekerjaan, sebagai warga negara, selaku umat yang terpadu serta penuh dengan makna kehidupan.” <br />Sedangkan Philip H. Phenik ( 1964 : 6-8 ) mengemukakan bahwa : “ Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan makna-makna yang esensial yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melalui perluasan dan pendalaman makna-makna tadi “ selanjutnya Phenik mengatakan ( dalam Nursyid S., 2002 : 109 ) Bahwa makna makna esensial yang melekat dalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola, yaitu Simbolik, Empirik, Estetik, Etik, dan Sinoptik.<br />Jika dikaji secara historis, studi sosial, dan studi kebudayaan memiliki tujuan yang beragam, yaitu : <br />1. Mendidik mahasiswa menjadi ahli dibidang ilmu<br />2. Tujuannya menumbuhkan warga Negara yang baik <br />3. Kompromi antara pendapat pertama dan kedua <br />ISBD harus merupakan : <br />a. Simplifikasi dan distalasi dari berbagai disiplin ilmu social dan budaya untuk kepentingan pendidikan ( Wesley, 64. hlm.3 )<br />b. Tujuannya merupakan “….a body of predigested and organized knowledge,…storehouse of knowledge,skills,specific virtues,the presumed product of research in the social sciences, to be transmitted to the student.”<br />c. Bahan peljaran harus merupakan sebagian dari hasil penelitian ilmu-ilmu social dan budaya yang dipilih dan diramu sehingga cocok untuk program pendidikan. <br /><br />C. PENTINGNYA PENDEKATAN INTERDISIPLIER DALAM ISBD<br />Penggunaan pendekatan multidisiplin dalam proses pembelajaran ISBD bias menggunakan pendekatan structural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau displin ilmu budaya digunakan sebagai alat untuk menkaji masalah, tetapi sistematika salah satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau analisisnya.<br />D. BEBERAPA ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN ISBD<br />Ceramah, Tanya jawab, dan diskusi tentu saja masih dipandang penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar – dasar ilmiah serta materi esensial yang menadi basic concept masalah yang akan di bahas, akan tetapi model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science technology and society, social action model, serta portofolio based learning sangat diperlukan untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO.<br />E. PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO<br />1. Pengertian<br />Istilah portofolio yang paling sering dikenal terdapat dilapangan pemerintahan, terutama ketika menunjuk pada menteri yang tidak membawahi suatu departemen, biasanya menteri seperti itu disebut menteri Negara atau minister without portofolio. “kegiatan social paedagogis “, yaitu collection of learning experience yang terdapat dalam pikiran serta didik baik yang berwujud pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Sedangkan sebagai model pembelajaran boediono ( 2001 ) mengatakan bahwa portofolio merupakan bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalaui pengalaman belajar praktik empiris.<br />2. langkah – langkah pembelajaran<br />Langkah pembelajaran berbasis portofolio ( D. Budimansyah, 2002 ) meliputi kegiatan sebagai berikut.<br />a. Mengidentifikasi masalah<br />b. Memilih masalah untuk kajian kelas<br />c. Mengumpulkan imformasi tentang masalah yang akan dikaji oleh kelas<br />d. Mengembangkan portofolio kelas<br />e. Penyajian portofolio ( show case )<br />f. Criteria penilaian portofolio<br /> <br />BAB II<br />MANUSIA DAN KEBUDAYAAN<br /><br />A. PENGERTIAN<br />Budaya adalah bentuk amak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :<br />1) E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hokum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.<br />2) R. Linton, Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsure pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.<br /><br />B. PERWUJUDAN KEBUDAYAAN<br />Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu :<br />1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, dan peraturan<br />2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat<br />3) Wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia<br /><br />C. SUBSTANSI ( ISI ) UTAMA BUDAYA<br />1. Sistem Pengetahuan<br />System pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhlik social merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami :<br />a. Alam sekitar;<br />b. Alam flora di daerah tempat tinggal;<br />c. Alam fauna di daerah tempat tinggal;<br />d. Zat – zat bahan mentah, dan benda – benda dalam lingkungannya;<br />e. Tubuh manusia;<br />f. Sifat – sifat dan tingkah laku manusia;<br />g. Ruang dan waktu;<br />2. Nilai<br />Nilai adalah sesuatu yang selalu diinginkan, dicita – citikan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.C. Kluchohn mengemukakan, bahwa yang menentukan orientasi nilai budaya manusia di dunia aalah lima dsar yang bersifat universall, yaitu :<br />a. Hakikat hidup manusia ( MH )<br />b. Hakikat karya manusia ( MK )<br />c. Hakikat waktu manusia ( MW )<br />d. Hakikat alam manusia ( MA )<br />e. Hakikat hubungan antar manusia ( MM )<br />3. Pandangan hidup<br />Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.<br />4. Kepercayaan<br />Kepercayaan yang mengandung arti yang lebih luas dari pada agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa.<br />5. Persepsi<br /> atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata – kata yang digunakan untuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan.<br /><br />D. SIFAT – SIFAT BUDAYA<br />Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain :<br />1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia<br />2. Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.<br />3. Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya<br />4. Budaya mencakup aturan – aturan yang berisikan kewajiban – kewajiban, tindakan – tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan – tindakan yang dilarang, dan tindakan – tindakan yang diizinkan<br />E. SISTEM BUDAYA<br />System kebudayaan suatau daerah akan menghasilkan jenis – jenis kebudayaan yang berbeda. Jenis kebudayaan ini dapat dikelompokkan menjadi :<br /> Kebudayaan material<br /> Kebudayaan non material<br />• Volkways ( norma kelazian )<br />• Mores ( norma kesusilaan )<br />• Norma hokum<br />• Mode ( fashion )<br />Kebudayaan dapat dilihat ari dimensi wujudnya adalah :<br />1. Sistem budaya<br />2. Sistem social<br />3. Sistem kebendaan<br /><br />F. MANUSIA SEBAGAI PENCIPTA DAN PENGGUNA KEBUDAYAAN<br />Tahap eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus – menerus ke dalam dunia melalaui aktivitas fisik dan mental, sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai :<br />1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya<br />2. Wadah untuk menyalurkan perasaan – perasaan dan kemampuan – kemampuan lain<br />3. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupn manusia<br />4. Pembeda manusia dan binatang<br />5. Petunjuk – petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berprilaku didalam pergaulan<br /><br />G. PENGARUH BUDAYA TERHADAP LINGKUNGAN<br />Beberapa vriabel yang berhubungan dengan masalahkebudayaan dan lingkungannya:<br /> Physcial Environment, menunjuk pada lingkungannya natural seperti : temperature, curah hujan, iklim, wilayah geografis, flora, dan fauna<br /> Cultural Social Environment, meliputi aspek – aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti : norm – norma, adapt istiadat, dan nilai – nilai<br /> Environmental Orientation and Representation, mengacu pada persepsi an kepercayaan kognitif yang berbeda – beda pada setiap masyarakat mengenai lingkungannya.<br /> Environmental Behavior and Procces, meliputi bagaimana masyarakat menggunakan lingkungannya dalam hubungan social<br /> Out Carries Product, meliputi hasil tidakan manusia seperti membangun rumah, komunitas, kota beserta usaha – usaha manusia dalam memodifikasi lingkungannya fisik seperti budaya pertanian dan iklim<br /><br />H. PROSES DAN PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN<br />Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia oleh karenanya kebudayaan mengalami perubahan dan perkembangannya sejalan dengan perkembangan manusia itu. Perkembangan kebudayaan terhadap dinamika kehidupan seseorang bersifat kompleks, dan memiliki eksistensi dan berkesinambungan dan juga menjadi warisan social.<br /><br />I. PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN<br />Beberapa Problematika Kebudayaan antara lain :<br />1. Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan system kepercayaan<br />2. Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut panang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan.<br />3. Hambatan budaya berkaitan dengan factor psikologi atau kejiwaan<br /><br />J. PERUBAHAN KEBUDAYAAN<br />Ada lima factor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu :<br />a. Perubahan lingkungan alam <br />b. Perubhan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain<br />c. Perubahan karena adanya penemuan ( discovery )<br />d. Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain<br />e. Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodiikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas.<br /> <br />BAB III<br />MANUSIA DAN PERADAPAN<br /><br />A. PENGERTIAN<br />Peradapan adalah seluruh kehidupan social, politik, ekonomi, dan tekhnik. Jadi peradapan adalah bidang kehidupan untuk kegunaan yang praktis, sedangkan kebudayaan ialah sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih dan murni yang berada di atas tujuan yang praktis hubungan kemasyarakatan.<br />Prof. Dr. Koentjaraningrat, peradapan ialah bagian-bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian. Peradapan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian-bagian atau unsure kebudayaan yang dianggap halus, indah, dan maju.<br /><br />B. HAKIKAT HIDUP MANUSIA<br />Kebudayaan itu dapat diterima dengan tiga bentuk :<br /> Melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan<br /> Melalui pengalaman hidup sebagai makhluk social<br /> Melalui komunikasi simbolis (benda, tubuh, gerak tubuh, peristiwa dan lain lagi yanh tahu sejenis)<br />Karena tiap kebudayaan berbeda namun pada dasarnya memiliki hakikat yang sama yaitu :<br /> Terwujud dan tersalurkan lewat prilaku manusia<br /> Sudah ad sejak lahirny generasi dan tetap ada setelah pengganti mati<br /> Diperlukan manusia yang diwujudkan lewat tingkah laku<br /> Berisi aturan yang berisi kewajiban, tindakan yang diterima atau tidak, larangan dan pantangan.<br /><br />C. PERADAPAN DAN PERUBAHAN SOSIAL<br />1. pengertian dan Cakupan Perubahan Sosial<br />Perubahan social merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat.Wilbert Moore memandang perubahan social sebagai “perubahan struktur social, pola perilaku, dan interaksi social”. Contoh perubahan social : perubahan peranan seorang istri dalam keluarga modern, perubahan kebudayaan contohnya : keluarga modern, perubahan kebudayaan contohnya: adalah penemuan baru seperti radio, televise, computer yang dapat memengaruhi lembaga-lembaga social.<br /><br />2. Teori dan Bentuk Perubahan Sosial<br />a. Teori sebab akibat (Causation Problem)<br />Beberapa factor dikemukakan oleh para ahli untuk menerangkan sebab-sebab perubahan social yang terjadi, beberapa pendekatan sebagai berikut :<br />1) Analisis Dialektis<br />2) Teori Tunggal Mengenai Perubahan Sosial<br />b. Teori proses atau arah perubahan social<br />Kebanyakan teori-teori mengenai arah perubahan social mempunyai kecenderungan yang bersifat kumulatif atau evolusiner.<br />D. TEORI – TEORI MENGENAI PEMBANGUNAN, KETERBELAKANGAN, DAN KETERGANTUNGAN<br />1. Teori Depedensi (Ketergantungan)<br />Pada umumnya memberikan gambaran melalui analisis dialektesis yaitu suatu analisis yang mengangap bahwa gejala-gejala social yang dapat diamati sehari-hari pasti mempunyai penyebab tertentu.<br />Bentuk-bentuk perubahan social menurut Soerjono Soekanto :<br />1. Perubahan yang terjadi secara lambat dn perubahan yang terjadi secara cepat<br />a. Perubahan secara lambat disebut evolusi.<br />b. Perubahan secara cepat disebut revolusi.<br />2. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil, dan perubahan yang pengaruhnya besar<br />a. Perubahan yang pengaruhnya kecil adalah perubahan pada unsure struktur social yang tidak bias membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat<br />b. Perubahan yang pengaruhnya besar seperti proses industrialisasi pada masyarakat agraris<br />3. Perubahan yang dikehendaki dari perubahan yang tak diinginkan<br />a. Perubahan yang dikehendaki adalah bila seseorang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin<br />b. Perubahan social yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang teradi tanpa jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat yang tidak diinginkan<br /><br />2. Peyebab Perubahan<br />a. Faktor intern<br />a. Bertanbahnya dan berkurangnya penduduk bertanbah dan berkurangnya penduduk yang sangat cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat<br />b. Adanya penemuan-penemuan baru yang meliputi berbagai proses, seperti di bawah ini :<br />• Discovery, penemuan unsure kebudayaan baru<br />• Invention, pengembangan dari discovery<br />• Inovasi, proses pembaruan <br />c. Konflik dalam masyarakat konflik (pertentangan) yang dimaksud adalah konflik antara individu dalam masyarakat, antarkelompok dan lain-lainnya<br />d. Pemberontakan dalam tubuh masyarakat misalnya : revolusi indonrsia 17 agustus 1945 mengubah struktur pemerintahan colonial menjadi pemerintah nasional dan berbagai perubahan struktur yang mengikutinya<br /><br />b. Faktor ekstern<br />a. Factor alam yang ad di sekitar masyrakat yang berubah <br />b. Pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki kebudayaan yang berbeda<br /><br />E. MODERNISASI<br />1. Konsep modernisasi<br />Modernisasasi masyarakat adalah suatu proses transformasi yang mengubah :<br /> Dibidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri yang besar, di mana produksi barang konsumsi dan sarana dibuat secara missal.<br /> Di bidang politik, dikatakan bahwa ekonomi yang modern memerlukan ada masyarakat nasional dengan integrasi yang baik<br />Modernisasi menurut Cyril Edwin Black yaitu rangkaian perubahan cara hidup manusia yang kompleks san saling berhubungan, merupakan bagian pengalaman yang universaldan yang dalam banyak kesempatan merupakan harapan bagi kesejahteraan manusia.<br /><br />2. Syarat - syarat modernisasi<br />Modernisasi dapat terwujud melalui beberapa syarat, yaitu :<br /> Cara berpikir ilmiah yang institionalized dalam kelas penguasa maupun masyarakat .hal ini mnghendaki system pendidikan dana pengajaran yang terencana dengan baik<br /> Sistem administrasi Negara yang baik yang benar-benar mewujudkan birokrasi <br /> Adanya system pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu atau lembaga tertentu <br /><br />3. Ciri – ciri modernisasi<br />Modernisasi merupakan salah satu modal kehidupan yang ditandai dengan ciri-ciri :<br /> Kebutuhan materi dan ajang persaingan kebutuhan manusia <br /> Kemajuan teknologi dan industrialisasi,individualisasi, sekularisasi, diverensisi, dan akulturasi<br /> Moderisasi banyak memberikan kemudahan bagi manusia<br /> Berkat jasanya, hampir semua keinginan manusia terpenuhi<br /><br /> <br />BAB IV<br />MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL<br /><br />A. INDIVIDU DAN MASYARAKAT<br />1. Manusia sebagai makhluk individu<br />Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individuum, artinya yang tak terbagi. Dalam bahasa inggris individu berasal dari kata in dan diviced, jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.seorang individu adalah perpaduan antara factor genotype dan fenotipe. Factor genotype adalah factor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan factor keturunan, di bawa individu sejak lahir.<br />2. Manusia sebagai makhluk social<br />Manusia dikatakan sebagai makhluk social, juga di karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan social (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk mencari kawan atau teman.<br />Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk social, karena beberapa alas an, yaitu :<br />1. Manusia tunduk pada aturan, norma social<br />2. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari oaring lain<br />3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain<br />4. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia<br /><br />3. Manusia sebagai makhluk yang berhubungan dengan lingkungan hidup<br /> Hubungan antara manusia dengan alam, pling tidak ada tiga paham, yaitu paham determinisme, paham posibilisme, dan paham optimisme teknologi. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menjadi dasar pesatnya kemajuan tekhnologi.<br /> <br />B. PENGERTIAN MASYARAKAT DAN CIRI-CIRINYA<br /> Dalam kehidupan sehari-hari istilah atau kata masyarakat sering muncul, seperti dalam contoh berikut ini :<br />a. Masyarakat sudah banyak berkorban untuk kepentingan PEMILU, sementara para anggota DPR malah bertengkar memperebutkan kedudukan.bandingkan dengan contoh berikut ini :<br />b. Rakyat sudah banyk berkorban untuk kepentingan PEMILU, sementara para anggota DPR malah bertengkar memperebutkan kedudukan.contoh lain seperti berikut ini.<br />c. Masyarakat kompleks perumahan tamansari indah bergotong royong membersihkan selokan.<br />Jadi ciri atau unsure masyarakat adalah :<br />1. Kumpulan orang<br />2. Sudah terbentuk dengan lama<br />3. Sudah memiliki system social atau struktur social tersendiri<br />4. Memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama<br /> Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1975:308) mengemukakan deinisi masyarakat sebagai “a society is that it is an organized collectivity of interacing people whose activies become centered around a set of common, and who tend to share common beliefs, attitudes, and of action.”<br />Unsure masyarakat berdasarkan definisi ini, adalah:<br />1. Kolektivitas interaksi manusia yang terorganisasi<br />2. Kegiatannya terarah pada sejumlah tujuan yang sama<br />3. Memiliki kecenderungan untuk memiliki keyakinan, sikap dan bentuk tindakan yang sama.<br /><br />Pengertian masyarakat setempat (Community) atau komunitas dan ciri-cirinya<br />Jadi unsure pertama dari komunitas ialah wilayah atau lokalitas. Suatu komunitas pasti mempunyai lokalitas atau setempat tinggal tertentu. Unsure yang kedua dari komunitas adalah perasaan saling ketergantungan atau saling membutuhkan. Perasaan bersama antara anggota masyarakat setempat tersebut di atas disebut community sentiment. Setiap community sentiment memiliki unsure :<br />1. Seperasaan<br />2. Sepenanggungan<br />3. Saling memerlukan<br /><br />C. MASYARAKAT DESA DAN KOTA<br />Kita sering mendengar jenis-jenis masyarakat, seperti masyarakat desa dan masyarakat kota. Desa dan kota memiliki perbedaan baik secara fisik maupun secara sosial<br />D. INTERAKSI SOSIAL DAN PELAPISAN SOSIAL<br />Berikut akan dibahas bagaiman interaksi social dan pelapisan social itu :<br />1. Interaksi Social<br />Interaksi adalah proses diman orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan.<br /> Menurut H. Booner dalam bukunya, social psychology, memberikan rumusan interaksi social, bahwa:” interaksi social adalah hubungan antara dua individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebalikny,”<br /> Menurut Gillin and Gillin (1954) yang menyatakan bahwa interaksi social adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok.<br /> Interaksi social merupakan hubungan timbale balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, antara individu dengan kelompok.<br /><br />a. Interaksi social sebagai factor utama dalam kehidupan<br />Interaksi social antar kelompok-kelompok manusia terjadi antar kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Interaksi social antar kelompok-kelompok terjadi antar kelompok lazim juga terjadi di dalam masyarakat. Imteraksi tersebut terjadi secara lebih mencolok, apabila terjadi pertentangan antara kepentingan-kepentingan orang perorangan dengan kepentingan-kepentingan kelompok.<br />Adapun factor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi social yaitu:<br />1) Faktor Imitasi<br />2) Faktor Sugesti<br />3) Actor Identifikasi<br />4) Faktor Simpati<br /><br />b. Syarat-syarat terjadinya Interaksi social<br />Untuk terjadinya suatu interaksi social diperlukan adanya syarat-syarat yang harus ad, yaitu :<br />1) Adanya kontak social (social contact)<br />2) Adnya komunikasi<br />Selain itu kontak social dapat terjadi dan berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :<br />a) Antara orang perorangan, misalnya anak kecil mempelajari kebiasaan didalam keluarganya<br />b) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok atau sebaliknya<br />c) Antara kelompok manusi dengan manusi lainnya, misalnya dua partai politik bekerja sama untuk mengalahkan partai politik ketiga di dalam pemilihan umum.<br />c. Bentuk-bentuk Interaksi social<br />Gillin and Gillin pernah menadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses social yang timbul sebagai akibat adanya interksi social, yaitu:<br />a) Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi<br />b) Proses Disosiatiff, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikaian<br />Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah :<br />1. Bentuk Interaksi Asosiatif Kerja sama (Cooperation)<br />Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama yaitu:<br /> Bargaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan asa antara dua organisasi atau lebih<br /> Cooperation, proses penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan<br /> Coalition, kombinasi antar dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama<br />Akomodasi (Accommodation)<br />Istilah akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antar orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma social dan nilai-nilai socialdan nilai-nilai social yang berlaku didalam masyarakat.<br />Adapun bentuk-bentuk dari akomodasi, di antaranya :<br /> Coercion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakannya karena adanya paksaan<br /> Compromise, suatu bentuk akomodasi, di man pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.<br /> Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan, tidak sanggup untuk mencapainya sendiri<br /> Mediation, hamper menyerupai arbitration diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada<br /> Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu persetujaun bersama<br /> Tolerantion, bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang ormil bentuknya<br /> Stelemate, merupakan suatu akomodasi diman pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangannya<br /> Adjudication, yaitu perselisihan perkara atau sengketa di pengadilan<br /><br />2. Bentuk Interaksi Disosiatif <br />Persaingan (Competition)<br />Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan.<br />Kontravensi (Contravention)<br />Kontravensi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan.<br />Pertentangan (Conflict)<br />pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok social yang berusaha untuk mencapai tujuanny dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan.<br />Pertentangan memiliki bentuk-bentuk yang khusus, antara lain:<br /> Pertentangan pribadi, pertentangan antar individu<br /> Pertentangan rasional, pertentangan yang timbul karena perbedaan ras<br /> Pertentangan kelas sosil, pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan antara kelas social<br /> Pertentangan politik, biasanya terjadi di antara partai-partai untuk memperoleh kekuasaan negara<br />E. STRATIFIKASI SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT<br />Setiap individu adalah anggota dari suatu kelompok tetapi tidak setiap warga dari suatu masyarakat hanya menjadi anggota dari satu kelompok tertentu,ia bias menjadi anggota lebih dari satu kelompok social, maka individu memiliki kemampuan untuk :<br />1) Menempatka diri, dan<br />2) Ditempatkan oleh orang lain dalam suatu lapisan social ekonomi tertentu, (laporan 1002:6)<br />Dalam kaitannya dengan stratifikasi social Max Weber menjelaskan stratifikasi social dalam tiga dimensi, yaitu :<br />1) Dimensi kekayaan<br />2) Dimensi kekuasaan<br />3) Dimensi prestise<br />Lebih jauh Webber dalam “Class, status, party” menjelaskan bahwa, sesuatu disebut kelas apabila:<br />1) Sejumlah orang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan hidup (life chance) mereka<br />2) Komponen ini secara ekslusi tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan<br />3) Hal ini terlihat dalam kondisi komoditas atau pasar tenaga kerja<br />Peter J. M. Nas dan Marrie V. Sande memberikan pengertian gaya hidup seperti berikut :<br />“Life style is more less conscious constructed but transitory frame of reference, created in relative liberty in relation to certain structural determinants to strengthen the individual identity of orce communication, which open possibility for interacting persons to follow a particular valued paterns of behavior and to attach specifict meaning to all sorts o objects and expressions.” (1982).<br />Study terhadap gaya hidup dari dua pendekatan atau dari dua arahan yang berbeda, yaitu:<br />1) Dengan mempertanyakan gya hidup dari mereka yang memiliki posisi sosioekonomi yng sama, atau<br />2) Ciri-ciri sosioekonomi yang bagaiman dari mereka yang memiliki gaya hidup yang sama.<br />a) Indikator untuk menentukan dimana tingkat seseorang berada, misalnya, dari tempat tinggalnya dan tipe rumah yang ditempatinya.<br />b) Sebagai penghargaan atas konsekuensi dari adanya ketidaksamaan dengan yang lain<br />c) Sebagai tekhnik untuk menetapkan keabsahan tingkat kehormatan seseorang mencari bentuk atau cara untuk pengabsahan bahwa dia telah berada pada level atau status yang baru.<br />Gaya hidup menyangkut banyak dimensi kehidupan, tetapi Nas dan Sande berusaha membuat suatu pengelompokkan dimensi gaya hidup dalam kelompok, yaitu :<br />1) Dimensi Morfologis<br />2) Hubungan social dan Jaringan Kerja<br />3) Penekanan Bidang Kehidupan (Dominan)<br />Seseorang dapat menekankan kehidupannya pada suatu bidang tertentu yang menjadi prioritasnya<br />4) Makna Gaya Hidup (Wordview)<br />Penilaian atau pemaknaan terhadap bidang-bidang kehidupan<br />5) Dimensi Simbolik (Style)<br />Symbol-simbol yang digunakan dalam hidupnya dimensi-dimensi gaya hidup di atas terlihat lebih mengandung nilai social, bentuk-bentuk hubungan social ini baik yang asosiatif ataupun yang disosiatif akan menimbulkan kelompok-kelompok social. <br />Bahwa adanya kelompok-kelompok social dalam stratifikasi karena adanya hubungan antara:<br />a) Kesesuaian penilaian seseorang yang berada pada kelompok tersebut dengan orang lain yang berada pada kelompok yang sama terhadap sesuatu yang penting bagi kelangsungan system yang mereka kembangkan<br />b) Atau juga masalah individu terhadap penilaian yang diberikan antara orang yang berada pada kelompok yang berbeda.(R. Bendix & Lipset, 1966:510-515)<br />Keberhasilan peniruan ini tergantung kepada:<br /> Kemampuan orang yang meniru, karena tidak semua gaya hidup dapat ditiru. Tetapi banyak yang tidak dapat dibeli dengan uang, melainkan melalui proses yang lama atau pengorbanan<br /> Penerimaan kelompok luar yang dijadikan kelompok acuan.<br /> Dalam posisi individu sudah keluar dari anggotaan suatu kelompok dan belum diterima sebagai anggota kelompok yang diacu, maka ia berada pada posisi pinggiran atau marginal man<br />Ada dua kemungkinan yang bias dilakukan, atau yang ia hadapi, yaitu:<br />Pertama: Apabila ia dapat mengafiliasikan dirinya dengan kelompok acuan dengan baik, ia akan berhasil<br />Kedua : Apabila kemungkinan di atas tidak terjadi (kurang mampu atau struktur kelompoknya ketat), maka ia akan kehilangan akar sosialnya (socially rootless)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />BAB V<br />MANUSIA NILAI MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA<br /><br />A. HAKIKAT NILAI MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA<br />1. Nilai dan moral sebagai materi pendidikan<br />Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, salah satu diantarnya adalah aksiologi, bidang ini disebut filsaat nilai, yang memiliki dua kajian utama yaitu estetika dan etika.<br />Begitu kompleksnya persoalan aksiologi (nilai), maka pembahasan makalah ini difokuskan hanya pada kawasan etika. Namun term etika pun memiliki makna yang bervariasi, Bertens (2001, hlm. 6) menyebutkan ada tiga jenis makna etika:<br />Pertama, : Etika bias dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.<br />Kedua : Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik.<br />Ketiga, : Etika mempunyai arti lagi ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika disini artinya sama dengan filsaat moral.<br /><br />2. Nilai moral antar padangan objektif dan subjektif manusia<br />Bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupn sehari-hari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan, bahkan nilai masuk ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama.<br />Pertama : Akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya, bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia, sebagai penilai.<br />Kedua : Memandang nilai itu subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai.<br />Nilai itu objektif atau subjektifnya bias dilihat dari dua kategori:<br />1. Apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai?<br />2. Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan niali pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita? (Frondizi, 2001, hlm. 19-24)<br />Dua pertanyaan ini dapat lebih dipertegas dengan pertanyaan :<br />1. Apakah kecenderungan, selera, kehendak akan menentukan nilai suatu objek?<br />2. Apakah suatu objek tadi diperhatikan, diinginkan karena memang memiliki nilai? ( Lasyo, 1990: hlm. 2)<br /><br />3. Nilai di antar kualitas primer dan kualitas sekunder<br />Menurut Frondizi (2001, hlm. 7-10) Kualitas dibagi dua:<br />1. Kualitas primer, yaitu kualitas dasar yang tanpa itu objek tidak dapat menjadi ada, seperti panjang dan beratnya batu sudah ada sebelum batu itu dipahat (menjadi patung misalnya)<br />2. kualitas Sekunder, yaitu kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindra seperti warna, rasa, baud an sebagainya.<br /><br />4. Metode menemukan dan hierarki nilai dalam pendidikan<br />Nilai itu memiliki polaritas dan hierarki, yaitu:<br />1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan negative yang sesuai (polaritas) seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.<br />2. Nilai tersusun secara hiererkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.<br />Berbeda dengan pendapat di atas, adalah pendapatnya Nicolas Rescher (1969,Hlm.14-19) yang menyatakan adanya 6 klasiikasi nilai,yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas : <br />1. Pengakuan, yaitu pengakuan subyek tentang nilai yang harus dimiliki seseorang atau satu kelompok, misalnya nilai profesi, nilai kesukuan atau nilai kebangsaan <br />2. objek yang dipermasalahkan, yaitu cara dievaluasi suatu objek dengan berpedoman pada sifat tertentu objek yang dinilai, seperti manusia yang dinilai dari kecerdasannya, bangsa dinilai dari keadilan hukumnya<br />3. keuntungan yang diperoleh,…..,yaitu menurut keinginan, kebutuhan, kepentingan atau minat seseorang yang diwujudkan dalam kenyataan, contohnya katagori nilai ekonomi, maka keuntungan yang diperolah berupa produksi, kategori nilai moral, maka keuntungan yang diperoleh berupa kejujuran<br />Menurut Max Scheller ( dalam kaelan,2002,hlm.175 ) menyebutkan Hierarki tersebut terdiri dari : <br />1. Nilai kenikmatan, yaitu nilai mengenakkan atau tidak mengenakkan, yang berkaitan dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita <br />2. Nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan <br />3. Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan <br />4. Nilai kerohaniaan, yaitu moralitas moral dari yang suci dan tidak suci <br />Sedangkan Noto Nagoro ( dalam Darji,D.1984,hlm.66-67 ) Membagi Hierarki nilai pada tiga :<br />1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsure jasmani manusia <br />2. Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan aktifitas <br />3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia <br />Sedangkan di Indonesia ( khususnya pada decade penataran P4 ) hierarki nilai dibagi tiga ( Kaelan,2002,hlm.178 )sebagai berikut <br />1. Nilai dasar ( dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar Ontologis ) yaitu merupakan hakikat,esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut.nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kennyataan objektif segala sesuatu misalnya, hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya <br />2. Nilai Instrumental, ….merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan <br />3. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata <br /><br />5. Pengertian nilai<br />Dibawah ini akan dikemukakan sebelas definisi yang diharapkan mewakili berbagai sudut pandang <br />1. Menurut Cheng ( 1955 ) Nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia ,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki. ( dalam Lasyo 1999,hlm1 )<br />2. Menurut Dictionary of Sociologi and Related Scienci: Value,….the believed capacity of any object to satisfy human desire, the quality of any object which causes it to be of interest to an individual or a group. ( Nilai adalah kemampuan yang diyakini terdapat suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok ) ( dalam Kaelan, 2002, hlm 174 ) <br />3. Menurut Frankena: Nilai dalam filsaffat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (dalam Kaelan, 2002, hlm. 174)<br /><br />6. Makna nilai bagi manusia<br />Sebab seperti yang diungkapkan oleh Sheller, bahwa:<br />1. Nilai tertinggi menghasilkan kepuasaan yang lebih mendalam<br />2. Kepuasaan jangan dikacaukan dengan kenikmatan (meskipun kenikmatan merupakan hasil kepuasaan)<br />3. Semakin kurang kerelatifan nilai, semakin tinggi keberadaanya, nilai tertinggi dari semua nilai adalah nilai mutlak. (Frondizi, 2001, hlm. 129-130)<br /><br />B. PROBLEMATIKA PEMBINAAN NILAI MORAL<br />1. Pengaruh kehidupan keluarga dalam pembinaan nilai moral<br />Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menghasilkan berbagai perubahan, pilihan dan kesempatan, tetapi mengandung berbagai risiko akibat kompleksitas kehidupan yang ditimbulkannya. Salah satu kesulitan yang ditimbulkan adalah munculnya “nilai-nilai modern” yang tidak jelas dan membingungkan anak (individu)<br />Robert Heilbroner (1974, hlm. 15) menyatakan bahwa:<br />Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang yang nyata-nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai pada remaja. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi transmisi nilai dari suatu generasi berikutnya, proses kejadiannya diperhambat oleh lemahnya struktur keluarga. Keluarga modern Amerika (mungkin juga di kota-kota besar di Indonesia. <br /><br /> <br />2. Pengaruh teman sebaya terhadap pembinaan nilai moral<br />“Masalahnya hamper tidak ada seorang pun yang memandang pentingnya membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran atau kepala mereka. Hamper tdak ada seorang pun yang memadang penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang memusingkan tersebut.” (Rah, 1977, 20)<br /><br />3. Pengaruh media komunikasi terhadap perkembangan nilai moral<br />Pada akhir abad ke-20, alat-alat komunikasi yang potensial telah diperkenalkan kedalam ritualit kehidupan keluarga. Pertama kali telepon, lalu disusul dengan radio dan setelah perang dunia II datanglah televisi.<br /><br />4. Pengaruh otak atau berpikir terhadap perkembangan nilai moral<br />Menurut Rath, (1997, hlm. 68)<br />“Pengalaman itu memberikan konstribusi yang signifikan terhadap proses kematangan, dengan demikian guru, pendidik dapat dan harus membingbing anak melalui proses yang kontinu melalui pengembangan situasi yang bermasalah yang memperkaya kesempatan berpikir dan memilih. Melalui lingkungan seperti ini, anak akan berpikir, lebih menyadari alternative dan lebih menyadari konsekuensinya.”<br />Atas dasar argument di atas, maka Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut:<br />1. Untuk mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional<br />2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara bebas. (kama, 2000, hlm. 61)<br /><br />5. Pengaruh informasi terhadap perkembangan nilai moral<br />Setiap hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap system keyakinan yang dimiliki oleh individu, baik inormasi itu diterima secara keseluruhan, diterima sebagian atau ditolak semuanya, namun bagaimanapun informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan yng telah ada pada individu tersebut.<br />Informsi baru yang dihasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai) sangat tergantung pada actor-faktor sebagai berikut:<br />a. Bagaiman informasi itu diperkenalkan (proses input)<br />b. Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa informasi)<br />c. Dalam kondisi yang bagaimana informasi di sampaikan atau diterima.<br />d. Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu tingkat dan sifat konflik yang terjdi dengan keyakinan yang telah ada)<br />e. Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah<br />f. Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya). (kama, 2000, hlm. 19)<br /><br />C. MANUSIA DAN HUKUM<br />Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengigat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.maka ; Manusia-Masyarakat-dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pemeo “ Ubi societas ibi ius “ ( di mana ada masyarakat disana ada hokum ) adalah tepat. <br /><br />D. HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL<br />Antara hokum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah roma yang mengatakan “Quid leges sine moribus?” <br />Perbedaan antara Hukum dan Moral, pertama, Hukum lebih di dikodifikasikan daripada moralitas,artinya dibukukan secara sistemmatis dalam kitab perundang-undangan.,Kedua, meski hokum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hokum membatasi diri pada tingkah laku lahiria saja, sedangkan moral menyangkutjuga sikap batin seseorang. Ketiga, sangksi yang berkaitan dengan hokum berbeda dengan sanksi yang berkaitn dengan moralitas.<br /><br /><br /><br /> <br /> <br />BAB VI<br />MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESEDERAJATAN<br /><br />A. MAKNA KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN <br />1. Makna Keragaman<br />Keragaman berasal dari kata ragam, yang menurut kamus besar bahasaIndonesia ( KBBI ) artinnya : 1) Tingkah laku, 2) Macam, jenis, 3) Lagu, musik,langgam, 4) Warna, corak, ragi, 5) ( Ling ) Laras ( Tata bahasa ). <br />2. Makna Kesederajatan <br />Kesedrajatan berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI artinnya adalah sama tingkatan ( Pangkat Kedudukan )<br /><br />B. UNSUR-UNSUR KERAGAMAN DALAM MASYARAKAT INDONESIA<br />1. Suku bangsa dan ras <br />Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari sabang sapai marauke sangat beragam. Seangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiria yang sama seperti rambut,warna kulit, ukuran-ukuran tubuh,mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya <br />2. Agama dan Keyakinan <br />Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksut berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra <br />Dalam peraktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah : <br />1) Berfungsi edukatif : ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang <br />2) Berfungsi penyelamat<br />3) Berfungsi sebagai perdamaian<br />4) Berfungsi sebagai Social control<br />5) Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas <br />6) Berfungsi transformative<br />7) Berfungsi kereatif<br />8) Berfungsi sublimatif <br /><br /><br /><br />3. Ideologi dan Politik<br />Idiologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental <br /><br />4. Tata Kerama<br />Tata kerama yang dianggap ari bahasa jawa yang berarti “ adapt sopan santun, basa basi “ pada dasarnya ialah segala tindakan,perilaku,adapt istiadat,tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaedah atau norma tertentu<br />5. Kesenjangan Ekonomi<br />6. Kesenjangan Sosial<br />Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan starta social yang hierarkis<br /><br />C. PENGARUH KERAGAMAN TERHADAP KEHIDUPAN BERAGAMA,BERMASYARAKAT,BERNEGARA,DAN KEHIDUPAN GLOBAL<br />Hal ini disebabkan oleh sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagai mana dijelaskan oleh Van De Berghe : <br />a) Terjadinya sekmentasi kedalam klompok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda <br />b) Memiliki setruktur social yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplemeter<br />c) Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai social yang bersifat dasar <br />d) Secara relatip sering kali terjadi konflik diantara klompok yang satu dengan yang lainnya <br />e) Secara relatip intergerasi social tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang ekonomi<br />f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain <br />Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti <br />1) Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan dunia lingkungannya <br />2) Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau klompok masyarakat tertentu akan memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara <br />3) Eksklusifisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam, antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras / sukunya kelompoknya lebih tinggi dari ras/ suku/ klompok lain <br />Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negative dari keragaman, yaitu<br />1) Semangat religius <br />2) Semangat Nasionalisme <br />3) Semangat Fluralisme<br />4) Semangat humanisme <br />5) Dialog antar umat beragama <br />6) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media, masa, dan harmonisasinya<br /><br />D. PROBLEMATIKA DISKRIMINASI<br />Diskriminasi adalah setia[p tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama,suku, etnis, klompok, golongan, setatus, dan kelas social ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan idiologi, dan politik serta batas Negara, dan kebangsaan seseorang.<br />Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “ Sementara itu Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan bahwa “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martyabat yang sama dan sederajat”<br />a) Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan Dunia, dan <br />b) Prinsip Non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian <br />Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa factor penyebab antara lain adalah <br />1) Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi<br />2) Tekanan dan intimidasi biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominant terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah <br />3) Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi<br />Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan bubarnya sebuah Negara, dapat disimpulkan adanya enam factor utama yang secara geradual bias menjadi penyebab utama peruses itu, yaitu <br />1) Kegagalan kepemimpinan <br />2) Kerisis Ekonomi yang akut dan berlangsung lama <br />3) Krisis politik <br />4) Krisis Sosial<br />5) Demoralisasi Tentara dan Polisi<br />6) Interfensi asing <br />Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui “ Intergrasi kebudayaan “ atau “ Intergrasi Nasional “<br /><br />Manusia Beradap dalam keragaman<br />Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik ditengah masyarakat antara lain:<br />1. Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bias dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan ideology politiknya.<br />2. Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras dimasyarakat tidak lain disebabkan identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan <br />3. Teori kesalahpahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi di antara budaya yang berbeda.<br />4. Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah social budaya dan ekonomi.<br /><br /> <br />BAB VII<br />MANUSIA, SAINS, TEKHNOLOGI, DAN SENI<br /><br />A. PENGERTIAN<br />1. Sains<br />Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa factor-faktor, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan<br />Menurut Medawer (1984) Sains(dari istilah inggris Science) berasal dari kata :sienz,cienz,cience, syence, science, sccense, scyens, sciens, scians.<br />Yang termaksud ilmu sains adalah: ilmu yang dapat diuji (hasil dari pengamatan sesungguhnya) kebenarannya dan dikembangkan secara bersifat dengan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata sehingga pengetahuan yang dipedomani tersebut boleh dipercayai, melalui eksperimen secara teori.<br />Menurut kamus umum bahasa Indonesia, sains adalah <br />Ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuju atau dibuktikan kebenarannya, berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (missal: fisika, kimia, biologi)<br />2. Konsep teknologi<br />Istilah teknologi berasal dari kat techne dan logia. Kata yunani kuno techne berarti seni kerajinan.dari techne kemudian lahirlah perkataan technekos.yang berarti seseorang yang memilki keterampilan tertentu.<br />a. Teknologi Modern<br />Jenis teknologi modern ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:<br /> Padat modal<br /> Mekanis elektris<br /> Menggunakan bahan inpor<br /> Berdsarkan penelitian mutakhir dll<br />b. Teknologi madya<br />Jenis teknologi madya ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:<br /> Padat karya<br /> Dapat di kerjakan oleh keterampilan setempat<br /> Menggunakan alat setempat<br /> Bedasarkan alat penelitian<br />c. Teknologi tradisonal<br />Teknologi ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:<br /> Bersifat padat karya(banyak menyerap tenaga kerja)<br /> Menggunakan keterampilan setempat<br /> Menggunakan alat seyempat<br /> Menggunakan bahan setempat<br /> Bedasarkan kebiasan atau pengamatan <br /><br />3. Seni<br />Janet Woll menggatakan bahwa seni adalah produk social <br /><br />B. MAKNA SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA<br />1. Perkembangan teknologi<br />Dengan menggunakan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru tersebut kita dapat memperoleh hasil ,Misalnya:<br />1. Pengunaan teknik nuklir,orang dapat membuat reactor nuklir yang dapat menghasilkan zat-zt aktif,di mana zat ini dapat di maafkan untuk maksud damai<br />2. Penggunaan teknologi hutan,seperti kita ketahui,hutan mempunyai banyk fungsi kertas,industri kayu lapis /bahan bangunan,berfungsi untuk tempat penyimpan air,objek pariwisata,dll<br />Kemudahan itu di dapatkan antaran lain dengan penerapan perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi .Misalnya antar lain;<br />1. Dengan teknik moern <br />2. dengan teknik moern dapat di buat bermaca-acam penidikan,seperti OHP,slide,ilm setrip,TV,dll.yang dapat mempemudh para pendidik dalam melaksanakan tugasnya<br />Pengetahun dan teknologi memungkinkn terjadinya perkembangan keterampilan dan kecerdasan mnusia <br />1. Tersedinya sarana dn prasarana pnunjng kegiatan ilmia<br />2. menikakannya kemakmuran mteri dankesehatan masyarakatny<br />2. IPTEK dan nilai<br />Perkembngan ilmu pengetahuan dan teknologi bergerk sangat cept,sehingga perlu di tanggapi dan I persiypkn dlam menghadpinya sesuaidengan kebutuan pembaguanan <br />Teknologi dapat membawa bencana,sebalikny juga telah terbukti bhw bagi merek yang dapat memafaatkannya,teknologi tersebut dapat enolong mereka dalam meninggkatka`n kesejateraan hidupnya<br />Teknologi mempunyai dua komponen utama,yaitu;<br /> Hardwere aspect,melipui peralatan yang memberikn bentuk pola teknologi sebagai objek istilah atau materil<br /> Software aspect,meliput sumber informasi yang meberikan penjelasan mengenai hal-hal perlaratan fisik atau material tersebut <br /><br />C. MANUSIA SEBAGAI SUBJEK DAN OBJEK IPTEK<br />Dengn ilmu dan teknologi tumbulah berbagai industri yang hasilnya dapat di maanfatkan dalam berbagai bidang,antra lain:<br />1. Dalam bidang pertanian,perternakan,perikanan<br />2. Dalam bidang kedokteran dan kesehatan<br />3. Dalam bidang telekomunikasi<br />4. Dalqm bidang pertahanan dan keamanan<br /><br />D. DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEK BAGI KEHIDUPAN<br />Permasalahan yang timbul akibat dari adanya kemajuan teknologi adalah dadnya dampak-dampak negative yang di sebabkan oleh kemajuan teknologi tersebut di antarnya:<br />1. Nuklir <br />2. Polusi<br />Adnya bahan polusi atau polutan dapat merusak lingkungan.Timbulnya pencemaran tentu erat kaitannya atau di sebabkan oleh berbagai aktifitas manusia antara lain:<br /> Kegiatan-kegiatan industri,dalam bentuk limbh,zat-zat buangan berbahaya seperti logam-logam berat,zat radioakti,air buangan panas juga dalam bentuk kumpulan asap,kebisingan suara<br /> Kegiatan pertambanga,berupa terjadinya kerusakan intalasi,kebocorn,pencemaran buang-buangan penambangan,pencemaran udara,dan rusaknya laan-lahan akibat pertambangan<br /> Kegiatan tranportasi,berupa kumpulan asap,naiknya suhu udara kota,kebisingan dari kendaraan bermotor,tumpahan-tumpahan bahn baker kendaran bermotor terutama minyak bumi dari kapal tanker<br /> Kegiatan pertanian,terutam akibat dari residu pemakaian zt-zat kimia yang memberantas hama seperti isektisida,pestisida,herbisida,demikian pula dengan pupuk organik<br />a. Pencemaran air dan tanah<br />b. Pencemaran udara<br />c. Pencemaran suara<br />d. Pencemaran social dan budaya <br /><br />3. Kolonasi/keloning<br />Tujuan konasi dapat di rangkum seperti tersebut di bawah ini;<br /> Memberi anak yang baik pada pasangan yang tidak mempunyai anak<br /> Menyediakan jaringan atu organ petus untuk transplantasi<br /> Mengati anak yang mati muda dengan anak yang sama dangan ciri-cirinya<br /> Sebagai bagian dari eugenetika positif dengan membuat genotipus yang dianggap unggul sebanyak-banyaknya<br /> Merealisasi teori dan memuaskan rasa ingin tahu ilmiah<br /> Memperoleh sample dengan genotipus yang sama untuk penelitian, misalnya, tentang peran relative pengaruh lingkungan dan genetika pada genotipus manusia<br /> Memperoleh orang dalam jumlah banyak untuk pekerjaan yang sama dengan ciri-ciri tertentu <br /><br />4. Efek rumah kaca<br />Efek rumah kaca ini disebabkan oleh adanya pencemaran udara yang banyak mengandung zat-zat yang dapat mengubah suhu udara.<br /><br /><br /><br /> <br />BAB VIII<br />MANUSIA DAN LINGKUNGAN<br /><br />A. PENGERTIAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN<br />1. Pengertian manusia<br />Manusia adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hokum ala, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan mati, dan seterusnya, serta terkait serta berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbale balik baik itu positif maupun negative.<br />2. pengertian lingkungan<br />Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari penghidupannya, dan memilki karakter serta ungsi yang khas yang mana terkait secara timbale balik dwengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki sarana yang lebih kompleks dan reel.<br />B. KORELASI ANTARA MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN<br />1. pengertian ekologi<br /> “Ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara manusia dengan lingkungannya”, maka kita dapat mengambil sudut pndang ekologi untuk membahas kajian manusia dan lingkungan dengan disokong oleh segi kepentingan manusia, yaitu untuk manusia. Pendekatan ini disebut pendekatan antroposentris, anthropos berarti manusia. Ada ilmu yang disebut sosiologis manusia, dan ada ilmu ekologi manusia.<br />2. lingkungan hidup manusia<br />Manusia hidup, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan alam dan social-. Budayanya. Dalam lingkungan alamnya manusia hidup dalam sebuah ekosistem yang kini suatu unit atau satuan fungsional dari makhluk-makhluk hidup dengan lingkungnnya. Dalam ekosistem terdapat komponen biotic dan abiotik. Komponen biotic pada umumnya merupakan factor lingkungn yang mempengaruhi makhluk-makhluk hidup diantaranya:<br /> Tanah yang merupakan tempat tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan, dimana tumbuhan memperoleh bahan-bahan makanan atau mineral-mineral untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena ini juga merupakan tempat tinggal manusia dan hewan-hewan<br /> Udara atau gas-gas yang membentuk atmosfer. Oksigennya diperlukan untuk bernaas, gas karbondioksidanya diperlukan tumbuhan untuk memproses fotosintesis<br /> Air, baik sebagai tempat tinggal makhluk-makhluk hidup yang tinggaldidalam air, maupun air yang berbentuk sebagai uap yang menentukan kelembaban dari udara, yang besar pengaruhnya bagi banyaknya makhluk hidup yang hidup didarat<br /> Cahaya, terutama cahaya matahari banyak mempengaruhi keadaan makhluk-makhluk hidup<br /> Suhu atau temperature, merupakan juga factor lingkungan yang sering besar pengaruhnya terhadap kebanyakan makhluk-Mkhluk hidup<br />komponen biotic diantaranya adalah:<br /> Produsen, kelompok inilah yang merupakan makhlik hidup yang dapat menghasilkan makanan dari zat-zat anorganik, umumnya merupakan makhlik-makhluk hidup yang dapat melakukan proses fotosintesis.<br /> Konsumen, merupakan kelompok makhluk hidup yang menggunakn atau makanan zat-zat organic atau makanan yang dibuat oleh produsen<br /> Penguraian adalah makhluk hidup atau organisme yang mengurangkan sisa-sisa atau makhluk hidup yang sudah mati<br />Lingkungan terdapat actor-faktor berikut ini : <br /> Rantai makanan yakni siklus makanan antara produsen, konsumen, dan penguraian baik didarat, laut, maupun udara. <br /> Habitat dimana setiap jenis mahluk hidup memiliki tempat hidup tertentu, dengan keadaan-keadan tertentu.<br /> Populasi, menurut batasan dalam ekologi populasi adalah jumlah seluruh individu dari jenis species yang sama pada suatu tempat atau daerah tertentu dalam suatu waktu tertentu.<br /> Komunitas semua populasi dari semua jenis mahluk hidup yang salng berinteraksi disuatu daerah disebut komunitas <br /> Biosfer, komunitas bersama-sama dengan factor-faktor abiotik ditempatnya membentuk ekosistem <br /><br />C. PENGARUH MANUSIA ALAM LINGKUNGAN HIDUPNYA<br />Perubahan alam lingkungan hidup manusia akan berpengaruh baik secara positi ataupun secara negative. Karena manusi mendapatkan keuntunga dari perubahan tersebut dan berpengaruh tidak baik karena dapat mengurangi kemampuan alam ligkungan hidupnya untuk menyokong hidupnya. <br />D. SUMBER ALAM<br />Sumber alam dapat digolongkan kedalam dua bagian yang kini :<br /> Sumber alam yang dapat diperbaharui ( Renewable Reseourcess ) atau disebut pula sumber-sumber alam biotic. Yang tergolong kedalm sumber ala mini adalah semua mahluk hidup, hutan, hewn-hewan, dan tumbuh-tumbuhan<br /> Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ( Non Renewable Reseourcess ) atau disebut pula disebut golongan sumber abiotik. Yang tergolong kedalam sumber alam abiotik adalah tanah, air, bahan-bahan galian, mineral, dan bahan-bahan tmbang lainnya. <br />a) Pertanian dan Tanah<br />Tanah permukaan ( Top Soil ) Mengandung kadar unsure-unsur bahan makanan yang begitu tinggi dan siap digunakan oleh tanaman.<br /><br />b) Hutan <br />Kalau kita tinjau dari segi peranan hutan, maka hutan dapat digolongkan kedalam dua golongan yang kini : Hutan pelindung, merupakan hutan yang sengaja ditiadakan untuk melindungin tanah dari erosi, kehilangan humus, dan air tanah. Golongan kedua adalah hutan penghasil atau hutan produksi, yaitu hutan yang disengaja ditanami jenis-jenis kayu yang dapat dipungut hasilnya,misalnya hutan pinus,dammar, dan sebagainya <br /><br />c) Air<br />Air sebagai sebagai salah satu sumber alam yang terdapat dimana-mana di bumi, disungai, di danau, di lautan, di bawah tanah dan udara sebagai uapair yang kesemuanya meliputi 4/5 bagian seluruh permukaan bumi <br />d) Bahan Tambang <br />Bahan tambang adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui maka dari itu kita harus menemukan cara untuk mengunakannya setepat dan sehemat mungkin.<br /><br />E. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG TIMBUL<br />1. Masalah Erosi dan Banjir<br />Erosi merupakan gejala alamiah dan sering kali pula disebut sebagai erosi geologi. Peristiwa erosi terjadi secara perlahan-lahan terutama terjadi dengan bantuan media air disungai yang mengikis dasar dan tepi sungai <br />2. Pencemaran Lingkungan <br />a) Pencemaran Tanah <br />Pencemaran yang disebabkan oleh industri pertanian yang menggunakan pupuk buatan berlebihan yang menyebabkan pencemaran tanah <br />b) Pencemaran Air<br />Pencemaran air dapat melalui limbah limbah pabrik, terkena pestisida, herbisida, dan insektisida yang digunakan manusia dalam pertania dan sebagainya.<br />c) Pencemaran Udara <br />Pencemaran udara terjadi saat komponenudara berada dalam jumlah diambang batas normal dan membahayakan lingkungan,<br />d) Pencemaran Suara<br />Kebisingan yang dikeluarkan oleh mesin-mesin atau kendaraan-kendaraan yang jumlahnya semakin menngkat secara tidak terkontrol.sangat berbahaya bagi manusi karena dapat mengakibatkan ketulian, kebutaan, dan depresi<br />3. Kehutanan <br />Hutan merupakan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya.Sepanjang daerah khatulistiwa, hutan di Indonesia membentang diantara satu pulau kepulau lainnya.<br /><br />Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk melakukan produksi hutan antara lain <br />a) Melarang penebangan kayu tanpa izin dari pemerintah ( Dep. Kehutanan ) <br />b) Mencabut izin pengusaha HPH yang melanggar peraturan<br />c) Menebang hutan secara selektif<br /> <br />F. IPTEK DAN KELESTARIAN HIDUP<br />1) Pandangan Baru Terhadap Lingkungan<br />Pada Tahun 1970-an dan 1980-an, masalah lingkungan hidup semakin meluas.hal ini berkaitan dengan meningkatnya atmosfer bumi sebagai tidak terkendalinya efek rumah kaca.Pemanasan Global pada tiga dekade akhir abad ke-20 telah menimbulkan : <br />a. Peningkatan suhu <br />b. Perubahan Iklim terutama curah hujan <br />c. Peningkatan intensitas dan kualitas badai <br />d. Kenaikan suhu serta permukaan air laut<br />Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah di dunia sering terjadi bencana dan para ahli juga telah menemukan lubang pada lapisan ozon disekitar antartikan yang menyebabkan sinar ultra violet yang berbahaya bagi kehidupan manusia masuk ke troposfer<br />2) Dampak Perkembangan Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serta Perubahan Sosial Ekonomi Terhadap Masalah Lingkungan Hidup <br />a) Dampak positif bagi lingkungan hidup<br />Bidang Industri<br /> Diperluasnya lapangan kerja dengan berdirinya industrei atau pabrik baru<br /> Perkembangan industri bertambah baik misalnya dengan penelitian dan pengembangan dibidan industri transportasi, elektronika, dan industri rekayasa<br /> Berkembangnya tanaman sebagai bahan baku industri ( kapas untuk industri tekstil, kayu sengon, dan vinus untuk industri kertas ) <br /> Diciptakannya mesin daur ulang, sehingga sampah sebagai sumber pencemaran <br />Bidang Pertanian<br /> Bertambahnya Farietas baru dan unggul <br /> Peningkatan hasil produksi pertanian <br /> Dikinal dan dipakainnya alat-alat pertanian modern<br /> Dikenalnya system pempupukan dan obat-obat hama<br /> Pemberantasan hama dengan pesawat terbang diperkebunan <br />b) Dampak Negatif bagi lingkungan hidup <br />Bidang lingkungan alam<br /> Lahan pertanian,perkebunan,pertenakan,an kehutanan semakin sempit karena di bangun banyak perumhan<br /> Rusaknya lingkungan alam karena dibangunya industri atau pabrik<br /> Terjadinya banjir dan erosi Karen penebangan hutan tidak terkendali(al illegal loging)<br /> Terjadinya pencemaran udara akibat pembakara hutan yang menghasilkan CO2 dan CO <br /> Terjadinya air dari buangan limba industri<br /> Terjadinya pencemaran udar dari asap-asap industri,mobil,dan kendarnaan bermotor<br /> Terjadinya pencemaran tanah dan bau dan sampah-sampah industri dan rumah tangga<br />G. MANUSIA DENGN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA<br />Alam semesta yang di kenal manusia baik melaui indarwi langsung maupun dengan menggunakan media teknologi dan kemampuan prediksiny adalah ciptaan tuhan Al-Khaliq,bahkan semesta alam(selain alm semesta yang sudah dikenal manusia)termaksud alam yyang belum dikenal manusia serta alam yang sedang dalam proses kejadianya,semuanya adalah ciptaan Al-Khaliq pula,semua yang ada adalah ciptaan-Nya.<br />Kecerdasan-kecerdasan diatas sesuai dengan pontensi dan perkembangan otak manusia,dimana menurut jajian medis(Gazzaniga,Perry,Le Doux,Festinger:1985)menytakan bahwa:<br />• Setiap anak memiliki 100-200 milir sel otak yang siap mengembangkn beberapa triliun inpormasi <br />• 7 bulan dalam kandungan bereksi terhadap rangsangan bunyi<br />• Baru lahir menunjukan reaksi emosi <br />• Otak berkambang dan menyimpan setiap rangsangan <br />• Volum otak = <br /><br /><br /><br />• Sel otak tidak bertambah tapi mempunyai pikiran untuk bercabang dan membuat ranting <br />• Bila dipakai cabang dan ranting itu semakin rimbun, bila tidak dipakai akan mati <br />• Pertumbuhan otak juga bergantug gizi <br />• Tergantung bagai mana otak deprogram ( rangsangan ) sentuhan, pelukan, gendongan<br />1. Paham kosmogini.<br />2. Paham Determinisme.<br />3. Paham Posibilisme yang menyatakan bahwa alam bukan merupakan factor yang menentukan melainkan menjadi factor pengontro. <br />4. Paham optimisme teknologi.<br />5. Paham ketuhanan.<br /> L. Sill menyatakan bahwa problema lingkungan itu ada lima yaitu : <br />1) Prejude ( Purba sangka ) <br />2) ( Perdamaian ) <br />3) Peace Population ( Penduduk ) <br />4) Poverty ( Kemiskinan ) <br />5) Polluition ( Pencemaran )<br />Ada beberapa teori yang berbeda untuk memulai dari mana menyelesaikan problema social tersebut, teori-teori tersebut adalah :<br />1) Teori MODERNISASI : Mengangap kualitas hidup manusia ditentukan kareakter mental fisikologis dan social budayanya sendiri <br />2) Teor HUMAN CAPITAL ( Pengembangan SDM ) Memandang bahwa lingkungan social tergantung penguasaan iptek warga masyarakat disamping mental, pisikologis, dan social budaya <br />3) Teoro DEPENDENCY ( Ketergantungan ) Yang mengatakan bahwa keterbelakangan disebabkan eksploitasi pihak luar, oleh krena itu lingkungan social harus dilakukan atas dasar kemampuan sendiri <br />4) Teoro DETERMINISME GEOGRAFI yang memandang bahwa kondisi lingkungan geografis menentukan corak dan kualitas hidup masyarakat ( Sudardja Adjwikarta : 1998 )Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-56467443547603790912009-01-23T05:56:00.000-08:002009-01-23T05:58:41.350-08:00PROFESIONAL GURU<span style="font-style:italic;">Secara umum pendidikan professional dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mempersiapkan lulusannya untuk menyelenggarakan layanan ahli, dalam hal ini layanan ahli kependidikan (Dikti, 2006). Agar mampu menyelenggarakan layanan tersebut, calon guru dipersyaratkan menguasai kompetensi yang utuh. Bertempat di LPP Convention Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta khususnya program studi S1 PGSD menyelenggarakan kegiatan penyusunan rambu-rambu pelaksanaan latihan keterampilan mengajar di Sekolah Dasar (LKM-SD) bagi mahasiswa S1 PGSD yang diikuti oleh perwakilan 5 LPTK ( Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yaitu UNY, UNS, UNNES, USD dan UKSW selama 2 hari (16-17 November).<br />“ Sosok utuh kompetensi professional guru SD itu dibangun oleh kompetensi akademik sebagai berikut: 1. Mengenal secara mendalam peserta didik SD yang hendak dilayani, 2. Menguasai bidang ilmu sumber bahan ajar lima mata pelajaran SD, baik dari segi substansi dan metodologi bidang ilmu ( disciplinary content knowledge), maupun pengemasan bidang ilmu menjadi bahan ajar dalam kurikulum SD ( pedagogical content knowledge) , 3. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, meliputi : (a) perancangan program pembelajaran berdasarkan serentetan keputusan situsional; (b) implementasi program pembelajaran termasuk penyesuaian sambil jalan (mid-course adjustements) berdasarkan (on-going transactional decisions) berhubungan dengan reaksi unik (idiosyncratic response) dari peserta didik terhadap tindakan guru; c) mengakses proses dan hasil pembelajaran; dan d) menggunakan hasil asesmen terhadap proses dan hasil pembelajaran dalam rangka perbaikan pengelolaan pembelajaran secara berkelanjutan dan 4) Mengembangkan kemampuan professional secara berkelanjutan”, papar Dr. Muhana Gipayana saat menjelaskan pendidikan profesi dan sertifikasi guru kelas sekolah dasar.<br />Selanjutnya, kompetensi profesional guru SD akan terbentuk melalui latihan penerapan kompetensi akademik dalam konteks otentik di SD melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan intensif. <br />“ Suatu pedoman PPL yang komprehensif hendaknya memuat aktivitas yang perlu dilakukan oleh peserta didik sesuai dengan tahapannya. Setiap aktivitas itu tentu saja perlu diikuti oleh instrumen yang memungkinkan dapat menilai kinerja peserta didik. Di samping itu, kajian konseptual tentang kegiatan PPL yang sesuai dengan program studi yang bersangkutan perlu juga disertakan agar semua yang terlibat dalam kegiatan PPL: dosen pembimbing, mahasiswa, guru pamong, dan lainnya, sama-sama dapat memahami substansi PPL. Akan seperti apa wujudnya? Wallahu’alam karena sepanjang pengetahuan saya belum ada yang membuatnya”, tambah Muhana menutup penjelasannya. (dian) <br /><br />Guru professional di masyarakat <br />Setelah mendapat julukan guru professional, guru dituntut memiliki sikap profesionalisme tidak hanya di lingkungan kerjanya yaitu sekolah tetapi juga harus ditunjukkan di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah penerapan Kode Etik Guru dalam kehidupan bermasyarakat.<br />Berikut ini adalah penerapan Kode Etik Guru dalam kehidupan bermayarakat berdasarkan AD/ART PGRI 1998 yaitu ;<br />a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.<br />Dalam kehidupan di masyarakat guru senantiasa mengarahkan masyarakat agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.Keutuhan manusia dapat diandang dari berbagai dimensi, yaitu keutuhan jasmani rohani, keutuhan antara individual dan social, keutuhan perkembangan afektif, kognitif psikomotor dan emisional.<br /><br />b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.<br />Dalam kehidupan bermasyarakat guru tidak melakukan hal-hal diluar batas kewenangannya.<br /><br />c. Guru berusaha memperolah informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.<br />Dalam mencari informasi di masyarakat harus dilakukan dengan hati-hati, direncanakan secara matang dan obyektif serta transparan. Yang terpenting bukan untuk menjelek-jelekkan peserta didik.<br /><br />d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.<br />Untuk menciptakan suasana sekolah yang baik, guru perlu bekerja sama dengan masyarakat. Kerja sama tersebut harus dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang tepat sehinga masyarakat proaktif untuk menciptakan suasana sekolah yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.<br /><br />e. Guru membina hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.<br />Pendidikan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan, masyarakat dan orang tua, bukan monopoli pihak sekolah.<br /><br />f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.<br />Pengembangan dan peningkatan mutu ini mengacu pada peningkatan profesionalisme. Ini dilakukan dengan menimba ilmu dari berbagai sumber dan menunjukkan upaya untuk menempatkan profesi keguruannya di hati masyarakat sehingga profesi guru tidak dipandang remeh oleh masyarakat.<br />g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.<br />Guru memelihara hubungan dengan sesama guru di masyarakat sehingga muncul rasa senasib sepenanggungan, saling membantu sesama guru.<br /><br />h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.<br /><br />Wacana tentang profesionalitas guru telah banyak dibahas dalam seminar-seminar ataupun di belakang meja para birokrat. Hal ini diamini dengan dikeluarkannya Undang-Undang tentang Guru dan dosen yang membuat mata para guru berkaca-kaca (terharu – red).<br />Bagaimana tidak, Pemerintah menjanjikan tunjangan dua kali lipat dari gaji pokok bila terkualifikasi dan tersertifikasi. Yang artinya guru harus memperhatikan profesinya lebih profesional.<br />Pada Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia mengemukakan 10 kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu :<br />1. MENGUASAI BAHAN : Menguasai bahan kurikulum dan metodologi pengajaran 4 bidang studi di SD ;Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS (minimal, kalau lebih… ya lebih bagus – red)<br />2. MENGELOLA PROGRAM BELAJAR MENGAJAR : Merumuskan tujuan instruksional, Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, Melaksanakan program belajar mengajar, Mengenal kemampuan (entering behaviour) anak didik, Merencanakan dan melaksanakan program remedial (yang ini mah, pasti sering dilakukan – red)<br /><br />3. MENGELOLA KELAS : Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi (jangan lupa ABK low vision ditempatkan di depan - red)<br />4. MENGGUNAKAN MEDIA/SUMBER : Mengenal, memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat Bantu pelajaran sederhana, Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, Mengembangkan laboratorium (di SD….laboratorium..???), Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar (pasti..- red), Menggunakan microteaching unit dalam program pengalaman lapangan<br />5. MENGUASAI LANDASAN-LANDASAN KEPENDIDIKAN<br />6. MENGELOLA INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR<br />7. MENILAI PRESTASI SISWA UNTUK KEPENDIDIKAN PENGAJARAN : Evaluasi (nilai, nilai, nilai… Ngasih peer harus dinilai yah.. - red)<br />8. MENGENAL FUNGSI DAN PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN : Mengenal fungsi dari program layanan dan penyuluhan di sekolah, Menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah<br />9. MENGENAL DAN MENYELENGGARAKAN ADMINISTRASI SEKOLAH : Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah (saya kenal - red), Menyelenggarakan administrasi sekolah (Hmmm.. Idealnya sih oleh petugas tata usaha – red)<br />10. MEMAHAMI DAN MENAFSIRKAN HASIL-HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN GUNA KEPERLUAN PENGAJARAN : (rada-rada sulit – red)<br /><span style="font-style:italic;"></span></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-37242819296079339482009-01-23T05:46:00.000-08:002009-01-23T05:48:52.294-08:00PERKEMBANGAN SENI PADA ANAK<span style="font-weight:bold;">PERKEMBANGAN SENI PADA ANAK</span><br /><br /> Adit adalah seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri 10 Palembang, ida adalah anak satu-satunya dari Bapak Hendra dan Ibu Yani. Selain tiu Adit dikenal sama teman-temannya seorang yang riang, lucu dan kreatif.<br /> Disuatu hari Adit pernah saya ajak main kerumah denga maksud untuk bermain denga adik saya (Ana). Setelah mereka bermain, suasana rumah jadi ramai.<br /> Adit juga mempunyai sifat pemarah dan suka menyapa orang yang tidak dikena, baik yang sebaya maupun yang lebih tua. Pada hari minggu Adit main dengan adik saya di rumah, kemudia saya mengajak adik saya belajar mainkan suatu alat musik, kebetulan dirumah ada sebuah alat-alat musik bend. Satu persatu semua alat musik saya perkenalkan sama mereka mulai dari gitar, drum, keyboard, dll.<br /> Disaat Adit saya suruh bernyanyi, ternyata Adit mempunyai suara yang sangat bagus. Dalam segi ala vokal, ternyata Adit pernah menjuarai festival dalam sebuah ajang dalam rengka menyambut HUT RI Ke-60 dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya.<br /> Hari kemudia Adit saya ajarkan untuk memainkan alat musik keyboard, mualai dari mengenal tanda tangga sampai mempraktekkannya. Pertama kali saya mengajarkan mulai dari do, re, mi, fa, so, la, si, do. Satu persatu saya ajarkan untuk menekan tuts keyboard, ternyata Adit pun sedikit bisa untuk menekannya. Cuma saja dia sedikit kaku dalam penekanan-penekanan tuts keyboard, itupn karena ia masih dalam tahap belajar.<br /> Waktu demi waktu Adit semakin bisa untuk memainkan alat musik keyboard. Setelah dia mengerti letak dan tangga nadanya, dia semakin semangat untuk melafalkannya dan menyanyikan lagu. Waktu itupun saya langsung memberikan Adit sebuah teks dengan judul lagu nasional yaitu “Syukur” sebagai berikut :<br />Dari yakin ku teguh<br />Hati ikhlas ku penuh<br />Akan karunia-Mu<br />Tanah air pusaka<br />Indonesia tercinta<br />Syukur aku sembahkan<br />Kehadiran-Mu tuhan.<br /><br />Adit pun merasa senang karena ia memiliki seni musik pada dirinya, ia pun berharap dikemudian hari ia bisa mengajarkan teman-temannya yang lain.<br />Perkemabangan anak Indonesia dalam seni musik sangat pesat. Seperti dalam acara televisi, disanpun sering diadakan berbagai macam lomba dalam memainkan alat-alat musik.<br />Akupun berharapa dikemudian hari Adit dapat memiliki suatu ilmu seni yang dapat dibanggakan. Apalagi seni di Indonesia ini dari zaman ke zaman semakin maju. Seni mempunyai beberapa disiplin kita ambil salah satu contoh menurut Ki Hajar Dewantara, menurut ia, seni merupakan perbuatan manusia (pengubah) yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakan jiwa dan perasaan manusia (penerima).<br />Indonesia mempunyai cabang-cabang seni, berdasarkan perkembangannya di masyarakat. Seni digolongkan menajdi 5 cabang yang mempunyai kesatuan dan keterkaitan, yaitu :<br />1) Seni Rupa.<br />2) Seni Musik.<br />3) Seni Tari.<br />4) Seni Sastra, dan <br />5) Seni Teater<br />Untuk itu marilah kita menjaga nilai-nilai seni yang terdapat pada diri kita, karena disinilah kita dapat merasakan dalam pengalaman hidup sehari-hari. Betapa kita sangat membuthkan sarana berekreasi dan menikmati keindahan dalam berbagai bentuk, karena seni juga dapat dijadikan sebagai melepas kejenuhan atau dapat mengurangi rasa sedih pada diri kita.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-40178433328740300292009-01-18T02:32:00.000-08:002009-01-18T02:33:00.691-08:00DEFENISI SOSIOLOGI PENDIDIKANPada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.<br /><br />Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:<br />1. Menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.<br />2. Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.<br />3. Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.<br />4. Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.<br />5. Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.<br />6. Menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.<br />Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-76683229137228423392009-01-15T11:52:00.000-08:002009-01-15T11:53:18.352-08:00KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang<br />Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam salah satu prinsip pelaksanaannya adalah memadirikan peserta didk untuk belajar. Prinsip ini harus disikapi oleh pengelola sekolah baik kepala sekolah, guru maupun para pembina sekolah dengan mengupayakan tersedianya bahan ajar berupa buku.<br />Buku yang baik adalah buku yang dapat memberikan informasi tentang ilmu pengetahuan tertentu sehingga peserta didik yang mempelajarinya dapat menguasai kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.<br /><br />B. Tujuan<br />Buku pedoman ini disusun dengan tujuan<br />1. Menjelaskan pengertian buku<br />2. Memandu buku dalam memilih buku sesuai dengan bidangnya masing-masing<br />3. Menyediakan langkah-langkah dalam memilih buku yang dapat dijadikan rujukan bagi guru-guru disekolah.<br /><br />C. Manfaat pedoman Pemilihan Buku<br />Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar yang baik diharapkan siswa menjadi lebih aktif dan guru berperan sebagai fasilitator. Buku ini khusus membahas mengenai bagaimana cara memilih buku untuk dijadikan bahan rujukkan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pengembangan bahan ajar, seperti kepala sekolah, guru, pengawas sekolah, maupun pembina pendidikan lainnya. Bagi kepala sekolab buku ini dapat dijadikan bahan pembinaan bagi guru yang mengalami kesulitan dalam memilih buku.<br />Bagi guru buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagi rujukan dalam memilih buku. Dengan mempelajari buku ini diharapkan para guru disekolah akan mendapatkan informasi tentang bagaimana memilih buku untuk membantu dirinya dan buku untuk keperluan pembelajaran di kelas.<br />Selain itu buku pedoman ini akan bermanfaat bagi para pembina pendidikan seperti pengawas, penentu kebijakan setempat, sehingga dapat membantu bila guru mengalami kesulitan dalam memilih buku.<br />Tidak kalah pentingnya bahwa buku ini dapat dijadikan bahan kuliah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Pe1ajaran. Karena mahasiswa FKIP adalah calon guru di sekolah tentu perlu dipersiapkan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih buku yang baik sesuai dengan bidang pelajaran.<br /><br /> <br />BAB II<br />BUKU PELAJARAN<br /><br />A. Pengertian<br />Buku sebagai kata benda dapat diartikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut;<br /> Buku adalah suatu kumpulan lembaran kertas, atau bahan sejenisnya, baik kosong, terdapat tulisan atau dicetak, dijilid menjadi satu ; Umumnya jilidan berisi tulisan atau cetakan.<br /> Buku adalah suatu komposisi tertulis atau atau cetak sebuah risalah.<br /> Buku adalah suatu kumpulan lembaran yang menyimpan suatu rekening; catatan debet dan kredit, peneriman dan pengeluaran dan sebagainya<br /><br />Sebagai kata kerja, buku diartikan sebagai berikut <br /> Buku adalah suatu pekerjaan, menulis atau mcncatat dalam sebuah buku atau daftar.<br /> Buku yaitu suatu pekerjaan memasukkan nama (siapa saja) dalam buku untuk keperluan keamanan suatu pesanan tertentu seperti kamar, kendaraan atau tempat duduk, misalnya pesan tempat duduk untuk pertunjukan teater.<br /><br />Kesimpulan<br /> Buku adalah sekumpulan lembaran kertas baik berisi rulisan atau tidak yang berjilid<br /> Buku pelajaran adaiah sekumpulan tuilsan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu. Buku pelajaran disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya.<br /><br /><br /><br />B. Desain Buku<br />Desain berasal dan bahasa Inggris yaitu “design” yang mempunyai arti; bentuk, model, pola, atau tujuan maksud. Jadi, sebuah buku didesain dengan mempertimbangkan aspek-aspek: seni, sasaran pembaca, jenis materi dan susunan materi. Desain buku mencakup seluruh bagian yang berkenaan dengan buku.<br />Desain buku yang baik adalah desain yang dapat menarik dan mengikat perhatian pembaca serta dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan pesan yang diinginkan oleh penulisnya.<br /><br />C. Tujuan dan Manfaat<br />1. Tujuan<br />Pemilihan buku bertujuan agar:<br />a. Guru mcndapatkan buku pelajaran sesuai dengan yang ikkehendald.<br />b. Gum asndapatkan buku pelajaran yang sesuai dengan tuntutan komperensi.<br />2. Manfaat Memilih Buku<br />Tidak semua buku yang tersedia sesuai dengan yang diperlukan oleh tuntutan kompetensi, sehingga diperlukan adanya satu kegiatan memilih buku. Manfaat yang diperoleh dari memilih buku adalah:<br />1) Guru akan mendapatkan buku yang sesuai dengan tuntutan kompetensi.<br />2) Siswa akan diberi sajian buku yang dapat membantu mereka dalam mencapai kompetensinya<br /><br />D. Langkah Memilih Buku<br />Dalam memilih buku pelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:<br />1. Mempelajari kurikulum<br />Den mampelajari kurikulum diharapkan mendapatkan gambaran tentang komptensi yang dapat dicapai melalui mempelajari sebuah buku.<br />Langkah yang dilakukan adalah scbagai berikut:<br />a. Melakukan Analisis terhadap kompetensi dasar dan kecakapan hidup yang harus dikuasai.<br />b. Menentukan rencana penilaian, yaitu untuk mengetahui kompetensi dasar apa saja ketercapaiannya melalui penilaian.<br />c. Menentukan rencana “pengalaman belajar” yang akan dilakukan, sehingga akan dapat diketahui berbagai bahan ajar atau peralatan pendukung yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.<br />2. Mempelajari buku pelajaran yang akan dipilih<br />Mempelajari buku yang akan dipilih dimaksudikan untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai buku yang akan dipilih, sehingga pada akhirnya dapat dipilih buku yang benar-benar sesuai dengan tuntutan kompetensi. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:<br />a. Pelajari substansi, apakah substansi buku esuai dengan struktur keilmuan yang semestinya.<br />b. Pelajari apakah materi yang disajikan dalam buku dapat pelajari dengan pendekatan pembelajaran yang diharapkan oleh kurikulum yang sedang berlaku ( KBK).<br />c. Bandingkan dengan kompetensi dasar dan indikator yang ada dalam kurikulum, apakah telah mengakomodasi seluruh kompetensi.<br />d. Bandingkan uruatan kompetensinya dengan yang tertuang dalam kurikulum, apakah sesuai dengan kompetensi yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. <br />3. Memilih Buku<br />Buku yang dipilih adalah buku yang memenuhi kreteria secara garis besar antara lain menyangkut substansi materi, mudah dipahami, memiliki daya tark, dan mudah dibaca (Steffen-Peter Ballstaedt 1994). Selanjutnya diuraikan sebagai berikut;<br />a. Substansi materi<br />1) Kata pengantar ditulis secara menarik sehingga mendorong pembaca untuk mempelajarinya.<br />2) Materi yang disajikan merupakan satu kesatuan sesuai dengan standar kompetensi/kompetensi dasar yang tertuang didalam kurikulum<br />3) Dilengkapi dengan lembar-lembar kegiatan, sehingga mendorong pernbacanya untuk mencoba melakukan sesuatu. Disamping itu juga untuk memotivasi peserta didik melakukan kegiatan yang menimbulkan nasa ingin tahu bagi peserta didik, soal-soal yang kontekstual.<br />4) Menyajikan evaluasi mandiri yang dapat dilakukan peserta didik.<br />5) Kesesuaian substansi dengan kompetensi dasar mencapai minimal 75%.<br />b. Memiliki daya tarik.<br />1) Enak dipandang, kulit muka menampilkan gambar menarik, warna sejuk dan mendorong orang untuk membacanya. Bahan kertas yang digunakan kuat dan tidak mudah sobek.<br />2) Mendorong orang untuk berfikir, lengkap dengan contoh-contoh konkrit yang memperjelas persoalan yang disajikan.<br />3) Tidak terlalu tebal, sehingga tidak rnembuat pembaca merasa khawatir bosan membaca buku yang tebal Ukuran buku A4, A5 atau B5<br />4) Mengikuti struktur keilmuan yang jelas, dan menyajikan yang terkini (up to date) terutama hal-hal yang terkait dengan perjalanan suatu sejarah dan perkembangan ilmu dan teknologi.<br />5) Dilengkapi dengan ilustrasi dan gambar-garnbar yang sesuai sehingga dapat memperjelas substansi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Gambar dapat berupa gambar lukisa atau foto dan disajikan jelas dan menarik.<br />6) Menyebutkan materi dan kemampuan prasyarat yang telah dimiliki oleh peserta didik untuk digunakan pada awal uraian<br />7) Menyajikan konsep yang melibatkan produk teknologi seperti kalkalator, kornputer guna membantu penyelesaian persoalan yang timbul. Teknologi digunakan untuk aktivitas observasi, eksplorasi, investigasi, konjungtur (memberikan dugaan).<br />8) Menyajikan konteks yang dekat dengan lingkungan siswa sehingga contoh-contoh yang digunakan akan memudahkan siswa dalam memahaminya.<br />c. Mudah Dipahami<br />1) Disajikan secara runut dan lengkap mengandung pengertian/konsep, definisi, kelasifikasi, prosedur, penjelasan/perbandin, langkah penemuan atau pembuktian, dan contoh persoalan serta pemecahannya.<br />2) Bahasanya mudah dipahami, singkat, padat, maksimal 25 kata untuk tiap kalimat dan maksimal 7 kalimat dalam satu paragraf.<br />3) Materi menyajikan aspek penalaran dan pembuktian (untuk matematika dan ilmu pasti lainnya), aspek komunikasi, aspek keterkaitan dengan materi lain.<br />d. Mudah dibaca<br />1) Ramah terhadap mata/hurufnya tidak terlalu kecil, ukuran yang baik adalah antara 10 s.d 12 point. Menggunakan font (huruf) yang enak dilihat, misalnya jenis Times New Roman, Trebuchet MS, Arial dan lain sebagainya yang tidak terlalu banyak variasinya maksimal menggunakan 2 jenis huruf dalam satu buku. Menggunakan warna tulisan yang tidak terlalu mencolok, karena warna yang mencolok akan mengakibatkan mata lelah. Warna yang baik untuk mata adalah warna standar yaitu hitam<br />2) Struktur bahasanya baik dan enak dibaca. Menggunakan tata bahasa Indonesia yang baik, benar berdasarkan ejaan yang disempurnakan (EYD) dan komunikatif (dalam penggunaan kosa kata yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, notasi dan simbol digunakan secara benar).<br />3) Kalimat yang disajikan mengindikasikan berfikir logis, lengkap dan sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan berfikir peserta didik.<br />4) Masukkan hasil pemilihan kedalam format terlampir.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />I. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />A. Landasan<br />1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional<br />2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 13 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan <br />3. Kepmendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi<br />4. Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang SKL <br /><br />B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.<br /><br />C. Pengertian<br />Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.<br />KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.<br /><br />D. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip sebagai berikut<br />1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.<br />Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki potensi sentral untuk mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />2. beragam dan terpadu<br />Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang da jenis pendidikan serta mengharagi dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal dan pengembangan diri secara terpadu serta disusun dalam keterikatan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.<br />3. Tanggap terhadap perkembangan ilmupengetahuan, teknologi dan seni<br />Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.<br />4. Relevan dengan kebutuhankehidupan<br />Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untukmejamin kerelvansian pendidikan dengan kebutuhan kehidupan termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan dunia usaha dan dunia kerja.<br />5. Menyeluruh dan berkesinambungan<br />Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi bidang kajiankeilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.<br />6. Belajar sepanjang hayat<br />Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik agar mampu dan mampu belajar yangberlangsung sepanjang hayat.<br />7. Kesetaraan jender<br />8. Karakteristik satuan pendidikan<br /><br /><br />II. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />A. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan<br />1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut<br />2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut<br />3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pandidikan lebih lanjut sesuai kejuruannya.<br />B. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />1. Mata pelajaran<br />2. Muatan lokal<br />3. Kegiatanpengembangan diri<br />4. Pengaturan beban belajar<br />5. Ketuntasan belajar<br />6. Kenaikan kelas dankelulusan<br />7. Penjurusan<br />8. Pendidikan kecakapan hidup<br />9. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global<br />C. Kalender Pendidikan<br />Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam standar isi.<br /><br /><br /><br /><br />III. PENGEMBANGAN SILABUS<br />A. Pengertian Silabus<br />Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/ atau kelompok mata pelajaran/ tema yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator penyampaian kompetensi untuk penilaian, penilain, alokasii waktu dan sumber belajar. <br /><br />B. Prinsip-prinsip Pengembangan silabus<br />1. Ilmiah<br />2. Relevan<br />3. Sistematis<br />4. Konsisten<br />5. Memadai<br />6. Aktual dan kontekstual<br />7. Fleksibel<br />8. Menyeluruh<br /><br />C. Unit Waktu Silabus<br />Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.<br /><br />D. Pengembangan silabus<br />1. disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/ madrasah dan lingkungannya<br />2. Apabila guru mata pelajaran karena suatu hal belum dapat melaksanakan pengambangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/ madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/ madrasah tersebut.<br />3. di SD/MI semua guru kelas I sampai dengan kelas VI menyusun silabus secacra bersamaan. Di SMP/MTs untuk mata palajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersamaan oleh guru yang terkait.<br />4. Sekolah/ madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/ madrasah-madrasah lain yang tergabung melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengmbangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/ madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.<br />5. Dinas pendidikan/ departemen yangmenangani urusan pemerintah dibidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk tim yang terdiri dari para guru berpengalaman dibidangnya masing-masing.<br /><br />E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus<br />1. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar<br />2. Mengidentifikasi materi pokok/ pembelajaran<br />3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran<br /><br />F. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;<br />1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia<br />2. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik<br />3. keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan<br />4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional<br />5. Tuntutan dunia kerja<br />6. Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni<br />7. Agama<br />8. Dinamika perkembangan global<br />9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan<br />10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat<br /><br />G. Pengembangan Silabus Berkelajutan<br />Dalam implementasinya silabus dijabarkan sebagai rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.<br /><br />IV. PELAKSANAAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN<br />A. Analisis Konteks<br />1. Mengidentifikasi SI dan SKUsebagai acuan dalam penyusunan KTSP<br />2. Menganalisi satuan pendidikan yang ada dalam satuan pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana-prasarana biaya dan program-program<br />3. Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.<br />B. Mekanisme Penyusunan<br />1. Tim penyusun<br />Tim penyusun KTSP pada SD, SMP SMA dan SMK terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Di supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang pendidikan tingkat kkabupaten/kota untuk tingkat SD dan SMP dan provinsi untuk SMA dan SMK.<br />Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidang agama.<br />Tim penyusun KTSP khusus terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam kegiatan tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab dibidang pendidikan. <br />2. Kegiatan<br />Tahap kegiatan penusunan KTSP secara garis besar meliputi; menyiapkan dan penyusunan draf, reviu dan revisi serta finalisasi, pemantapan dan penilain. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim penyusun.<br />3. Pemberlakuan<br />Dokumen KTS pada SD, SMP, SMA dan SMK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk tingkat SMA dan SMK.<br />Dokumen KTS pada MI, MTS, MA dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite madrasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidan g agama.<br />Dokumen KTS pada SDLB, SMPLB dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapatkan pertimbangan dari komite sekolah dan diketahui oleh dinas provinsi yang ebrtanggung jawab di bidang pendidikan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-86300089824463038172009-01-15T11:34:00.000-08:002009-01-15T11:44:58.260-08:00FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISMEFILSAFA PENDIDIKAN MATERIALISME<br /><br />1. Latar Belakang Pemikiran<br />Matenalisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supernatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme “. Demokritos beserta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kedil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom- atom merupakan bagian dan yang begitu kecil sehingga mata kita tidak thpat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, sehingga dengan demikian membentuk realitas path pancaindera kita.<br />Karakteristik umum materiajisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan path sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang (Randall, et. al, 1942). Asumsi tersebut menunju.kkan bahwa<br />1) Semua sains seperti biologi., kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dan sains mekaniká;<br />2) Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memaharni) adalah menipakan suatu gerakan yang kompleks dan otak, sistern urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya;<br />3) Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, rnakna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar narna-nama atau semboyan, simbol subjektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda. Jadi, semua fenomena, baik fenomena sosial maupun fenomena psikologis adalah merupakan ‘bentuk-bentuk tersembunyi dan realitas fisik. Hubungan-hubungannya dapat berubah secara kausal.<br />Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu metafisika materiaiistis, suatu ketika yang humanistis, dan suatu episternologi yang menjungjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingn. mengganti idealisme Hegel (guru Feuerbach) dengan matenalisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi. Tidak mengenal alam spritual. Keprcayaan kepada Tuhan hanyalah merupakan suatu proyeksi dan kegagalam atau ketidakpuasan manusia untu mencapar cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia mernikirkan suatu wujud di luar dirinya yang dikhayalkannya memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolut. Oleh karena itu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan nianusia. Tuhan diciptakan oleh manusia sendiri, secara maya, padahal wujud tidak ada.<br />Cabang matenialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah junilahnya. Jumlah itu dapat diukur. Oleh kareria itu, segala yang ada dapat diamati dari diukur. Sebaliknya segala yang tidak dapat diamati dan atau diukur secara ilmiah berarti tidak dapat dipelajari secara positif.<br />August Comte sebagai pélopor positivisme berpandangan bahwa, “The highest form of knowledge is simple description presumably of ‘sensory phenomena”. (Runes, 1963 : 234). Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala saja (fenomena). Pandangan di atas berdasarkan atas hukum evolusi sejarah berpikir manusia. Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan berpikir yang dialami manuisa yaitu : 1) tingkatan teologis, 2) tingkatan metafisilç dan 3) tingkatan positif. Pada tingkatan teologis, pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayu1 dan prasangka. Kepercayaan atas kekuatan gaib di luar rnanusia sangat mendasan- cara berpikir manusia. Path tingkat kedua, pola berpikin manusia telah meninggalkan teologis, nainun masih berpikir abstrak; masih mempersoalkan hakikat dati segala yang ada, termasuk hakikat yang gaib juga. Path tingkatan ketiga, yaitu tingkatan berpikir yang mendasarkan path sains, di mana pandangan dogmatis dan spekulatif metafisik diganti oleh pengetahuari faktual. Path periode ini manusia membatasi dan mendasarkan pengetahuannya pada yang thpat dilihat, tapat diukun, dan dapat dibuktikan (verifiable).<br />Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman di mama orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologi maupun pengenalan metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akbir dari seluruh alam semesta, atau melacak hakikat yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenai atau yang disajikan kepadanya, yaitu dengan menganiati semua fakta-fakta yang positif yang menampakkan pada pancaindera dan menggunakan akalnya.<br />Jadi, dikatakan posotivisme, karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah yang berdasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan positif. Apa yang kita ketahui itu hanyalah yang tampak saja. Di luar itu manusia tidak perlu mengetahuinya. Positivisme membatasi studinya hanya pada bidang gejala-gejala.<br />Prosedur sains tidak memberi peluang untuk tidak menguji teori-teori secara langsung dalam pengalaman. Sain harus diyakini baik untu mencapai generalisasi deskripiif maupun memperoleh penjelasan-penjelasan yang dapat diverifikasi secara langsung. Menurut Randall (1942), penganut positivisme tampaknya bingung dalam menjelaskan hipotesis sebagai fungsi sains, dan hanya menekankan pada pencatatan, kiasifikasi, dan deskripsi. Pengkajian secara ilmiah harus diterapkan kepada seluruh aspek kehidupan. Dengan kata lain, seluruh aspek kehidupan dapat dikaji secara ilmiah, baik yang menyangkut kemasyarakatan, politik’dan moral.<br />Selanjutnya, dapat kita simak pandangan Tohnias Hobbes, sebagai pengikut empirisme materialislis. Ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).<br /><br />2. Pendidikan<br />Matenalisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Rahkan menurut Henderson (1959), materialisme belum pemahaman menjadi pentir dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992), filsafat positivisme sebagai cabang dari materalisme lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidkan dan mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan sangat berguna dalam penelitian-penelitan ilmiah, yang berupaya memeriksa (memverifikasi) berbagai hipotesis hubungan antarfaktor (antarvariabel). Sains pendidikan yang dipergunakan dalam mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, ialah berdasarkan pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu psikologi aliran “behaviorisme”.<br />Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang menipakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak, kita sebut berpikir, dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi, baik materi yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada di luar tubuh manusia. Behaviorisme yang berakar pada positivisme dan materialisme telah populer dalam menyusun teori pendidikan terutarna dalam teori belajar, yaitu apa yang disebut dengan “conditioning theory”, yang dikembangkan oleh EL. Thorndike dan B.F. Skinmer.<br />Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucng. Percobaan bisa dilakukan dengan membunyikan suara keras (misalnya bunyi gong, bunyi-bunyian yang keras mengagetkan anak, atau dengan jalan menakut-nakutinya) setiap kali anak memegang atau mendekati kucing kesayangannya. Dengan percobaan ini, pengikut behaviorisme ingin menunjukkan bahwa manusia dapat dibentuk (men are built, not boni).<br />Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (Materialisme dan posi tivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidkan (proses belajar) menekankan pentingnya keteranipilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.<br />Sebagai aliran yang dilandasi positivisme dan matebehaviorisme mengabaikan faktor intrapsikhis. Hal ini beraru dalam proses belajar tidak berorientasi pada apa yang terdapat dalam diri siswa (misainya harapan siswa, potensialitas siswa, kemauan siswa, dan sebagainya). Tujuan pendidikan bersifat eksternal, dalam arti ditentukan dan dirumuskan oleh lingkungan, tanpa memperhitungkan faktor internal siswa yang belajar.<br />Henderson memberikan kritik pada materialisme, dengan mengemukakan bahwa secara filosofi maupun psikologis, mate nalisme tidak memadai, karena tidak mungldn menerangkan bagaimana materi dalam gerak dapat berubah menjadi kesusilaan, nilai-nilai spirtual, aktivitas kreatif dari akal itu sendini “But as philosophy or psi chology, materialisme has proved inadequate. It has seemed impossible to explain the matter in motion can give rise to morale ideals, to spiritual values, to creative activity, to reason itself” (Henderson 1959 240).<br />Keberatan lain terhadap behavionisme yang dilandasi materialisme adalah karena behaviorisme menerangkan segala sesuatu secara mekanistis. Manusia merupakan mesin reaksi, sehingga pendidikan hanyalah soal mempengaruhi refleks dan perbuatan saja, yaitu perilaku yang hanya dapat diamati dan dapat diukur. Behaviorisme sama sekali tidak memberikan perhatian terhadap penghayatan seseorang tentang nilai-nilai, melainkan bagaimana perbuatan dan keterampilan dalam menampilkan nilai tersebut. Perbuatan dalam melaksa nakan nilai bisa berpura-pura. Jadi, dalam hal ini behaviorisme sama sekali tidak berhubungan dengan keyakinan atau keimanan seseorang, seperti halnya meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuahn Yang Maha Esa.<br />Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behavionsme yang bersurnber pada filsafat meterialisme, sebagai berikut:<br />1) Tema<br />Manusia yang baik dan efisien dahasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama.<br />2) Tujuanpendidikan<br />Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tangungjawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.<br />3) Kurikulum<br />Isi pendidikan mencak pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.<br />4) Metode<br />Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi.<br />5) Kedudukan siswa<br />Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar.<br />6) Peranan guru<br />Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.<br /> <br />FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME<br />1. Latar Belakang<br />Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresifi Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut.<br />Jalan yang diternpuh oleh kaum perenialis, adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zainan kuno dan abad pertengahan. Peradaban kuno (Yunani Purba) dan abad pertengahan dianggap sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa, dan ahad ke abad.<br />Pandangan-pandangan yang telah menjadi dasar budaya manusia tersebut, telah teruji kemampuan dan kekukuhannya oleh sejarah. Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno, serta ajaran Thomas Aquina dan abad pertengakan. Kaum perenialis percaya bahwa ajaran-ajaran dan tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntunan hidup dan kehidupan manusia path abad kedua puluh ini.<br />Dalam pendidikan, kauni perenialis berpandangan bahwa da lam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membaha yakan, seperti kita rasakan dewasa mi, tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalarn perilaku pendidik.<br />Mohanimad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhaliannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Peremanisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan.<br /><br />2. Latar belakisng filsafat<br />Perealisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti perealisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun filsafat baru, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep pendidikan pererialisme di1atarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Kiasik, filsafat Aritoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan flisafat Thomas Aquina yang mencoba mecnadukan antara flisafat Aritoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan).<br /><br />a. Plato<br />Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Bahaya perang dan kejahatan mengancam bangsa Athena. Siapa yang bisa memperoleh kebenaran secara retorik, dialah yang benar. Plato ingin membangun dan membina tata kehidupan dunia yang ideal, di atas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera, menibina cara yang menuju kebajikan.<br />Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu telah ada pada di manusia sejak dan asalnya, yang berasal dan realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia idea”, bersumber dan ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenarari, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lakir yang semuariya bersumber dan ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal atau rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.<br />Kebenaran itu ada, yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan dengan pengamatan indera, karena dengan berpikir itulah manusia dapat mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera, manusia hanya sampai pada memperkirakan. Manusia hendaknya memikirkan, menyelidiki dan mempelajari dirinya sendiri dan keseluruhan alam semesta.<br />Esensi realitas, pengetahuan, dan nilai merupakan manifestasi dari hukum universal yang abadi dan sempurna, yaitu ide mutlak yang supernatural. Ketertiban sosial hanya akan mungkin apabila ide tesebut dijadikan standar, atau dijadikan asas normatif dalam segala aspek kehidupan. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemmipin yang sadar akan asas normatif tersebut dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.<br />Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Masyarakat ini lahir apabila setiap warga negara melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan tingkat kedudukan dan keimimpuan pribadinya. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “Ide mutlak”. ide mutlak inilah yang membimbing manusia untuk menemukan kriteria moral, politik, dan sosial, serta keadilan. Ide mutlak adalah suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transendental. Ide mutlak adalah pencipta alain semesta, yaitu Tuhan.<br /><br />b. Aristoteles<br />Aristoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun daiam pemikirarmya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemilkirannya disebut filsafat realisme (realisme kiasik). Cara berpikir Aristoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang meriekankan berpikir rasional spekulatif Aristoteles mengarnbil cara berpikir rasional empiris realistis. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari-hari.<br />Aristoteles hidup pada abad keempat Sebelum Masehi, namun dia dinyatakan sebagai pemikir abad perterigahan. Karya-karya Aristoteles merupakan dasar berpikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiri menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kebahagiaan dan kebaikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenungan pasif melinkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.<br />Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang nienuju kepada manusia ideal., manusia sempurna.<br />Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alain materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam super natural.<br /><br />c. Thomas Aquina<br />Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul path waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Aristoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus). Menurut Aquna, tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus terang dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Anstoteles.<br />Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dan Tuhan bagaikan air yang mengalir dan sumbemya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi “. Thomas Aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitasnya, yaitu: 1) dunia tidak diadakan dan semacam bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja, demikian menurut Bertens (1979).<br />Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukakan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dari oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilah ia mempertemukan pandangan filsafat idealisme, realisme, dan ajaran gereja). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perernalisme dengan neotomisme. Perenialisme adalah sama dengan neotomisme dalam pendidikan.<br /><br />3. Pendidikan<br />Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau perennial. Tujuan dan pendidikan, menurut pemikiran perenialis adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang pninsip-prinsip atau gagasan-gagasn besar yang tidak berubah. Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakekat manusia pada dasamya tetap tidak berubah selama berabad abad: jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di setiap zaman. Lebih jauh lagi, filsafat perennialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia; filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat manusia menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dan binatang-binatang lain.<br />Kurikulurn menunut kaum perennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kuitural” para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni dan sarns) yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia. Berkenaan dengan bidang kurikulum hanya satu pertanyaan yang harus diajuka Apakab para siswa memperoleh muatan yang merepresentasikan usaha-usaha yang paling tinggi dalam bidang itu? Jadi, seorang guru Bahasa Inggris SMU dapat mengharuskan para siswanya untuk membaca Moby Dick–nya Melville atau sebagian dari drama Shakespeare bukannya sebuab novel dalam daftar terlaris saat ini. Sama halnya dengan para siswa IPA akan mempelajari mengenai tiga hukum gerakan atau tiga hukum termodinamika hukannya membangun suatu model penerbangan ulang balik angkasa luar.<br />Dua dari pendukung filsafat peremalis adalah Robert Maynard Hutchins. dan Mortirner Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap Buku Besar bersejarah (Great Books) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perennialis Hutchins di dasankan pada tiga asumnsi mengenai pendidikan:<br />a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benan dimana pun juga; pendekkatan kebenanan bersifàt universal dan tak terikat waktu.<br />b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasn, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan.<br />c. Pendidikan harus mensliniulasi para mahasiswa untuk berpikir secara mendalarn mengenth gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pertiikiran yang benar dan krilis seperti metoda pokok mereka, dan niereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.<br />Mortiner Adler, bersama-sama dengan Hutchin, melakukan studi terhadap lebih dan 100 buku-buku kiasik yang bersifat abadi, dan Plato sampai Einstein. Dengan pendekatan Buku Besar itu dimak sudkan agar para siswa merdeka dan menjadi pemikir yang kritis. ini merupakan suatu kurikulum yang diperlukan, dan kurikulunt mi rnernfokuskan pada disiplin-disiplin pengetahuan yang abadi bukaninya path peristiwa-peristiwa atau minat-minat siswa saat ini.<br /><br /><br />Bebeberapa pnnsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu:<br />a) Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia di mana pun dan kapan pun ia berada adalah sama. Robert M. Hutekin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa manusia pada hakikathya adalah hewan rasional (manusia adalah pandangan Aristoteles). Tujuan pendidikan adalah santa dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi semua orang, di mana pun dan kapan pun ia berada, begitu pula tujuan pendidikan harus sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia. Hal di atas dikemukakan oleh Hutekin sebagai berikut: “Man may very from society to society but the function of man, is the same in every age and every society, since it results from his nature as a man. The aims of educational system can exist: it is to improve man as man”. (Kneller, 1971).<br />b) Rasio merupakan atribut manusia yang paling finggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan mengontrol seleranya. Apabila anak gagal dalam belajar, guru tidak boleh dcngan cepat meletakan kesalahan pada lingkungan yang tidak rnenyenanigkan, atau pada rangkaian peristiwa psikologis yang tidak menguntungkan. Guru harus mampu mengatasi semua gangguau tersebut, dengan melakukan pendekatan secana intelektual yang santa bagi semua siswa. Tidak ada anak yang diizinkan untuk menentukan pengalanian pendidikarinya yang ia inginkan.<br />c) Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak harus diberi pelajaran yang pasti, yang akan memperkenalkannya dengan keabadian dunia. Anak tidak boleh dipaksa untuk mempelajani pelajaran yang tampaknya penting suatu saat saja. Begitu pula kepada anak jangan memberikan pelajaran yang hanya menarik pada saat-saat tertentu yang khusus. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata pelajaran “general education”, yang meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni, dan 3 R’s (membaca, menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.<br />d) Pendidikan bukan mempakan peniruan dan hidup, melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup. Sekolah tidak pernah menjadi situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak merupakan peraturan-peraturan yang artifisial di mana ia berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan sosial budaya.<br />e) Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut sejarah, flisafat, seni, begitu juga dalam literatur yang berhubungan dengan kehidupan sosial, terutama politik dan ekonomi. Dalam literatur-literatur tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha besar.<br />Hutcckins menyusun kurikulurn untuk sekolah menengah dan universitas berpusat pada buku-buku besar seperti di atas. Keuntungan dan mempelajari buku-buku klasik yang besar tersebut adalah siswa belajar apa yang telah terjadi pada masa lampau, dan apa yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar atau pemikir-pemikir terdahulu. Siswa belajar berpikir untuk dirinya, karena dengan berkemampuan berpikir siswa akan niemiliki pedoman untuk mampu mengatasi segala masalah kehidupan yang ia hadapi. Segala masalah dapat dipecahkan dengan menggunakan prinsip-prinsip dan kebijakan-kebijakan yang telah dimuliki manusia, serta dengan menggunakan pikiran yang telah didisiplinkan untuk berpikir.<br /><br />4. Potret Guru Perenialis<br />Ny. Berstein mengajar Bahasa lnggris di SMU sejak pertengahan tahun 1960-an. Di antara para siswa dan juga para guru, ia memiliki suatu replilasi sebagai orang yang banyak menuntut. Selama pertengahan 1970 – an ia memiliki waktu yang sulit untuk berhubungan dengan siswa yang secara agresif menuntut diajar pelajaran-pelajaran yang “relevan”. Sebagai seorang lulusan universitas top di Timur Amerika dimana ia menerima suatu pendidikan klasik dan liberal, Nyonya Berstein menolak untuk memperlonggar penekanan pada karya-karya besar kesusastraan di kelasnya yang ia rasa perlu diketahui oleh para siswanya, seperti Beowulf, Chaucer, Dickens, dan Shakespeare.<br />Ny. Berstein yakin bahwa kerja dan usaha keras itu penting jika seseorang ingin memperoleh pendidikan yang baik. Akibatnya, ia memberi siswa kesempatan yang sangat sedikit untuk berbuat, bertindak salah, dan ia tampak tahan dengan keluhan siswa yang dilakukan secara terbuka mengenai beban belajarnya. Ia sangat bersemangat ketika ia berbicara mengenai nilai karya klasik pada para siswa yang sedang bersiap-siap hidup sebagai orang dewasa di abad ke duapuluh satuAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-22104221394246080192009-01-15T11:27:00.000-08:002009-01-15T11:30:54.149-08:00DEMOKRASI DAN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br />Demokrasi lahir bukan tanpa korban. Socrates yang menjadi filsuf paling berpengaruh dalam era Yunani, telah dengan sangat kritis menyampaikan pembelaan atas pikiran-pikirannya, ketika berhadapan dengan keputusan demokratis yang menyatakan ia bersalah dan meminta meminum racun. Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf selanjutnya menjadi kehilangan kepercayaan kepada demokrasi yang memenangkan suara orang awam (Fuad Hassan, 1996). Kaum bangsawan memang dengan sangat cerdik telah memanipulasi demokrasi demi keberlanjutan kekuasaan yang mereka miliki, sehingga suara orang awam pun bisa mereka wakili, tanpa harus mengacu kepada substansi kebenaran suara-suara itu.<br />Demokrasi datang ke Indonesia juga bukan tanpa korban. Dalam peristiwa Perang Kamang (1908) di Sumatera Barat, masyarakat telah berteriak tentang betapa pentingnya penolakan atas “pajak tanpa perwakilan. Dalam model-model yang sederhana, penolakan atas kebijakan raja di tanah Jawa yang dianggap merugikan rakyat dilakukan dengan cara menjemur diri di depan alun-alun Istana Raja. Sejumlah manifesto juga dikeluarkan, antara lain dengan gerakan Indonesia Berparlemen. Lewat Volksraad, telah dimulai suara-suara yang mewakili kepentingan tanah jajahan, sekalipun terbatas dalam hak dan wewenang. Upaya paling maksimal adalah menempuh jalan kekerasan lewat pemberontakan bersenjata. Korban-korban pun berjatuhan, sebagai perintis jalan bagi penentuan nasib sendiri dan sekaligus hak membentuk pemerintahan.<br />Kemerdekaan Indonesia sejak 17 Agustus 1945 telah membuka kesempatan luas ke arah pemerintahan yang demokratis. Ada kehendak dalam penjelasan UUD 1945 untuk mengadakan pemilihan umum, yang menunjukkan kedaulatan rakyat dilaksanakan dalam level tertinggi, namun terkendala oleh perang kemerdekaan. Tetapi, bukan tidak ada demokrasi, walaupun berlangsung secara inkonsistusional demi tujuan-tujuan politik dan diplomasi internasional, yakni dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan KNIP Daerah. Tokoh beraliran sosialis, Sutan Syahrir, adalah pengusung adanya parlemen yang tidak dipilih dalam pemilihan umum itu, serta membangun pemerintahan berdasarkan sistem yang seringkali campur baur, yakni antara presidensial dan parlementer. Wakil Presiden Muhammad Hatta bahkan pernah menduduki kursi Perdana Menteri, sementara simbol negara, yakni Presiden Soekarno, tetap dipertahankan pada kursi kekuasaannya. <br /><br />2. Rumusan Masalah<br />a. Demokrasi di Indonesia merupakan yang terumit di dunia<br />b. Rendahnya partisipasi politik mengindikasikan aneka makna.<br />c. Kurangnya pemahaman tentang demokrasi<br />d. Bagaimana orang menyeimbangkan demokrasi?<br />e. Bisakah kita menerima pemerintahan oleh mayoritas, sementara minoritas tetap dihormati dan dilindungi?<br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /> <br />A. DEMOKRASI MENURUT PARA ILMUAN<br />Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, judikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain.<br />Demokrasi secara harafiah merupakan sistem pemerintahan yang sangat membuka pintu lebar-lebar kepada arus akuntabilitas publik. Adalah naif jika kita mendefenisikan demokrasi sebagai sebuah terminologi untuk kediktatoran mayoritas. Seringkali memang, sistem demokrasi diejawantahkan dalam bentuk voting atau pengambilan suara terbanyak. Namun harus diingat bahwa voting, referendum, atau apapun namanya yang sifatnya pengambilan suara terbanyak, hanyalah merupakan upaya untuk memoderasi berbagai variasi perbedaan opsi yang terjadi pada peserta sistem demokrasi. Dengan kata lain, inti dari sebuah system pemerintahan yang demokratis adalah pada partisipasi seluruh entitas sistem tersebut terhadap setiap putusan atau kebijakan yang diambil.<br />Michael Oakeshott dan F.A. Hayek pernah menyatakan bahwa sivitas atau negara sebagai bentuk purposive association yaitu pengelompokkan yang dibentuk karena persamaan tujuan atau maksud (shared purposes or goals), memiliki kecenderungan mencerabut kebebasan berasosiasi bagi kelompok-kelompok yang memiliki tujuan sendiri yang dianggap seolah-olah berbeda dengan tujuan bangsa secara keseluruhan. Akibatnya, negara purposive (yang dilawankan dengan ‘enterprise association) semacam itu mau tidak mau cenderung melanggar kebebasan berasosiasi, menuntut keharusan partisipasi dalam kelompok yang mendukung tujuan-tujuan dari sivitas (negara), dan pada saat yang bersamaan menindas siapapun yang menganggu usaha pencapaian tujuan yang dimaksukan (purposive goals). Pada akhirnya, hanya dengan memastikan pemerintah bersikap netral dalam kaitannya dengan berbagai tujuan yang ada dalam masyarakat, maka civil society akan bisa bertumbuh dengan subur. Meskipun kebebasan berasosiasi tidak disebut dengan cara yang sama seperti kebebasan berpendapat (free speech) dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan itu nampak menjadi salah satu “kebebasan dasar” dari banyak masyarakat liberal setidaknya menurut para pemikir seperti Rawls, Mill dan banyak pemikir liberal yang lain.<br />Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.<br />Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.<br />Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.<br />Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.<br />Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.<br /> <br />B. DEMOKRASI MENURUT BEBERAPA ORGANISASI ISLAM<br /> Demokrasi yang telah dijajakan negara Barat kafir ke negeri-negeri Islam, sesungguhnya adalah sistem kufur. Ia tidak punya hubungan sama sekali dengan Islam, baik langsung maupun tidak langsung. Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis besar maupun rinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.<br /> Karena itu, kaum muslimin diharamkan secara mutlak mengambil, menerapkan dan menyebarluaskan demokrasi.<br /> Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dibuat manusia, dengan tujuan untuk membebaskan diri dari kezhaliman dan penindasan para penguasa terhadap manusia atas nama agama. Demokrasi adalah suatu sistem yang bersumber dari manusia. Tidak ada hubungannya dengan wahyu atau agama.<br /> Kelahiran demokrasi bermula dari adanya para penguasa di Eropa yang beranggapan bahwa penguasa adalah Wakil Tuhan di bumi dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi mereka kewenangan membuat hukum dan menerapkannya. Dengan kata lain, penguasa dianggap memiliki kewenangan memerintah rakyat dengan peraturan yang dibuat penguasa itu sendiri, karena mereka telah mengambil kekuasaannya dari Tuhan, bukan dari rakyat. Lantaran hal itu, mereka menzhalimi dan menguasai rakyat-sebagaimana pemilik budak menguasai budaknya berdasarkan anggapan tersebut.<br /> Lalu timbullah pergolakan antara para penguasa Eropa dengan rakyatnya. Para filosof dan pemikir mulai membahas masalah pemerintahan dan menyusun konsep sistem pemerintahan rakyat yaitu sistem demokrasi di mana rakyat menjadi sumber kekuasaan dalam sistem tersebut. Penguasa mengambil sumber kekuasaannya dari rakyat yang menjadi pemilik kedaulatan. Rakyat dikatakan memiliki kehendaknya, melaksanakan sendiri kehendaknya itu, dan menjalankannya sesuai sesuai keinginannya. Tidak ada satu kekuasaan pun yang menguasai rakyat, karena rakyat ibarat pemilik budak, yang berhak membuat peraturan yang akan mereka terapkan, serta menjalankannya sesuai dengan keinginannya. Rakyat berhak pula mengangkat penguasa untuk memerintah rakyat karena posisinya sebagai wakil rakyat dengan peraturan yang dibuat oleh rakyat.<br /> Karena itu, sumber kemunculan sistem demokrasi seluruhnya adalah manusia, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan wahyu atau agama.<br /> Demokrasi merupakan lafal dan istilah Barat yang digunakan untuk menunjukkan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Rakyat dianggap penguasa mutlak dan pemilik kedaulatan, yang berhak mengatur urusannya sendiri, serta melaksanakan dan menjalankan kehendaknya sendiri. Rakyat tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan siapapun, selain kekuasaan rakyat. Rakyat berhak membuat peraturan dan undang-undang sendiri karena mereka adalah pemilik kedaulatan melalui para wakil rakyat yang mereka pilih. Rakyat berhak pula menerapkan peraturan dan undang-undang yang telah mereka buat, melalui para penguasa dan hakim yang mereka pilih dan keduanya mengambil alih kekuasaan dari rakyat, karena rakyat adalah sumber kekuasaan. Setiap individu rakyat sebagaimana individu lainnya berhak menyelenggarakan negara, mengangkat penguasa, serta membuat peraturan dan undang-undang.<br /> Menurut konsep dasar demokrasi yaitu peme-rintahan yang diatur sendiri oleh rakyat seluruh rakyat harus berkumpul di suatu tempat umum, lalu membuat peraturan dan undang-undang yang akan mereka terapkan, mengatur berbagai urusan, serta memberi keputusan terhadap masalah yang perlu diselesaikan.<br /> Namun karena tidak akan mungkin mengumpulkan seluruh rakyat di satu tempat agar seluruhnya menjadi sebuah lembaga legislatif, maka rakyat kemudian memilih para wakilnya untuk menjadi lembaga legislatif. Lembaga inilah yang disebut dengan Dewan Perwakilan, yang dalam sistem demokrasi dikatakan mewakili kehendak umum rakyat dan merupakan penjelmaan politis dari kehendak umum rakyat. Dewan ini kemudian memilih pemerintah dan kepala negara yang akan menjadi penguasa dan wakil rakyat dalam pelaksanaan kehendak umum rakyat. Kepala negara tersebut mengambil kekuasaan dari rakyat yang telah memilihnya, untuk memerintah rakyat dengan peraturan dan undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Dengan demikian, rakyatlah yang memiliki kekuasaan secara mutlak, yang berhak menetapkan undang-undang dan memilih penguasa yang akan melaksanakan undang-undang tersebut.<br /> Kemudian, agar rakyat dapat menjadi penguasa bagi dirinya sendiri serta dapat melaksanakan kedaulatan dan menjalankan kehendaknya sendiri secara sempurna baik dalam pembuatan undang-undang dan peraturan maupun dalam pemilihan penguasa tanpa disertai tekanan atau paksaan, maka kebebasan individu menjadi prinsip yang harus diwujudkan oleh demokrasi bagi setiap individu rakyat. Dengan demikian rakyat akan dapat mewujudkan kedaulatannya dan melaksanakan kehendaknya sendiri sebebas-bebasnya tanpa tekanan atau paksaan.<br /> Kebebasan individu ini nampak dalam empat macam kebebasan berikut ini :<br />1. Kebebasan Beragama. <br />2. Kebebasan Berpendapat.<br />3. Kebebasan Kepemilikan.<br />4. Kebebasan Bertingkah Laku.<br /><br /> Demokrasi lahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi asas ideologi Kapitalisme. Aqidah ini merupakan jalan tengah yang tidak tegas, yang lahir dari pergolakan antara para raja dan kaisar di Eropa dan Rusia dengan para filosof dan pemikir. Saat itu para raja dan kaisar telah memanfaatkan agama sebagai alat mengeksploitasi dan menzhalimi rakyat, serta alat untuk menghisap darah mereka. Ini disebabkan adanya suatu anggapan bahwa raja dan kaisar adalah wakil Tuhan di muka bumi. Para raja dan kaisar itu lalu memanfaatkan para rohaniwan sebagai tunggangan untuk menzhalimi rakyat, sehingga berkobarlah pergolakan sengit antara mereka dengan rakyatnya. <br /> Pada saat itulah para filosof dan pemikir bangkit. Sebagian di antara mereka ada yang mengingkari keberadaan agama secara mutlak, dan ada pula yang mengakui keberadaan agama tetapi menyerukan pemisahan agama dari kehidupan, yang kemudian melahirkan pemisahan agama dari negara dan pemerintahan.<br /> Pergolakan ini berakhir dengan suatu jalan tengah, yaitu pemisahan agama dari kehidupan yang dengan sendirinya akan menyebabkan pemisahan agama dari negara. Ide ini merupakan aqidah yang menjadi asas ideologi Kapitalisme dan menjadi landasan pemikiran (Qaidah Fikriyah) bagi ideologi tersebut, yang mendasari seluruh bangunan pemikirannya, menentukan orientasi pemikiran dan pandangan hidupnya, sekaligus menjadi sumber pemecahan bagi seluruh problem kehidupan. Maka aqidah ini merupakan pengarahan pemikiran (Qiyadah Fikriyah) yang diemban oleh Barat dan selalu diserukannya ke seluruh penjuru dunia.<br /> Jelaslah bahwa aqidah tersebut telah menjauhkan agama dan gereja dari kehidupan bernegara, yang selanjutnya menjauhkan agama dari pembuatan peraturan dan undang-undang, pengangkatan penguasa dan pemberian kekuasaan kepada penguasa. Oleh karena itu, rakyat harus memilih peraturan hidupnya sendiri, membuat peraturan dan undang-undang, dan mengangkat penguasa yang akan memerintah rakyat dengan peraturan dan undang-undang tersebut, serta mengambil kekuasaannya berdasarkan kehendak umum mayoritas rakyat.<br /> Dari sinilah sistem demokrasi lahir. Jadi, ide pemisahan agama dari kehidupan adalah aqidah yang telah melahirkan demokrasi, sekaligus merupakan landasan pemikiran yang mendasari seluruh ide-ide demokrasi.<br />Demokrasi berlandaskan dua ide :<br />1. Kedaulatan di tangan rakyat.<br />2. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.<br /> Kedua ide tersebut dicetuskan oleh para filosof dan pemikir di Eropa ketika mereka melawan para kaisar dan raja, untuk menghapuskan ide Hak Ketuhanan (Divine Rights) yang menguasai Eropa waktu itu. Atas dasar ide itu, para raja menganggap bahwa mereka memiliki Hak Ketuhanan atas rakyat dan hanya merekalah yang berhak membuat peraturan dan menyelenggarakan pemerintahan serta peradilan. Raja adalah negara. <br /> Sementara itu rakyat dianggap sebagai pihak yang harus diatur, dan dianggap tidak memiliki hak dalam pembuatan peraturan, kekuasaan, peradilan, atau hak dalam apapun juga. Rakyat berkedudukaan sebagai budak yang tidak memiliki pendapat dan kehendak, melainkan hanya berkewajiban untuk taat saja kepada penguasa dan melaksanakan perintah.<br /> Lalu disebarkanlah dua ide landasan demokrasi tersebut untuk menghancurkan ide Hak Ketuhanan secara menyeluruh, dan untuk memberikan hak pembuatan peraturan dan pemilihan penguasa kepada rakyat. Dua ide tersebut didasarkan pada anggapan bahwa rakyat adalah ibarat tuan pemilik budak, bukan budak yang dikuasai tuannya. Jadi rakyat ibarat tuan bagi dirinya sendiri, tidak ada satu pihak pun yang dapat menguasainya. Rakyat harus memiliki kehendaknya dan melaksanakannya sendiri. Jika tidak demikian, berarti rakyat adalah budak, sebab perbudakan artinya ialah kehendak rakyat dijalankan oleh orang lain. Maka apabila rakyat tidak menjalankan kehendaknya sendiri, berarti rakyat tetap menjadi budak.<br /> Maka untuk membebaskan rakyat dari perbudakan ini, harus dianggap bahwa rakyat saja yang berhak menjalankan kehendaknya dan menetapkan peraturan yang dikehendakinya, atau menghapus dan membatalkan peraturan yang tidak dikehendakinya. Sebab, rakyat adalah pemilik kedaulatan yang mutlak. Rakyat harus dianggap pula berhak melaksanakan peraturan yang ditetapkannya, serta memilih penguasa (badan eksekutif) dan hakim (badan yudikatif) yang dikehendakinya untuk menerapkan peraturan yang dikehendaki rakyat. Sebab, rakyat adalah sumber seluruh kekuasaan, sementara penguasa mengambil kekuasaannya dari rakyat.<br /> Dengan berhasilnya revolusi melawan para kaisar dan raja serta robohnya ide Hak Ketuhanan, maka kedua ide landasan demokrasi tersebut kedaulatan di tangan rakyat, dan rakyat sebagai sumber kekuasaan dapat diterapkan dan dilaksanakan. Dua ide inilah yang menjadi asas sistem demokrasi. <br /> Dengan demikian, rakyat bertindak sebagai Musyarri' (pembuat hukum) dalam kedudukannya sebagai pemilik kedaulatan, dan bertindak sebagai Munaffidz (pelaksana hukum) dalam kedudukannya sebagai sumber kekuasaan.<br /> Demokrasi adalah sistem pemerintahan berdasarkan suara mayoritas. Anggota-anggota lembaga legislatif dipilih berdasarkan suara mayoritas pemilih dari kalangan rakyat. Penetapan peraturan dan undang-undang, pemberian mosi percaya atau tidak percaya kepada pemerintah dalam dewan perwakilan, ditetapkan pula berdasarkan suara mayoritas. Demikian pula penetapan semua keputusan dalam dewan perwakilan, kabinet, bahkan dalam seluruh dewan, lembaga, dan organisasi lainnya, ditetapkan berdasarkan suara mayoritas. Pemilihan penguasa oleh rakyat baik langsung maupun melalui para wakilnya, ditetapkan pula berdasarkan suara mayoritas pemilih dari rakyat.<br /> Oleh karena itu, suara bulat (mayoritas) adalah ciri yang menonjol dalam sistem demokrasi. Pendapat mayoritas menurut demokrasi merupakan tolok ukur hakiki yang akan dapat mengungkapkan pendapat rakyat yang sebenarnya.<br /> Demikianlah penjelasan ringkas mengenai demokrasi dari segi pengertiannya, sumbernya, latar belakangnya, aqidah yang melahirkannya, asas-asas yang melandasinya, serta hal-hal yang harus diwujudkannya agar rakyat dapat melaksanakan demokrasi.<br /> Dari penjelasan ringkas tersebut, nampak jelaslah poin-poin berikut ini :<br />1. Demokrasi adalah buatan akal manusia, bukan berasal dari Allah SWT. Demokrasi tidak bersandar kepada wahyu dari langit dan tidak memiliki hubungan dengan agama mana pun dari agama-agama yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya.<br />2. Demokrasi lahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan, yang selanjutnya melahirkan pemisahan agama dari negara.<br />3. Demokrasi berlandaskan dua ide : <br /> a. Kedaulatan di tangan rakyat.<br /> b. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.<br />4. Demokrasi adalah sistem pemerintahan mayoritas. Pemilihan penguasa dan anggota dewan perwakilan diselenggarakan berdasarkan suara mayoritas para pemilih. Semua keputusan dalam lembaga-lembaga tersebut diambil berdasarkan pendapat mayoritas.<br />5. Demokrasi menyatakan adanya empat macam kebebasan, yaitu :<br /> a. Kebebasan Beragama (freedom of religion)<br /> b. Kebebasan Berpendapat (freedom of speech)<br /> c. Kebebasan Kepemilikan (freedom of ownership)<br /> d. Kebebasan Bertingkah Laku (personal freedom)<br /><br /> Demokrasi harus mewujudkan kebebasan tersebut bagi setiap individu rakyat, agar rakyat dapat melaksanakan kedaulatanya dan menjalankannya sendiri. Juga agar dapat melaksanakan haknya untuk berpartisipasi dalam pemilihan para penguasa dan anggota lembaga-lembaga perwakilan dengan sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan atau paksaan.<br /> Dengan memperhatikan poin 1 di atas, sebenarnya sudah jelas bahwa demokrasi adalah sistem kufur, tidak berasal dari Islam, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan Islam.<br /> Namun sebelum kami menjelaskan lebih lanjut pertentangan demokrasi dengan Islam serta hukum syara' dalam pengambilannya, kami ingin menjelaskan terlebih dahulu, bahwa demokrasi itu sendiri sebenarnya belum pernah diterapkan di negara-negara asal demokrasi, dan bahwa praktek demokrasi itu sesungguhnya didasarkan pada kedustaan dan penyesatan. Kami ingin menjelaskan pula tentang kerusakan dan kebusukan demokrasi, serta berbagai musibah dan malapetaka yang telah menimpa dunia akibat penerapan demokrasi, termasuk sejauh mana kebobrokan masyarakat yang menerapkan demokrasi.<br /> Demokrasi dalam maknanya yang asli, adalah ide khayal yang tidak mungkin dipraktekkan. Demokrasi belum dan tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun. Sebab, berkumpulnya seluruh rakyat di satu tempat secara terus menerus untuk memberikan pertimbangan dalam berbagai urusan, adalah hal yang mustahil. Demikian pula keharusan atas seluruh rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengurus administrasinya, juga hal yang mustahil.<br /> Oleh karena itu, para penggagas demokrasi lalu mengarang suatu manipulasi terhadap ide demokrasi dan mencoba menakwilkannya, serta mengada-adakan apa yang disebut dengan "Kepala Negara", "Pemerintah" dan "Dewan Perwakilan". <br /> Namun meskipun demikian, pengertian demokrasi yang telah ditakwilkan ini pun toh tetap tidak sesuai dengan fakta yang ada dan tidak pernah pula terwujud dalam kenyataan. <br /> Klaim bahwa kepala negara, pemerintah, dan anggota parlemen dipilih berdasarkan mayoritas suara rakyat; bahwa dewan perwakilan adalah penjelmaan politis kehendak umum mayoritas rakyat; dan bahwa dewan tersebut mewakili mayoritas rakyat, semuanya adalah klaim yang sangat tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. <br /> Sebab, anggota parlemen sesungguhnya hanya dipilih sebagai wakil dari minoritas rakyat bukan mayoritasnya mengingat kedudukan seorang anggota di parlemen itu sebenarnya dicalonkan oleh sejumlah orang, bukan oleh satu orang. Karena itu suara para pemilih di suatu daerah, harus dibagi dengan jumlah orang yang mencalonkan. Dengan demikian, orang yang meraih suara mayoritas para pemilih di suatu daerah sebenarnya tidak memperoleh suara mayoritas dari mereka yang berhak memilih di daerah tersebut. Konsekuensinya ialah para wakil yang menang, sebenarnya hanya mendapatkan suara minoritas rakyat, bukan mayoritasnya. Maka mereka menjadi orang-orang yang mendapat kepercayaan dari minoritas rakyat dan menjadi wakil mereka, bukan orang-orang yang mendapat kepercayaan dari mayoritas rakyat dan tidak pula menjadi wakil mereka.<br /> Demikian pula kepala negara, baik yang dipilih oleh rakyat secara langsung maupun oleh para anggota parlemen, sebenarnya juga tidak dipilih berdasarkan mayoritas suara rakyat, tetapi berdasarkan minoritas suara rakyat, sebagaimana halnya pemilihan anggota parlemen tersebut di atas.<br /> Lagi pula, para kepala negara dan anggota parlemen di negara-negara asal demokrasi, seperti Amerika Serikat dan Inggris, sebenarnya mewakili kehendak kaum kapitalis yaitu para konglomerat dan orang-orang kaya dan tidak mewakili kehendak rakyat ataupun mayoritas rakyat. Kondisi ini dikarenakan para kapitalis raksasa itulah yang mendudukkan mereka ke berbagai posisi pemerintahan dan lembaga-lembaga perwakilan, yang akan merealisasikan kepentingan para kapitalis itu. Kaum kapitalis tersebut telah membiayai proses pemilihan presiden dan anggota parlemen, sehingga mereka memiliki pengaruh yang kuat atas presiden dan anggota parlemen. Fakta ini sudah terkenal di Amerika. <br /> Sementara di Inggris, yang berkuasa adalah orang-orang dari partai Konservatif. Partai Konservatif ini juga mewakili para kapitalis raksasa, yaitu para konglomerat, para pengusaha dan pemilik tanah, serta golongan bangsawan yang aristokratis. Partai Buruh tidak dapat menduduki pemerintahan, kecuali terdapat kondisi politis yang mengharuskan tersingkirnya Partai Konservatif dari pemerintahan. Oleh karena itu, para penguasa dan anggota parlemen di Amerika Serikat dan Inggris sebenarnya hanya mewakili para kapitalis, tidak mewakili kehendak rakyat ataupun kehendak mayoritas rakyat.<br /> Berdasarkan fakta ini, maka pernyataan bahwa parlemen di negeri-negeri demokrasi adalah wakil dari pendapat mayoritas, merupakan perkataan dusta dan menyesatkan. Demikian pula pernyataan bahwa para penguasa dipilih oleh mayoritas rakyat dan mengambil kekuasaan mereka dari rakyat, juga merupakan dusta yang menyesatkan!<br /> Di samping itu, peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam parlemen-parlemen tersebut, serta kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara-negara tersebut, diputuskan dengan pertimbangan: bahwa kepentingan para kapitalis harus lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat atau mayoritas rakyat.<br /> Kemudian pernyataan bahwa penguasa/presiden bertanggung jawab kepada parlemen yang merupakan penjelmaan kehendak umum rakyat; dan bahwa keputusan-keputusan yang penting tidak dapat diambil kecuali dengan persetujuan mayoritas anggota parlemen, tidaklah sesuai dengan hakekat dan kenyataan yang ada. Sir Anthony Eden (PM Inggris), misalnya, telah mengumumkan Perang Suez terhadap Mesir tanpa memberi tahu baik kepada parlemen maupun kepada para menteri yang memiliki andil dalam pemerintahannya. Hanya dua atau tiga menteri saja yang diberitahu. John Foster Dulles pada saat Perang Suez telah diminta oleh Kongres untuk menyerahkan laporan mengenai Terusan Suez dan menjelaskan sebab-sebab pembatalan usulan pembiayaannya. Namun dia menolak mentah-mentah untuk menyerahkan laporan tersebut kepada Kongres. Sementara itu Charles de Gaulle telah mengambil keputusan-keputusan tanpa diketahui para menterinya. Raja Hussein pun telah mengambil keputusan-keputusan yang penting dan berbahaya tanpa diketahui oleh para menteri atau anggota parlemen.<br /> Oleh karenanya, pernyataan bahwa parlemen-parlemen di negeri-negeri demokrasi telah mewakili pendapat mayoritas, dan bahwa para penguasa dipilih berdasarkan suara mayoritas serta menjalankan pemerintahan menurut peraturan yang ditetapkan dan dikehendaki oleh mayoritas, ternyata tidak sesuai dengan hakekat dan kenyataan yang sebenarnya. Perkataan itu dusta dan menyesatkan!<br /><br /> Penjelasan di atas berkenaan dengan kenyataan di negeri-negeri asal usul demokrasi. Adapun parlemen-parlemen di Dunia Islam, keadaannya lebih buruk lagi. Parlemen-parlemen tersebut tak lebih dari sekedar istilah yang tidak ada faktanya. Sebab, tidak ada satu parlemen pun di Dunia Islam yang berani mengkritik atau menentang penguasanya, atau menentang sistem pemerintahannya. Parlemen Yordania misalnya yang dipilih dengan slogan "Mengembalikan Demokrasi dan Mewujudkan Kebebasan" ternyata tidak berani mengkritik Raja Hussein, atau mengkritik rezim pemerintahannya. Padahal semua anggota parlemen tahu bahwa penyebab krisis dan kemerosotan ekonomi yang terjadi tak lain adalah kebobrokan rezim keluarga kerajaan yang telah mencuri harta kekayaan negara. <br /> Kendatipun demikian, tidak ada seorang anggota parlemen pun yang berani mengkritik rezim tersebut. Mereka hanya berani mengkritik Zaid Rifa'i dan beberapa menteri. Padahal mereka tahu bahwa Zaid Rifa'i dan para menteri itu hanyalah pegawai bawahan, yang tidak akan berani mengambil satu tindakan pun tanpa mendapat ijin dan restu dari raja.<br /> Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, undang-undang yang ada umumnya justru dibuat oleh pemerintah, dalam bentuk rancangan undang-undang. Kemudian rancangan undang-undang itu dikirim oleh pemerintah ke parlemen, lalu dikaji oleh komisi-komisi khusus yang akan memberikan pendapatnya mengenai rancangan tersebut, dan kemudian menyetujuinya. Padahal faktanya banyak anggota parlemen yang tidak memahami isi undang-undang tersebut sedikit pun, sebab pembahasan dalam undang-undang tersebut bukan bidang keahlian mereka.<br /> Oleh karena itu, pernyataan bahwa peraturan yang ditetapkan oleh parlemen-parlemen di negeri-negeri demokrasi merupakan ungkapan kehendak umum rakyat, dan bahwa kehendak umum itu mewakili kedaulatan rakyat, adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan hakikat dan kenyataan yang ada.<br /><br /> Cacat yang menonjol dalam sistem demokrasi yang berkaitan dengan pemerintahan dan kabinet antara lain ialah bila di dalam suatu negeri demokrasi tidak terdapat partai-partai politik besar yang dapat mencapai mayoritas mutlak di parlemen dan menyusun kabinetnya sendiri maka pemerintah negeri tersebut akan selalu tidak stabil dan kabinetnya akan terus digoncang dengan tekanan krisis-krisis politik yang silih berganti. Hal ini terjadi karena pemerintah negeri tersebut sulit mendapatkan kepercayaan mayoritas parlemennya, sehingga kondisi ini akan memaksa pemerintah untuk meletakkan jabatannya. Kadang-kadang presiden selama berbulan-bulan tak mampu membentuk kabinetnya yang baru sehingga pemerintah menjadi lumpuh atau nyaris tak berfungsi. Kadang-kadang pula presiden terpaksa membubarkan parlemen dan menyelengggarakan pemilu yang baru, dengan tujuan mengubah perimbangan kekuatan politik agar dia dapat menyusun kabinetnya yang baru.<br /> Krisis-krisis tersebut terjadi berulang kali sehingga pemerintah selalu tidak stabil dan aktivitas politiknya pun terus digoncang dan nyaris tak terurus. Kondisi seperti ini pernah terjadi di Italia, Yunani, dan negeri-negeri demokrasi yang lain, yang memiliki banyak partai politik sementara tidak ada satu partai politik besar yang mampu mendapatkan mayoritas mutlak. <br /> Karena kondisinya seperti itu, maka tawar menawar selalu terjadi di antara partai-partai tersebut, sehingga terkadang partai-partai kecil dapat mendikte partai-partai lain yang mengajak berkoalisi untuk membentuk kabinet dengan cara mengajukan syarat-syarat yang sulit sebagai langkah untuk mewujudkan kepentingannya sendiri. Dengan demikian, partai-partai kecil yang hanya mewakili minoritas rakyat itu dapat mengendalikan partai lain dan mendikte kegiatan politik negeri tersebut termasuk penetapan kebijakan-kebijakan kabinetnya.<br /> Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia, ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka secara universal, serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri-negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang!<br /> Sebenarnya ide kebebasan kepemilikan dan oportunisme yang dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan, telah mengakibatkan lahirnya para kapitalis yang bermodal. Mereka ini jelas membutuhkan bahan-bahan mentah untuk menjalankan industrinya dan membutuhkan pasar-pasar konsumtif untuk memasarkan produk-produk industrinya. Hal inilah yang telah mendorong negara-negara kapitalis untuk bersaing satu sama lain guna menjajah bangsa-bangsa yang terbelakang, menguasai harta bendanya, memonopoli kekayaan alamnya, serta menghisap darah bangsa-bangsa tersebut dengan cara yang sangat bertolak belakang dengan seluruh nilai-nilai kerohanian, akhlak, dan kemanusiaan.<br /> Keserakahan dan kerakusan yang luar biasa dari negara-negara kapitalis itu, kekosongan jiwa mereka dari nilai-nilai kerohanian, akhlak, dan kemanusiaan, serta persaingan di antara mereka untuk mencari harta yang haram; telah membuat darah bangsa-bangsa terjajah menjadi barang dagangan. Faktor-faktor tersebut juga telah mengakibatkan berkobarnya fitnah dan peperangan di antara bangsa-bangsa terjajah, sehingga negara-negara kapitalis tersebut dapat menjajakan produk-produk industrinya dan dapat mengembangkan industri-industri militernya yang menghasilkan keuntungan besar.<br /> Sungguh betapa banyak hal yang menggelikan sekaligus memuakkan, yang selalu menjadi bahan bualan negara-negara demokrasi penjajah yang tidak tahu malu itu. Amerika, Inggris, dan Perancis, misalnya, selalu saja menggembar-gemborkan nilai-nilai demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) di mana-mana. Padahal pada waktu yang sama mereka telah menginjak-injak seluruh nilai kemanusiaan dan akhlak, mencampakkan seluruh Hak-Hak Asasi Manusia, dan menumpahkan darah berbagai bangsa di dunia. Krisis-krisis di Palestina, Asia Tenggara, Amerika Latin, Afrika Hitam (Afrika Tengah), dan Afrika Selatan, adalah bukti paling nyata yang akan menampar wajah mereka dan akan membeberkan sifat mereka yang sangat pendusta dan tidak tahu malu itu!<br /> Adapun ide kebebasan bertingkah laku, sesung-guhnya telah memerosotkan martabat berbagai masyarakat yang mempraktekkan demokrasi sampai pada derajat masyarakat binatang yang sangat rendah. Ide itu juga telah menyeret mereka untuk mengambil gaya hidup serba-boleh (permissiveness) yang najis, yang bahkan tidak dijumpai dalam pergaulan antar binatang. Maha Benar Allah SWT yang berfirman :<br />Artinya :<br />"Terangkanlah kepada-Ku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami ? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (Al-Furqaan 43-44)<br /> Dalam masyarakat demokrasi ini, hubungan seksual menjadi aktivitas yang sah-sah saja seperti halnya minum air karena telah disahkan oleh undang-undang yang ditetapkan parlemen negeri-negeri tersebut dan direstui oleh para tokoh gerejanya. Peraturan tersebut membolehkan hubungan seksual dan pergaulan lelaki-perempuan dengan sebebas-bebasnya bila masing-masing telah berumur 18 tahun. Negara dan orang tua tidak berwenang sedikit pun untuk mencegah segala perilaku seksual tersebut.<br /> Undang-undang itu ternyata tidak sekedar membenarkan hubungan seksual dengan lawan jenis, tetapi lebih dari itu telah membolehkan hubungan seksual sesama jenis. Bahkan beberapa negeri demokrasi telah mengesahkan pernikahan antara dua orang yang berkelainan seksual, yakni pria dibolehkan menikahi sesamanya, dan wanita dibolehkan menikahi sesamanya pula.<br /> Karena itu di antara fenomena yang dianggap wajar dan biasa dalam masyarakat demokrasi, ialah Anda akan menyaksikan di jalan-jalan, taman-taman, bus-bus, dan di wagon-wagon kereta api para pemuda dan pemudi saling berciuman, berangkulan, berpelukan, serta saling mengisap bibir dan bercumbu. Semua ini mereka lakukan tanpa rasa sungkan dan risih sedikit pun karena perilaku semacam itu oleh mereka sudah dianggap biasa dan wajar-wajar saja.<br /> Begitu pula sudah dianggap biasa kalau para wanita Barat menunggu matahari terbit pada musim panas dengan cara berbaring di taman-taman dengan tubuh telanjang persis seperti keadaan mereka tatkala dilahirkan oleh ibu-ibu mereka tanpa penutup kecuali secarik kain yang menutupi bagian tubuh mereka yang paling vital. Juga sudah dianggap biasa para wanita di sana pada musim panas berjalan-jalan dengan tubuh nyaris bugil dan tidak menutupi tubuh mereka, kecuali hanya sekedarnya saja.<br /> Berbagai perilaku seksual yang menyimpang dan abnormal telah memenuhi masyarakat demokrasi yang bejat ini. Perilaku homoseksual antar lelaki, lesbianisme di kalangan wanita, dan pemuasan seksual dengan binatang (bestiality) telah banyak terjadi. Juga banyak terjadi perilaku seksual kolektif (orgy), di mana beberapa pria dan wanita melakukan hubungan seksual bersama-sama. Padahal perilaku seperti ini bahkan tak akan dijumpai di dalam kandang-kandang binatang ternak sekalipun.<br /> Sensus sebuah koran Amerika Serikat menyebutkan, bahwa 25 juta pelaku seksual yang menyimpang di Amerika Serikat telah menuntut pengesahan perkawinan di antara mereka dan menuntut hak-hak yang sama seperti yang dimiliki oleh orang normal. Sebuah koran lain juga mempublikasikan data, bahwa satu juta orang di Amerika Serikat telah melakukan hubungan seksual dengan keluarga mereka sendiri (incest), baik dengan ibu, anak perempuan, maupun saudara perempuan mereka.<br /> Perilaku serba boleh gaya binatang inilah yang telah menyebarluaskan berbagai penyakit kelamin yang paling mematikan adalah AIDS dan juga telah menghasilkan banyak anak zina, sampai-sampai sebuah koran menyebutkan bahwa 75 % orang Inggris adalah anak zina.<br /> Dalam masyarakat demokrasi, institusi keluarga benar-benar telah hancur berantakan. Tak ada lagi yang namanya rasa kasih sayang di antara bapak, anak, ibu, saudara lelaki, dan saudara perempuan. Karenanya, sudah merupakan pemandangan biasa, jika terdapat puluhan bahkan ratusan pria dan wanita tua bangka yang berjalan-jalan di taman hanya bertemankan anjing-anjing. Hewan inilah yang menemani kaum lanjut usia itu di rumah, di meja makan, dan bahkan di tempat tidur mereka! Anjing-anjing itu menjadi sahabat dalam kesendirian mereka, sebab masing-masing memang hanya hidup sebatang kara. Tak ada sahabat lagi selain anjing.<br /> Itulah beberapa contoh kerusakan yang dihasilkan oleh nilai-nilai demokrasi, khususnya ide kebebasan individu yang selalu mereka dengung-dengungkan itu. Itu pula salah satu bentuk dan penampilan peradaban mereka yang senantiasa mereka bangga-banggakan, mereka gembar-gemborkan, dan mereka sebarluaskan ke seluruh pelosok dunia. Tujuannya tak lain agar seluruh dunia ikut terjerumus ke dalam peradaban mereka yang sangat buruk itu. Kebejatan-kebejatan tersebut tidak mempunyai makna apa-apa, kecuali menunjukkan kerusakan, keburukan, dan kebusukan demokrasi.<br /> Beberapa kerusakan dan keburukan demokrasi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :<br />1. Masyarakat-masyarakat demokrasi Barat telah bejat sedemikian rupa, hingga terpesosok ke derajat binatang yang kotor, yang bahkan tidak pernah ada dalam komunitas binatang ternak. Hal ini akibat adanya keliaran yang dihasilkan oleh ide kebebasan bertingkah laku.<br />2. Penjajahan Barat yang demokratis itu telah nyata-nyata menimbulkan berbagai krisis, bencana, dan penghisapan bangsa-bangsa yang terjajah dan terbelakang; dengan cara mencuri sumber daya alam, merampok kekayaan mereka, memelaratkan penduduk, dan menistakan rakyat-rakyatnya, serta menjadikan negeri-negeri mereka sebagai pasar konsumtif bagi industri dan produk mereka.<br />3. Demokrasi dalam arti yang sebenaranya tidak mungkin diterapkan. Bahkan dalam pengertiannya yang baru, sesudah dita'wilkan, tetap tidak sesuai dengan fakta dan tidak akan terwujud dalam kenyataan.<br />4. Kedustaan dan kebohongan para penganut demokrasi telah nyata. Mereka mengklaim bahwa parlemen adalah wakil dari kehendak umum masyarakat, merupakan perwujudan politis kehendak umum mayoritas rakyat, dan mewakili pendapat mayoritas. Nyata pula kedustaan mereka yang mengklaim bahwa hukum-hukum yang dibuat parlemen ditetapkan berdasarkan mayoritas suara wakil rakyat yang mengekspresikan kehendak mayoritas rakyat. Begitu pula nyata kedustaan mereka yang mengklaim bahwa para penguasa dipilih oleh mayoritas rakyat serta mengambil kekuasaannya dari rakyat.<br />5. Cacat dalam sistem demokrasi telah jelas, khususnya aspek yang berhubungan dengan kekuasaan dan para penguasa jika tidak terdapat partai-partai besar di suatu negeri yang akan menjadi golongan mayoritas di dalam dewan perwakilan. <br /><br /> Ya, meskipun semua keburukan tersebut telah terjadi, namun Barat yang kafir ternyata telah mampu memasarkan ide-ide demokrasi yang rusak itu di negeri-negeri Islam!<br /> Adapun bagaimana Barat yang kafir itu dapat berhasil memasarkan ide-ide demokrasi yang kufur yang tidak berhubungan sama sekali dengan hukum-hukum Islam itu di negeri-negeri Islam? <br /> Jawabnya adalah bahwa keberhasilan Barat dalam hal ini disebabkan negara-negara Eropa yang kafir dan sangat dengki dan dendam terhadap Islam dan kaum muslimin itu, dalam hati mereka terdapat rasa dendam yang sangat dalam terhadap Islam dan kaum muslimin. Maha Benar Allah dengan firman-Nya:<br />Artinya :<br />“…telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.” (Ali ‘Imraan 118)<br /> <br /> Mereka telah memahami bahwa rahasia kekuatan kaum muslimin terletak pada ajaran Islam itu sendiri. Sebab Aqidah Islamiyah adalah sumber kekuatan yang dahsyat bagi umat Islam. Maka setelah itu, mereka pun menyusun strategi jahannam untuk memerangi Dunia Islam, dengan jalan melancarkan serangan misionaris (kristenisasi) dan serangan kebudayaan (berupa westernisasi).<br /> Serangan kebudayaan (westernisasi) ini ternyata telah mengusung kebudayaan dan ide-ide barat termasuk demokrasi serta peradaban dan pandangan hidup Barat ke Dunia Islam. Negara-negara Eropa itu segera menyerukan ide-ide tersebut kepada kaum muslimin, dengan maksud agar kaum muslimin menjadikannya sebagai asas cara berpikir dan pandangan hidup mereka, sehingga pada gilirannya negara-negara Eropa itu akan dapat menyimpangkan kaum muslimin dari Islam serta menjauhkan mereka dari keterikatannya dengan Islam dan kewajiban penerapan hukum-hukumnya. Tujuan akhirnya ialah agar Barat dapat dengan mudah menghancurkan negara Islam yakni negara Khilafah dan kemudian menghapuskan penerapan hukum-hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan demikian kaum muslimin selanjutnya akan mudah diarahkan untuk mengambil berbagai ide, peraturan, dan undang-undang kafir, sebagai ganti dari Islam. Akhirnya Barat akan dapat menjauhkan kaum muslimin dari Islam dan dapat mengencangkan cengkeramannya atas mereka. Maha Benar Allah SWT yang telah berfirman :<br />Artinya :<br />"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu (Muhammad) mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan (bukti yang nyata) datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah 120)<br /> Serangan misionaris dan kebudayaan ini semakin sengit ketika kemerosotan kaum muslimin di bidang pemikiran dan politik semakin parah pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah (pada paruh kedua abad XIX M). Pada saat itu telah terjadi perubahan dalam perimbangan kekuatan yang menunjukkan keunggulan negara-negara Eropa. Yaitu setelah terjadinya revolusi pemikiran dan revolusi industri di Eropa dan terwujudnya berbagai kreativitas dan penemuan ilmiah, yang dengan cepat menghantarkan Eropa menuju ketinggian dan kemajuan. Sementara itu, Khilafah Utsmaniyah tetap jumud dan semakin lemah dari hari ke hari. Kondisi inilah yang akhirnya mengakibatkan banjirnya berbagai kebudayaan, ide, peradaban, dan peraturan Barat yang mengalir deras ke negeri-negeri Islam.<br /> Negara-negara Eropa dalam serangan misionaris dan kebudayaan yang ditujukan ke negeri-negeri Islam menggunakan cara merendahkan ajaran Islam dan menjelek-jelekkan hukum-hukumnya, menyebarkan keraguan kepada kaum muslimin terhadap kebenaran ajaran Islam, membangkitkan kebencian kaum muslimin terhadap Islam, serta menyatakan bahwa Islamlah yang menjadi sebab kemerosotan dan kemunduran mereka. Sebaliknya, negara-negara Eropa mengagung-agungkan Barat dan peradabannya, membangga-banggakan ide dan sistem demokrasi, serta menggembar-gemborkan kehebatan peraturan dan undang-undang demokrasi itu.<br /> Selain itu, negara-negara Eropa juga menggunakan cara penyesatan. Yaitu menyebarkan sangkaan di tengah-tengah kaum muslimin bahwa peradaban Barat tidak bertentangan dengan peradaban Islam, dengan alasan bahwa peradaban Barat sebenarnya berasal dari Islam juga, dan bahwa peraturan dan undang-undang Barat sesungguhnya tidak menyalahi hukum-hukum Islam.<br /> Mereka juga melekatkan sifat Islam pada ide dan peraturan demokrasi, serta menyatakan bahwa demokrasi tidak menyalahi atau bertentangan dengan Islam. Bahkan mereka katakan demokrasi itu berasal dari Islam itu sendiri, atau identik dengan musyawarah, amar ma'ruf nahi munkar, dan mengoreksi penguasa. <br /> Propaganda mereka ini ternyata sangat mem-pengaruhi kaum muslimin sehingga akhirnya mereka dapat dikendalikan oleh ide-ide dan peradaban Barat.<br /> Propaganda tersebut juga berhasil mendorong kaum muslimin untuk mengambil beberapa peraturan dan undang-undang Barat pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah. Dan setelah negara khilafah hancur, kaum muslimin malahan mengambil sebagian besar peraturan dan undang-undang Barat. <br /> Propaganda Barat itu berhasil pula mempe-ngaruhi kaum terpelajar, para politikus, para pengem-ban Tsaqafah Islamiyah, sebagian pengemban dakwah Islam, dan mayoritas kaum muslimin.<br /> Mengenai kaum terpelajar, sesungguhnya sangat banyak dari mereka yang terpengaruh oleh kebudayaan Barat yang telah dijadikan asas pendidikan mereka tatkala mereka mempelajari kebudayaan tersebut di Barat ataupun di negeri-negeri Islam sendiri. Ini disebabkan karena kurikulum pendidikan negeri-negeri Islam setelah Perang Dunia I, telah disusun atas dasar falsafah dan pandangan hidup Barat. Kondisi ini menyebabkan banyak dari kaum terpelajar yang akhirnya menggemari, menggandrungi, dan bahkan mengagung-agungkan kebudayaan Barat. Sebaliknya mereka mengingkari Tsaqafah Islamiyah dan hukum-hukum Islam jika bertentangan dengan kebudayaan, peraturan, dan undang-undang Barat. Mereka pun akhirnya membenci Islam sebagaimana halnya orang-orang kafir Eropa membenci Islam, serta sangat memusuhi kebudayaan, peraturan, dan hukum Islam, sebagaimana halnya kelakuan orang-orang Eropa yang kafir itu. Kaum terpelajar ini akhirnya menjadi corong-corong propaganda bagi peradaban, ide, dan peraturan Barat, sekaligus menjadi alat penghancur dan penghina bagi peradaban, hukum, dan peraturan Islam. <br /> Mengenai para politikus, sesungguhnya mereka telah benar-benar mengikhlaskan dirinya untuk mengabdi kepada Barat dan peraturannya. Mengikatkan diri dengan Barat dan menjadikan Barat sebagai kiblat perhatian mereka. Mereka meminta tolong kepada Barat, mengandalkan bantuannya, dan menobatkan diri sebagai penjaga berbagai undang-undang dan peraturan Barat. Bahkan dengan suka rela mereka mengangkat diri mereka sebagai budak-budak yang bertugas melestarikan kepentingan Barat dan menjalankan semua konspirasinya yang sangat jahat. <br /> Dengan demikian mereka telah menyatakan permusuhan terhadap Allah dan Rasul-Nya dan telah mengumumkan perang terhadap "Islam politik" beserta segenap pengemban dakwahnya yang ikhlas. Mereka mencurahkan segala potensi yang mereka miliki untuk menghalang-halangi berdirinya negara Khilafah dan kembalinya hukum yang diturunkan Allah ke tahta kekuasaan. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling dari kebenaran ?<br /> Adapun para pengemban Tsaqafah Islamiyah, sesungguhnya mereka tidak lagi memiliki kesadaran terhadap Islam dan hakikat/realitas hukum-hukum syara', serta tidak menyadari pula hakikat peradaban, ide, dan peraturan Barat. Selain itu, mereka juga tidak mengetahui kontradiksi antara peradaban, ide, dan pandangan hidup Barat dengan aqidah, hukum, peradaban, dan pandangan hidup Islam.<br /> Kondisi tersebut terjadi karena taraf pemikiran kaum muslimin telah merosot sehingga mereka sangat lemah dalam memahami Islam dan hukum-hukumnya, serta telah salah paham dalam memahami cara penerapan syari’at Islam di tengah masyarakat. <br /> Akibatnya, Islam lalu ditafsirkan dengan pengertian yang tidak sesuai dengan kandungan nash-nash syara'. Demikian juga hukum-hukum Islam ditakwilkan agar sesuai dengan kondisi yang ada, bukan sebaliknya, yaitu mengubah kondisi yang ada agar sesuai dengan hukum-hukum Islam. Mereka kemudian mengambil berbagai hukum yang tidak ada dasarnya dari syara', atau dasarnya lemah, dengan hujah kaidah syar'iyah rumusan mereka yang sangat keliru :<br /><br />Artinya :<br />"Tidak diingkari adanya perubahan hukum-hukum karena adanya perubahan zaman."<br /><br /> Akhirnya Islam pun ditakwilkan banyak orang agar sesuai dengan setiap aliran, gagasan, dan ideologi, walaupun penakwilan mereka bertentangan dengan hukum-hukum dan pandangan hidup Islam. Mereka lalu mengatakan bahwa peradaban dan ide-ide Barat tidaklah bertentangan dengan Islam dan hukum-hukum Islam, karena semua itu justru diambil dari peradaban Islam. Mereka katakan pula bahwa sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme juga tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam, padahal faktanya kedua sistem tersebut adalah sistem kufur. Mereka berkata pula bahwa ide demokrasi dan kebebasan individu itu berasal dari Islam, padahal kedua ide itu pada hakekatnya sangat bertentangan dengan Islam.<br /> Dengan demikian, muncullah ketidakjelasan dalam benak mereka mengenai apa-apa yang boleh diambil kaum muslimin dari bangsa dan umat lain seperti ilmu kedokteran, perikanan, matematika, kimia, pertanian, industri, peraturan lalu lintas, transportasi, dan perkara mubah lainnya yang tidak menyalahi Islam dengan apa-apa yang tidak boleh mereka ambil, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan Aqidah Islamiyah dan hukum-hukum syara'.<br /> Hal-hal seperti ini tidak boleh diambil dari bangsa dan umat lain. Sebab, segala sesuatu yang berhubungan dengan aqidah dan hukum syara' tidak boleh diambil kecuali dari wahyu yang dibawa Rasulullah, yaitu Al-Kitab dan As-Sunah, serta dalil-dalil syara' yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunah, yaitu Qiyas dan Ijma' Sahabat.<br /> Ketidakjelasan dalam benak mereka inilah yang akhirnya menyebabkan Barat mampu menjajakan peradaban dan pandangan hidup mereka, ide demokrasi dan kapitalisme, serta ide kebebasan individu di negeri-negeri Islam. <br /> Sebelum kami menjelaskan pertentangan demokrasi dengan Islam dan menerangkan hukum syara' dalam pengambilan demokrasi, kami ingin mengupas tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh diambil kaum muslimin dari umat dan bangsa lain. Serta tentang hal-hal yang haram diambil oleh kaum muslimin, sesuai dengan nash-nash dan hukum-hukum syara'. Penjelasan kami sebagai berikut : <br />1. Sesungguhnya seluruh perbuatan manusia, dan seluruh benda-benda yang digunakannya dan atau berhubungan dengan perbuatan manusia, hukum asalnya adalah mengikuti Rasulullah SAW dan terikat dengan hukum-hukum risalah beliau. Keumuman ayat-ayat hukum menunjukkan bahwa dalam masalah-masalah tersebut wajib hukumnya merujuk kepada syara' dan terikat dengan hukum-hukum syara'. Allah SWT berfirman :<br />Artinya :<br /> "Apa-apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepada-mu maka terimalah/laksankanlah, dan apa yang dila-rangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al-Hasyr 7)<br />Ayat yang lain menjelaskan <br />Artinya :<br /> "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muham-mad) sebagai hakim/pemutus terhadap perkara yang mereka perselisihkan,..." (An-Nisaa' 65)<br /><br />Sabda Rasulullah SAW:<br />Yang artinya :<br /> "Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang tak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak." (HR. Muslim)<br /><br />Begitu juga yang artinya :<br /> "Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang tidak berasal darinya, maka hal itu tertolak." (HR. Bukhari) <br /><br />Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa mengikuti hukum syara' dan terikat dengannya adalah wajib. Baik yang berkaitan dengan perbuatan manusia maupun benda-benda yang digunakannya. Dengan demikian, seorang muslim tidak boleh melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukum Allah untuk perbuatan itu. Ia harus tahu apakah suatu perbuatan hukumnya wajib atau mandub sehingga dia dapat melakukannya; ataukah hukumnya haram atau makruh sehingga dia harus meninggalkannya, ataukah mubah sehingga dia berhak memilih untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya. Atas dasar inilah, maka untuk perbuatan manusia berlaku kaidah bahwa hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum Allah. <br />Adapun benda-benda yang berhubungan dengan perbuatan manusia, maka hukum asalnya adalah mubah, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya. Jadi hukum asal benda adalah mubah. Benda tidak diharamkan kecuali jika terdapat dalil syar'i yang menunjukkan keharamannya. <br />Prinsip ini didasarkan pada nash-nash syara' yang telah membolehkan manusia untuk memanfaatkan semua benda yang ada (di alam sekitarnya), sesuai nash-nash umum dalam masalah ini yang meliputi semua benda. Demikianlah. Beberapa landasan ayat yang telah membolehkan segala sesuatu itu bersifat umum dan keumumannya ini menunjukkan hukum bolehnya memanfaatkan segala sesuatu yang ada. Dengan kata lain, hukum bolehnya memanfaatkan semua benda telah ditunjukkan oleh khithab (seruan) Asy-Syari' (Allah SWT) yang bersifat umum. Maka jika suatu benda diharamkan, berarti harus ada nash syara' yang mengkhususkan keumuman nash tersebut, serta menunjukkan pengecualian benda tersebut dari hukum mubah yang bersifat umum. <br /> Dari dalil-dalil tersebut, maka hukum asal terhadap benda-benda yang digunakan manusia, adalah mubah.<br />2. Hukum-hukum Syari'at Islam secara sempurna telah meliputi seluruh fakta yang telah ada, problem yang sedang terjadi, dan kejadian yang mungkin akan ada pada masa mendatang. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi, baik pada masa lalu, saat ini, maupun masa depan, kecuali ada hukumnya dalam Syari'at Islam. Jadi, Syari'at Islam telah menjangkau semua perbuatan manusia secara sempurna dan menyeluruh. <br />Walhasil, Syari'at Islam tidak pernah melalaikan satu pun perbuatan manusia. Bagaimana pun juga perbuatan itu, Syari'at Islam pasti akan menetapkan dalil untuk suatu perbuatan melalui nash Al-Quran dan Al-Hadits, atau dengan menetapkan tanda (amaarah) dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang menunjukkan maksud dari tanda tersebut atau menunjukkan alasan penetapan hukumnya, sehingga hukum yang ada dapat diterapkan pada setiap objek hukum yang mengandung tanda atau alasan tersebut<br /><br />3. Berdasarkan dua poin penjelasan sebelumnya, jelaslah mana saja hal-hal yang boleh diambil kaum muslimin dari apa yang dimiliki oleh umat dan bangsa lain dan mana saja yang tidak boleh mereka ambil.<br />Seluruh ide yang berhubungan dengan sains, teknologi, penemuan-penemuan ilmiah, dan yang semisalnya, serta segala macam bentuk benda/alat/ bangunan yang bercorak kekotaan dan terlahir dari kemajuan sains dan teknologi, boleh diambil oleh kaum muslimin. Kecuali jika terdapat aspek-aspek tertentu yang menyalahi ajaran Islam, maka kaum muslimin haram untuk mengambilnya.<br />Ini dikarenakan semua pemikiran yang berkaitan dengan sains dan teknologi tidaklah berhubungan dengan Aqidah Islamiyah dan hukum-hukum syara' yang berkedudukan sebagai solusi terhadap problematika manusia dalam kehidupan, melainkan dapat dikategorikan ke dalam sesuatu yang mubah, yang dapat dimanfaatkan manusia dalam berbagai urusan hidupnya.<br />Atas dasar inilah, maka setiap perkara yang tidak termasuk masalah aqidah atau hukum syara', boleh untuk diambil selama tidak menyalahi ajaran Islam dan sepanjang tidak terdapat dalil khusus yang mengharamkannya.<br /> Berdasarkan uraian di atas, kaum muslimin dibolehkan mengambil semua ilmu-ilmu yang ber-hubungan dengan kedokteran, teknik, matematika, astronomi, kimia, fisika, pertanian, industri, transportasi, ilmu kelautan, geografi, ilmu ekonomi yang membahas aspek produksi, peningkatan kualitasnya, serta pengadaan sarana-sarana produksi dan peningkatan kualitasnya. Sebab, ilmu ini bersifat universal dan tidak dikhususkan untuk umat penganut Islam, kapitalisme atau sosialisme, dan semua ilmu tersebut boleh diambil selama tidak menyalahi ajaran Islam.<br />Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka kaum muslimin tidak boleh mengambil peradaban/ kultur Barat, beserta segala peraturan dan undang-undang yang terlahir darinya. Sebab, peradaban tersebut bertentangan dengan peradaban Islam. Kecuali peraturan dan undang-undang administratif yang bersifat mubah dan boleh diambil, sebagaimana Umar bin Khaththab telah mengambil peraturan administrasi perkantoran dari Persia dan Romawi.<br /> Peradaban Barat berdiri di atas aqidah pemisahan agama dari kehidupan, serta pemisahan agama dari negara. Sementara peradaban Islam berlandaskan pada Aqidah Islamiyah, yang telah mewajibkan pelaksanaan kehidupan bernegara berdasarkan perintah dan larangan Allah, yakni hukum-hukum syara'.<br /> Peradaban Barat berdiri di atas asas manfaat (oportunity), dan menjadikannya sebagai tolok ukur bagi seluruh perbuatan. Dengan demikian, peradaban Barat adalah peradaban yang hanya mempertim-bangkan nilai manfaat saja, serta tidak memperhi-tungkan nilai apa pun selain nilai manfaat yang bersifat materialistik. Karena itu, dalam peradaban Barat tidak akan dijumpai nilai kerohanian, nilai akhlak, dan nilai kemanusiaan.<br /> Sementara itu peradaban Islam berdiri di atas landasan rohani (spiritual), yakni iman kepada Allah, dan menjadikan prinsip halal-haram sebagai tolok ukur seluruh perbuatan manusia dalam kehidupan, serta mengendalikan seluruh aktivitas dan nilai berdasarkan perintah dan larangan Allah.<br /> Peradaban Barat menganggap kebahagiaan adalah memberikan kenikmatan jasmani yang sebesar-besarnya kepada manusia dan segala sarana untuk memperolehnya.<br /> Sementara itu peradaban Islam menganggap kebahagiaan adalah diraihnya ridla Allah SWT. Peradaban tersebut mengatur pemenuhan kebutuhan naluri dan jasmani manusia berdasarkan hukum-hukum syara'.<br /> Atas dasar itulah, maka kaum muslimin tidak boleh mengambil sistem pemerintahan demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem kebebasan individu yang ada di negara-negara Barat. Dengan demikian, kaum muslimin tidak boleh mengambil konstitusi dan undang-undang demokrasi, sistem pemerintahan kerajaan dan republik, bank-bank ribawi, dan sistem bursa dan pasar uang internasional. Kaum muslimin tidak boleh mengambil semua peraturan ini karena semuanya merupakan peraturan dan undang-undang kufur yang sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan Islam.<br /> Sebagaimana tidak boleh mengambil peradaban Barat beserta segenap ide dan peraturan yang terlahir darinya, maka kaum muslimin juga tidak boleh mengambil peradaban/kultur komunisme. Sebab, peradaban ini juga bertentangan dengan peradaban Islam secara menyeluruh.<br /> Peradaban komunisme berdiri di atas suatu aqidah yaitu bahwa tidak ada pencipta terhadap alam semesta ini, dan bahwa materilah yang menjadi asal usul segala benda. Seluruh benda di alam semesta ini dianggapnya berasal dari materi melalui jalan evolusi materi.<br /> Sedangkan peradaban Islam berdiri di atas prinsip bahwa Allah sajalah yang menjadi pencipta alam semesta ini, dan bahwa seluruh benda yang ada di alam semesta merupakan makhluk Allah SWT. Allah telah mengutus para nabi dan rasul dengan membawa agama-Nya kepada umat manusia dan mewajibkan mereka untuk mengikuti perintah dan larangan-Nya yang telah diturunkan kepada mereka. <br /> Peradaban komunisme menganggap bahwa peraturan hanya diambil dari alat-alat produksi. Masyarakat feodal menggunakan kapak sebagai alat produksinya, maka dari alat tersebut diambil peraturan feodalisme. Dan jika masyarakat itu berkembang menjadi masyarakat kapitalisme, maka mesin menjadi alat produksi, dan dari alat ini diambil peraturan kapitalisme. Jadi peraturan komunisme diambil dari evolusi materi.<br /> Sedangkan peradaban Islam, menganggap bahwa Allah SWT telah menetapkan suatu peraturan bagi manusia untuk dilaksanakan dalam hidupnya, dan mengutus Sayyidina Muhammad SAW untuk membawa peraturan ini, dan Rasul telah menyampaikan peraturan tersebut kepada manusia, dan mewajibkan mereka untuk melaksanakannya. <br /> Peradaban komunisme memandang bahwa peraturan materi adalah tolok ukur dalam kehidupan. Dengan berkembangnya peraturan materi tersebut, maka berkembanglah tolok ukur dalam kehidupan.<br /> Sementara itu peradaban Islam memandang halal-haram yakni perintah dan larangan Allah sebagai tolok ukur perbuatan dalam kehidupan. Yang halal dikerjakan, dan yang haram ditinggalkan. Dan bahwasanya hukum-hukum ini tidak akan berevolusi dan atau berubah. Prinsip halal-haram ini juga tidak akan ditetapkan berdasarkan asas manfaat ataupun materialisme, malinkan ditetapkan atas dasar syara’ semata. Dari sinilah jelas terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara peradaban komunisme dan peradaban Islam. Dengan demikian, kaum muslimin tidak boleh mengambil peradaban komunisme beserta segala ide dan peraturan yang berasal darinya.<br /> Karenanya, kaum muslimin tidak boleh mengambil ide evolusi materi, ide penghapusan kepe-milikan individu, penghapusan kepemilikian pabrik dan alat produksi, dan penghapusan kepemilikan tanah bagi individu. Begitu pula kaum muslimin tidak boleh mengambil ide mempertuhankan manusia, ide menyembah manusia, dan seluruh ide atau peraturan dari peradaban yang atheistik ini. Sebab, semuanya adalah ide dan peraturan kufur yang bertentangan dengan Aqidah Islam serta ide-ide dan hukum-hukum Islam.<br />Sumber kemunculan demokrasi adalah manusia. Dalam demokrasi, yang menjadi pemutus (al-haakim) untuk memberikan penilaian terpuji atau tercelanya benda yang digunakan manusia dan perbuatan-perbuatannya, adalah akal. Para pencetus demokrasi adalah para filosof dan pemikir di Eropa, yang muncul tatkala berlangsung pertarungan sengit antara para kaisar dan raja di Eropa dengan rakyat mereka. Dengan demikian, jelas bahwa demokrasi adalah buatan manusia, dan bahwa pemutus segala sesuatu adalah akal manusia.<br /> Sedangkan Islam sangat bertolak belakang dengan demokrasi dalam hal ini. Islam berasal dari Allah, yang telah diwahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad bin Abdullah SAW.<br /> Yang menjadi pemutus dalam Islam, yaitu yang memberikan penilaian terpuji dan tercelanya benda dan perbuatan manusia, adalah Allah SWT, atau syara', bukannya akal. Aktivitas akal terbatas hanya untuk memahami nash-nash yang berkenaan dengan hukum yang diturunkan Allah SWT. <br /> Adapun aqidah yang melahirkan ide demokrasi, adalah aqidah pemisahan agama dari kehidupan dan negara (sekularisme). Aqidah ini dibangun di atas prinsip jalan tengah (kompromi) antara para rohaniwan Kristen yang diperalat oleh para raja dan kaisar dan dijadikan tunggangan untuk mengeksploitir dan menzhalimi rakyat, menghisap darah mereka atas nama agama, serta menghendaki agar segala urusan tunduk di bawah peraturan agama dengan para filosof dan pemikir yang mengingkari eksistensi agama dan menolak otoritas para rohaniwan. <br /> Aqidah ini tidak mengingkari eksistensi agama, tetapi hanya menghapuskan perannya untuk mengatur kehidupan bernegara. Dengan sendirinya konsekuensi aqidah ini ialah memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan hidupnya sendiri.<br /> Aqidah inilah yang menjadi landasan pemikiran (Qaidah Fikriyah) ide-ide Barat. Dari aqidah ini lahir peraturan hidupnya dan atas asas dasar aqidah ini Barat menentukan orientasi pemikirannya dan pandangan hidupnya. Dari aqidah ini pula lahir ide demokrasi.<br /> Sedangkan Islam, sangatlah berbeda dengan Barat dalam hal aqidahnya. Islam dibangun di atas landasan Aqidah Islamiyah, yang mewajibkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah yakni hukum-hukum syara' yang lahir dari Aqidah Islamiyah dalam seluruh urusan kehidupan dan kenegaraan. Aqidah ini menerangkan bahwa manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia hanya berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia.<br /> Aqidah Islamiyah inilah yang menjadi asas peradaban/kultur dan pandangan hidup Islam. <br /> Mengenai ide yang melandasi demokrasi, sesung-guhnya terdapat dua ide yang pokok : Pertama, kedaulatan di tangan rakyat. Kedua, rakyat sebagai sumber kekuasaan.<br /> Demokrasi menetapkan bahwa rakyatlah yang memiliki dan melaksanakan kehendaknya, bukan para raja dan kaisar. Rakyatlah yang menjalankan kehendaknya sendiri.<br />Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk membuat hukum sebagai wakil rakyat.<br /> Rakyat berhak menetapkan konstitusi, peraturan, dan undang-undang apa pun. Rakyat berhak pula membatalkan konstitusi, peraturan, dan hukum apa pun, menurut pertimbangan mereka berdasarkan kemaslahatan yang ada. Dengan demikian rakyat berhak mengubah sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi republik atau sebaliknya, sebagaimana rakyat juga berhak mengubah sistem republik presidentil menjadi republik parlementer atau sebaliknya. Hal ini pernah terjadi, misalnya di Perancis, Italia, Spanyol, Yunani, di mana rakyatnya telah mengubah sistem pemerintahan yang ada dari kerajaan menjadi republik dan dari republik menjadi kerajaan.<br /> Demikian pula rakyat berhak mengubah sistem ekonomi dari kapitalisme menjadi sosialisme atau sebaliknya. Dan rakyat pun melalui para wakilnya dianggap berhak menetapkan hukum mengenai bolehnya murtad dari satu agama kepada agama lain, atau kepada keyakinan yang non-agama (animisme/paganisme), sebagaimana rakyat dianggap berhak menetapkan hukum bolehnya zina, homoseksual, serta mencari nafkah dengan jalan zina dan homoseksual itu. <br /> Berdasarkan prinsip bahwa rakyat sebagai sumber kekuasaan, maka rakyat dapat memilih penguasa yang diinginkannya untuk menerapkan peraturan yang dibuat rakyat dan untuk memutuskan perkara berdasarkan hukum itu. Rakyat juga berhak memberhentikan penguasa dan menggantinya dengan penguasa lain. Jadi, rakyatlah yang memiliki kekuasaan, sedang penguasa mengambil kekuasaannya dari rakyat.<br /> Sementara itu, Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri' (pembuat hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Kalau sekiranya seluruh umat Islam berkumpul lalu menyepakati bolehnya riba untuk meningkatkan kondisi perekonomian, atau menyepakati bolehnya lokalisasi perzinaan dengan dalih agar zina tidak menyebar luas di tengah masyarakat, atau menyepakati penghapusan kepemilikan individu, atau menyepakati penghapusan puasa Ramadlan agar dapat meningkatkan produktivitas kerja, atau menyepakati pengadopsian ide kebebasan individu yang memberikan kebebasan kepada seorang muslim untuk meyakini aqidah apa saja yang diinginkannya, dan yang memberikan hak kepadanya untuk mengembangkan hartanya dengan segala cara meskipun haram, yang memberikan kebebasan berperilaku kepadanya untuk menikmati hidup sesuka hatinya seperti menenggak khamr dan berzina; maka seluruh kesepakatan ini tidak ada nilainya sama sekali. Bahkan dalam pandangan Islam seluruh kesepakatan itu tidak senilai walaupun dengan sebuah sayap nyamuk. <br /> Jika ada sekelompok kaum muslimin yang menyepakati hal-hal tersebut, maka mereka wajib diperangi sampai mereka melepaskan diri dari kesepakatan tersebut.<br /> Yang demikian itu karena kaum muslimin dalam seluruh aktivitas hidup mereka senantiasa wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah. Mereka tidak boleh melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam, sebagaimana mereka tidak boleh membuat satu hukum pun, dikarenakan memang hanya Allah saja yang layak bertindak sebagai Musyarri'.<br /> Berhakim kepada thaghut artinya berhakim kepada hukum yang tidak diturunkan Allah. Atau dengan kata lain, berhakim kepada hukum-hukum kufur yang dibuat manusia.<br />Demokrasi dapat dianggap sebagai pemerintahan mayoritas dan hukum mayoritas. Karenanya pemilihan para penguasa, anggota dewan perwakilan, serta anggota berbagai lembaga, kekuasaan, dan organisasi, semuanya didasarkan pertimbangan suara bulat (mayoritas). Demikian juga pembuatan hukum di dewan perwakilan, pengambilan keputusan di berbagai dewan, kekuasaan, lembaga, dan organisasi, seluruhnya dilaksanakan berdasarkan pendapat mayoritas.<br /> Oleh karena itu, dalam sistem demokrasi pendapat mayoritas bersifat mengikat bagi semua pihak, baik penguasa maupun bukan. Sebab pendapat mayoritas merupakan sesuatu yang mengungkapkan kehendak rakyat. Jadi pihak minoritas tidak mempunyai pilihan kecuali tunduk dan mengikuti pendapat mayoritas.<br /> Sedangkan dalam Islam, permasalahannya sangatlah berbeda. Dalam masalah penentuan hukum, kriterianya tidak tergantung pada pendapat mayoritas atau minoritas, melainkan pada nash-nash syara'. Sebab, yang menjadi Musyarri' hanyalah Allah SWT, bukan umat. <br /> Adapun pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengadopsi (melakukan proses legislasi) hukum-hukum syara' yang menjadi keharusan untuk memelihara urusan umat dan menjalankan roda pemerintahan, adalah khalifah saja. Khalifah mengambil hukum syara' dari nash-nash syara' dalam Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya, berdasarkan kriteria kekuatan dalil melalui proses ijtihad yang benar. Dalam hal ini khalifah tidak wajib meminta pendapat Majelis Umat mengenai hukum-hukum yang akan dilegalisasikannya, meskipun hal ini boleh saja dia lakukan. Para Khulafa' Rasyidin dahulu telah meminta pendapat para shahabat ketika mereka hendak mengadopsi suatu hukum syara', misalnya Umar bin Khaththab pernah meminta pendapat kaum muslimin tatkala dia hendak mengadopsi hukum syara' mengenai masalah tanah-tanah taklukan di Syam, Mesir, dan Irak. Umar bin Khaththab telah meminta pendapat kaum muslimin dalam masalah tersebut. <br /> Jika khalifah meminta pendapat Majelis Umat mengenai hukum-hukum syara' yang hendak diadopsinya, maka pendapat Majelis Umat ini tidak mengikat khalifah, meskipun pendapat itu diputuskan berdasarkan suara bulat atau suara mayoritas. Yang demikian ini karena Rasulullah SAW pernah mengesampingkan pendapat kaum muslimin yang menolak penetapan Perjanjian Hudaibiyah. Padahal pendapat kaum muslimin waktu itu merupakan pendapat mayoritas.<br />Selain itu para shahabat yang mulia telah bersepakat bahwa seorang Imam (Khalifah) memang berhak untuk mengadopsi hukum-hukum syara' tertentu, serta berhak memerintahkan rakyat untuk mengamalkannya. Kaum muslimin wajib mentaatinya dan meninggalkan pendapat mereka. Dari adanya Ijma' Shahabat inilah di-istimbath (diambil dan ditetapkan) kaidah-kaidah syara' yang terkenal <br />• "Perintah (keputusan) Imam (khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat."<br />• "Perintah (keputusan) Imam wajib dilaksanakan, baik secara lahir maupun batin."<br />• "Penguasa (khalifah) berhak mengeluarkan keputusan-keputusan (hukum) baru, sesuai Perkembangan problem yang terjadi."<br />Adapun masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek profesi dan ide yang membutuhkan keahlian, pemikiran, dan pertimbangan yang mendalam, maka yang dijadikan kriteria adalah ketepatan atau kebenarannya. Bukan berdasarkan suara mayoritas atau minoritas. Jadi masalah yang ada harus dikembalikan kepada para ahlinya. Merekalah yang dapat memahami permasalahan yang ada dengan tepat. Masalah-masalah kemiliteran dikembalikan kepada para pakar militer. Masalah-masalah fiqih dikem-balikan kepada para fuqaha dan mujtahidin. Masalah-masalah medis dikembalikan kepada para dokter spesialis. Masalah-masalah teknik dikembalikan kepada para pakar insinyur teknik. Masalah-masalah ide/gagasan dikembalikan kepada para pemikir besar. Demikian seterusnya.<br /> Dengan demikian yang menjadi patokan dalam masalah-masalah seperti ini adalah ketepatan, bukan suara mayoritas. Dan pendapat yang tepat diambil dari pihak yang berkompeten, yaitu para ahlinya, bukan berdasarkan suara mayoritas.<br /> Yang patut dicatat, bahwa para anggota majlis perwakilan rakyat (parlemen) baik yang ada di negeri-negeri Islam maupun di Barat saat ini, sebagian besarnya bukanlah orang yang berkeahlian, dan bukan pula orang yang mampu memahami setiap permasalahan secara tepat. Sehingga suara mayoritas anggota lembaga perwakilan yang ada sebenarnya tidak ada faedahnya dan bahkan tidak ada nilainya sama sekali. Persetujuan atau penentangan mereka di dalam sidang majlis hanya berupa formalitas belaka, tidak didasarkan pada pemahaman, kesadaran, atau pengetahuan yang tepat. <br /> Oleh karena itu, dalam masalah-masalah yang memerlukan keahlian seperti tersebut di atas, suara mayoritas tidaklah bersifat mengikat.<br /> Dalil untuk ketentuan ini adalah peristiwa ketika Rasulullah SAW mengikuti pendapat Al Hubab bin Al Mundzir pada Perang Badar yang saat itu merupakan pakar dalam hal tempat-tempat strategis yang meng-usulkan kepada Nabi agar meninggalkan tempat yang dipilih Nabi, kalau sekiranya ketentuan tempat itu bukan dari wahyu. Al Hubab memandang tempat tersebut tidak layak untuk kepentingan pertempuran. Maka Rasulullah mengikuti pendapat Al Hubab dan berpindah ke suatu tempat yang ditunjukkan oleh Al Hubab. Jadi Rasulullah SAW telah meninggalkan pendapatnya sendiri dan tidak meminta pertimbangan kepada para shahabat lainnya dalam masalah tersebut.<br /> Adapun masalah-masalah yang langsung menuju kepada amal (praktis), yang tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan mendalam, maka yang menjadi patokan adalah suara mayoritas, sebab mayoritas orang dapat memahaminya dan dapat memberikan pendapatnya dengan mudah menurut pertimbangan kemaslahatan yang ada. Masalah-masalah seperti ini contohnya, apakah kita akan memilih si A atau si B (sebagai kepala negara atau ketua organisasi misalnya, pen.), apakah kita akan keluar kota atau tidak, apakah kita akan menempuh perjalanan pada pagi hari atau malam hari, apakah kita akan naik pesawat terbang, kapal laut, atau kereta api. Masalah-masalah seperti ini dapat dimengerti oleh setiap orang sehingga mereka dapat memberikan pendapatnya. Oleh karena itu, dalam masalah-masalah seperti ini suara mayoritas dapat dijadikan pedoman dan bersifat mengikat.<br /> Dalil untuk ketentuan tersebut adalah peristiwa yang terjadi pada Rasulullah SAW ketika Perang Uhud. Rasulullah SAW dan para shahabat senior berpendapat bahwa kaum muslimin tidak perlu keluar dari kota Madinah. Sedang mayoritas shahabat khususnya para pemudanya berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya keluar dari kota Madinah guna menghadapi kaum Quraisy di luar kota Madinah. Jadi pendapat yang ada berkisar di antara dua pilihan, keluar kota Madinah atau tidak.<br /> Dikarenakan mayoritas shahabat berpendapat untuk keluar kota Madinah, maka Nabi SAW mengikuti pendapat mereka dan mengabaikan pendapat para shahabat senior, serta berangkat menuju Uhud di luar kota Madinah untuk menghadapi pasukan Quraisy.<br /> Adapun ide kebebasan individu, sesungguhnya merupakan salah satu ide yang paling menonjol dalam demokrasi. Ide ini dianggap sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi, sebab dengan ide ini tiap-tiap individu akan dapat melaksanakan dan menjalankan kehendaknya seperti yang diinginkannya tanpa tekanan atau paksaan. Rakyat dianggap tidak akan dapat mengekspresikan kehendak umumnya kecuali dengan terpenuhinya kebebasan individu bagi seluruh rakyat.<br /> Kebebasan individu merupakan suatu ajaran suci dalam sistem demokrasi, sehingga baik negara maupun individu tidak dibenarkan melanggarnya. Sistem demokrasi kapitalis menganggap bahwa adanya peraturan yang bersifat individualistik, serta pemeliharaan dan penjagaan terhadap kebebasan individu, merupakan salah satu tugas utama negara.<br /> Kebebasan individu yang dibawa demokrasi tidak dapat diartikan sebagai pembebasan bangsa-bangsa terjajah dari negara-negara penjajahnya yang telah meng-eksploitir dan merampas kekayaan alamnya. Sebabnya karena ide penjajahan tiada lain adalah salah satu buah dari ide kebebasan kepemilikan, yang justru dibawa oleh demokrasi itu sendiri.<br /> Demikian pula kebebasan individu tidak berarti pembebasan dari perbudakan, sebab budak saat ini sudah tidak ada lagi.<br /> Yang dimaksud dengan kebebasan individu tiada lain adalah empat macam kebebasan berikut ini :<br />1. Kebebasan beragama.<br />2. Kebebasan berpendapat.<br />3. Kebebasan kepemilikan.<br />4. Kebebasan bertingkah laku.<br /> Keempat macam kebebasan ini tidak ada dalam kamus Islam, sebab seorang muslim wajib mengikatkan diri dengan hukum syara' dalam seluruh perbuatannya. Seorang muslim tidak dibenarkan berbuat sekehendaknya. Dalam Islam tidak ada yang namanya kebebasan kecuali kebebasan budak dari perbudakan, sedang perbudakan itu sendiri sudah lenyap sejak lama.<br /> Keempat macam kebebasan tersebut sangat berten-tangan dengan Islam dalam segala aspeknya sebagaimana penjelasan kami berikutnya.<br /> Kebebasan beragama berarti seseorang berhak meyakini suatu aqidah yang dikehendakinya, atau memeluk agama yang disenanginya, tanpa tekanan atau paksaan. Dia berhak pula meninggalkan aqidah dan agamanya, atau berpindah kepada aqidah baru, agama baru, atau berpindah kepada kepercayaan non-agama (Animisme/paganisme). Dia berhak pula melakukan semua itu sebebas-bebasnya tanpa ada tekanan atau paksaan. Jadi, seorang muslim, misalnya, berhak berganti agama untuk memeluk agama Kristen, Yahudi, Budha, atau Komunisme dengan sebebas-bebasnya, tanpa boleh ada larangan baginya dari negara atau pihak lain untuk mengerjakan semua itu.<br /> Sedangkan Islam, telah mengharamkan seorang muslim meninggalkan Aqidah Islamiyah atau murtad untuk memeluk agama Yahudi, Kristen, Budha, komunisme, atau kapitalisme. Siapa saja yang murtad dari agama Islam maka dia akan diminta bertaubat. Jika dia kembali kepada Islam, itulah yang diharapkan. Tapi kalau tidak, dia akan dijatuhi hukuman mati, disita hartanya, dan diceraikan dari isterinya.<br /> Jika yang murtad adalah sekelompok orang, dan mereka tetap bersikeras untuk murtad, maka mereka akan diperangi hingga mereka kembali kepada Islam atau dibinasakan. Hal ini seperti yang pernah terjadi pada orang-orang murtad setelah wafatnya Rasulullah tatkala Abu Bakar memerangi mereka dengan sengit sampai sebagian orang yang tidak terbunuh kembali kepada Islam. <br /> Adapun kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi, mempunyai arti bahwa setiap individu berhak untuk mengembangkan pendapat atau ide apa pun, bagaimana pun juga pendapat atau ide itu. Dia berhak pula menyatakan atau menyerukan ide atau pendapat itu dengan sebebas-bebasnya tanpa ada syarat atau batasan apapun, bagaimana pun juga ide dan pendapatnya itu. Dia berhak pula mengungkapkan ide atau pendapatnya itu dengan cara apapun, tanpa ada larangan baginya untuk melakukan semua itu baik dari negara atau pihak lain, selama dia tidak mengganggu kebebasan orang lain. Maka setiap larangan untuk mengembangkan, mengungkapkan, dan menyebarluaskan pendapat, akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kebebasan.<br /> Ketentuan ajaran Islam dalam masalah ini sangatlah berbeda. Seorang muslim dalam seluruh perbuatan dan perkataannya wajib terikat dengan apa yang terkandung dalam nash-nash syara'. Dengan demikian dia tidak boleh melakukan suatu perbuatan atau mengucapkan suatu perkataan kecuali jika dalil-dalil syar'i telah membolehkannya.<br /> Atas dasar itulah, maka seorang muslim berhak mengembangkan, menyatakan, dan menyerukan pendapat apapun, selama dalil-dalil syar'i telah membolehkannya. Tapi jika dalil-dalil syar'i telah melarangnya, maka seorang muslim tidak boleh mengembangkan, menyatakan, atau menyerukan pendapat tersebut. Jika dia tetap melakukannya, dia akan dikenai sanksi.<br /> Jadi seorang muslim itu wajib terikat dengan hukum-hukum syara' dalam mengembangkan, menyatakan, dan menyerukan suatu pendapat. Dia tidak bebas untuk melakukan semaunya.<br /> Islam sendiri telah mewajibkan seorang muslim untuk mengucapkan kebenaran di setiap waktu dan tempat. Dalam hadits Ubadah bin Ash Shamit ra, disebutkan :<br />"...dan kami akan mengatakan kebenaran di mana pun kami berada. Kami tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencela."<br /><br /> Demikian pula Islam telah mewajibkan kaum muslimin untuk menyampaikan pendapat kepada penguasa dan mengawasi serta mengoreksi tindakan mereka.<br /> Tindakan yang demikian ini bukanlah suatu kebe-basan berpendapat, melainkan keterikatan dengan hukum-hukum syara', yakni kebolehan menyampaikan pendapat dalam satu keadaan, dan kewajiban menyampaikan pendapat dalam keadaan lain.<br /> Adapun kebebasan kepemilikan yang telah melahirkan sistem ekonomi kapitalisme, yang selanjutnya melahirkan ide penjajahan terhadap bangsa-bangsa di dunia serta perampokan kekayaan alamnya mempunyai arti bahwa seseorang boleh memiliki harta (modal), dan boleh mengembangkannya dengan sarana dan cara apapun. Seorang penguasa dianggap berhak memiliki harta dan mengembangkannya melalui imperialisme, peram-pasan dan pencurian harta kekayaan alam dari bangsa-bangsa yang dijajah. Seseorang dianggap pula berhak memiliki dan mengembangkan harta melalui penimbunan dan mudlarabah (usaha-usaha komanditen/trustee) mengambil riba, menyembunyikan cacat barang dagangan, berlaku curang dan menipu, menetapkan harga tinggi secara tidak wajar, mencari uang dengan judi, zina, homoseksual, mengeksploitir tubuh wanita, memproduksi dan menjual khamr, menyuap, dan atau menempuh cara-cara lainnya.<br /> Sedangkan ajaran Islam, sangat bertolak belakang dengan ide kebebasan kepemilikan harta tersebut. Islam telah memerangi ide penjajahan bangsa-bangsa serta ide perampokan dan penguasaan kekayaan alam bangsa-bangsa di dunia. Islam juga menentang praktik riba baik yang berlipat ganda maupun yang sedikit. Seluruh macam riba dilarang. Di samping itu Islam telah menetapkan adanya sebab-sebab kepemilikan harta, sebab-sebab pengembangannya, dan cara-cara pengelolaannya. Islam mengharamkan ketentuan di luar itu semua. Islam mewajibkan seorang muslim untuk terikat dengan hukum-hukum syara' dalam usahanya untuk memiliki, mengem-bangkan, dan mengelola harta. Islam tidak memberikan kebebasan kepadanya untuk mengelola harta sekehendak-nya, tetapi Islam telah mengikatnya dengan hukum-hukum syara', dan mengharamkannya untuk memiliki dan mengembangkan harta secara batil. Misalnya dengan cara merampas, merampok, mencuri, menyuap, mengambil riba, berjudi, berzina, berhomoseksual, menutup-nutupi kecacatan barang dagangan, berlaku curang dan menipu, menetapkan harga tinggi dengan tidak wajar, memproduksi dan menjual khamr, mengeksploitir tubuh wanita, dan cara-cara lain yang telah diharamkan sebagai jalan untuk memiliki dan mengembangkan harta.<br /> Semua itu merupakan sebab-sebab pemilikan dan pengembangan harta yang dilarang Islam. Dan setiap harta yang diperoleh melalui jalan-jalan itu, berarti haram dan tidak boleh dimiliki. Pelakunya akan dijatuhi sanksi.<br /> Dengan demikian jelaslah bahwa kebebasan kepemilikan harta itu tidak ada dalam ajaran Islam. Bahkan sebaliknya, Islam mewajibkan setiap muslim untuk terikat dengan hukum-hukum syara' dalam hal kepemilikan, pengembangan, dan pengelolaan harta. Dia tidak boleh melanggar hukum-hukum itu.<br /> Mengenai kebebasan bertingkah laku, artinya adalah kebebasan untuk lepas dari segala macam ikatan dan kebebasan untuk melepaskan diri dari setiap nilai kerohanian, akhlak, dan kemanusiaan. Juga berarti kebebasan untuk memporak-porandakan keluarga dan untuk membubarkan atau melestarikan institusi keluarga. Kebebasan ini merupakan jenis kebebasan yang telah menimbulkan segala kebinasaan dan membolehkan segala sesuatu yang telah diharamkan. <br /> Kebebasan inilah yang telah menjerumuskan masyarakat Barat menjadi masyarakat binatang yang sangat memalukan dan membejatkan moral individu-individunya sampai ke derajat yang lebih hina daripada binatang ternak.<br /> Kebebasan ini menetapkan bahwa setiap orang dalam perilaku dan kehidupan pribadinya berhak untuk berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, sebebas-bebasnya, tanpa boleh ada larangan baik dari negara atau pihak lain terhadap perilaku yang disukainya. Ide kebebasan ini telah membolehkan seseorang untuk melakukan perzinaan, homoseksual, lesbianisme, meminum khamr, bertelanjang, dan melakukan perbuatan apa saja walaupun sangat hina dengan sebebas-bebasnya tanpa ada ikatan atau batasan, tanpa tekanan atau paksaan.<br /> Hukum-hukum Islam sangat bertentangan dengan kebebasan bertingkah laku tersebut. Tidak ada kebebasan bertingkah laku dalam Islam. Seorang muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah dalam seluruh perbuatan dan tingkah lakunya. Haram baginya melakukan perbuatan yang diharamkan Allah. Jika dia mengerjakan suatu perbuatan yang diharamkan, berarti dia telah berdosa dan akan dijatuhi hukuman yang sangat keras.<br />C. DEMOKRASI DI INDONESIA<br />Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.<br />Luka-luka zaman revolusi kemerdekaan, ketika politik aliran beranjak dari meja diskusi kepada sejumlah perang terbuka yang juga bermuara kepada pembunuhan, pada gilirannya memupuk dendam antara sesama pejuang. Anak-anak revolusi itu pun dimakan oleh arus cepat perubahan. Amir Syarifuddin, Tan Malaka, dan Sutan Syahrir adalah contoh dari nama-nama yang terkikis oleh terjangan debu, peluru dan penjara revolusi. Sampai bertahun-tahun kemudian, penjara-penjara tidak hanya diisi oleh pelaku tindakan kriminal, melainkan juga berisi kaum intelektual, politisi, juga mantan-mantan pejabat penting pemerintahan. Cara mengendalikan politik lewat penjara ini adalah duplikasi atas kebijakan serupa yang ditempuh oleh pemerintahan kolonial. Tokoh-tokoh penting kemerdekaan Indonesia bisa dipastikan tumbuh dan berkembang di penjara-penjara yang dekat dan jauh dari pusat pemerintahan, mulai dari penjara Glodok yang dekat dengan area perdagangan, sampai ke Bandaneira yang berair jernih dan Tanah Merah di Papua yang masih berupa rimba-belantara.<br />Pemilu 1955 yang bisa jadi menjadi barometer ideal dari proses pemilihan wakil rakyat dengan membolehkan partai lokal dan perseorangan sebagai kandidat, pada akhirnya tidak melahirkan kestabilan pemerintahan. Demokrasi parlementer (1955-1959) dalam DPR dan Dewan Konstituante begitu rapuh oleh orasi-orasi dan sidang-sidang yang penuh argumentasi, tetapi gagal mencapai kesepakatan. Republik pun dikepung oleh pemberontakan daerah, kelangkaan minyak tanah, kelaparan, dan dilanda begitu banyak rakyat jelata yang miskin. Keadaan ini berlanjut dalam masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), ketika politik menjadi panglima dan ekonomi tertinggal dalam keangkuhan nasionalisme. Politik hanya berkisar di sekitar Soekarno yang dikitari oleh orang-orang yang mengagungkannya sebagai pemimpin besar revolusi dan memberikan jabatan sebagai presiden seumur hidup.<br />Padahal, para pendiri republik adalah orang-orang yang sangat paham dengan beragam literatur tentang demokrasi. Filsafat Barat dan Timur berkumpul di atas meja makan dan tulisan-tulisan di media massa. Rujukan ke Eropa, Turki, masa-masa kebangkitan Islam, sampai Uni Sovyet kala itu telah menjadi menu yang menjadi santapan harian. Teori-teori Marxisme, misalnya, bertahan lama dengan energi yang begitu kuat berhadapan dengan kolonialisme dan kapitalisme. Perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet yang menjadi konteks geopolitik global ikut menyeret Indonesia. Perubahan-perubahan politik internasional pun menggiring kepada perubahan di tingkat nasional. Sebagai satu kekuatan negara dunia ketiga yang cukup diperhitungkan, terutama dari segi jumlah penduduk, kekayaan alam dan posisi geografis dalam simpang jalan jalur laut internasional, apapun yang terjadi pastilah menarik perhatian dunia luar. Hanya saja, kesadaran seperti itu tidak muncul di kalangan elite, mengingat terlalu asyik dengan kepentingan masing-masing. <br /><br />1. Peminggiran Peran Partai Politik<br />Dalam buku-buku sejarah yang ditulis selama Orde Baru (1966-1998), partai politik digambarkan sebagai sosok yang asing, karena cenderung hanya mementingkan diri sendiri. Upaya pemujaan diri yang berlebihan menyebabkan pemerintah Orde Baru terlalu terpaku kepada pertumbuhan ekonomi dan pemaksimalan pembangunan fisik dengan sarana hutang luar negeri. Investasi asing pada industri-industri strategis, termasuk dengan mendatangkan dalam bentuk lengkap beragam jenis kendaraan, barang-barang rumah tangga, alat-alat kantor dan benda-benda yang menjadi bagian kehidupan masyarakat lainnya, telah menghilangkan dengan sistematis keunggulan komparatif produk dan teknologi dalam negeri. <br />Bangsa yang pernah mengalami kelaparan bertahun lewat beragam perang dan proyek kolonialisasi tiba-tiba berubah menjadi bangsa yang gandrung akan materi. Perubahan itu dimulai dengan cara memenuhi kebutuhan akan pangan dan sandang, lalu perlahan maju lebih jauh lagi dengan pemenuhan akan papan (perumahan). Tetapi, bayaran mahal atas kemajuan material itu adalah hilangnya kebebasan pers dan kebebasan politik. Kalaupun diadakan pemilihan umum, sifatnya hanya ritual belaka dengan intervensi yang kuat dari pemerintah, mulai dari pengarahan agar memilih Golkar, sampai penyelenggaraan pemilu sendiri yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri. Aparatur militer juga menjadi mesin pengumpul suara yang maksimal, selain memiliki perwakilan tetap dalam parlemen lokal dan nasional tanpa dipilih.<br />Pengembirian politik ini ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, yakni stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Stabilitas dan pertumbuhan berhasil dicapai, namun pemerataan malah tertinggal jauh di belakang. Gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, dihiasi oleh rumah-rumah gubuk yang reot. Kota Jakarta yang bersolek, berhadapan dengan kota-kota lain yang kehabisan uang untuk sekadar memelihara koridor jalan dan selokan. Kekuasaan berpusat kepada sekelompok orang di Jakarta yang melibatkan Golkar, militer dan birokrasi. Selain itu juga bergerombol organisasi sosial kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Golkar, seperti pemuda, perempuan, petani, nelayan, dan tipologi sosial-politik lainnya. Tanpa disadari atau memang didesain dengan sempurna puncak kekuasaan ekonomi-politik berpindah dari lembaga-lembaga negara menjadi usaha rumah-tangga, yakni keluarga Cendana, nama sebuah jalan tempat rumah tinggal pribadi Soeharto dan keluarganya.<br />Tetapi, bukan berarti tidak ada demokrasi. Nama yang dikenakan adalah demokrasi Pancasila yang berbentuk indoktrinasi lewat jalur-jalur pendidikan formal dan sertifikat Penataran P-4, surat kelakuan baik, sampai bintara pembina desa (babinsa). Pancasila ditafsirkan menjadi 36 butir dan ditambah menjadi 45 butir, terutama dengan mengambil bagian-bagian penting dalam masyarakat desa di Jawa, seperti tenggang-rasa dan tepa-selira. Terdapat puluhan Widya Iswara dalam lembaga-lembaga pelatihan resmi seperti BP-7 Pusat yang sudah bubar, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas), serta kantor menteri pemuda dan olahraga. Doktrin-doktrin juga disalurkan lewat radio, televisi dan koran-koran nasional. Yang ada hanyalah pembenaran, bukan kebenaran. <br />Partai-partai politik tidak berkembang, sekalipun jumlah kelompok oposisi terus bertambah secara diam-diam. Sesedikit apapun gerakan pembangkangan dilakukan, akibat-akibat yang ditimbulkan tidak bisa ditebak dan ditanggung. Sebuah desa bisa saja ditenggelamkan dengan air bah, penduduk diusir dengan mendatangkan gajah, tuduhan tentang organisasi tanpa bentuk, sampai penangkapan dan penahanan, bahkan kematian yang tidak diduga. Aparatus negara berubah menjadi begitu menakutkan, bahkan hanya dengan modal uniform. Perbedaan pendapat berarti perlawanan atas pemerintah. <br /><br /><br />2. Benteng Pertahanan<br />Bahkan yang berkembang adalah organisasi kelaskaran pemuda yang mengasosiasikan diri dengan rezim, terutama dengan pakaian loreng-loreng. Demokrasi, dalam bentuk yang sangat sederhana, hanya datang sekali dalam lima tahun, yakni lewat pemilihan umum. Namun, benteng pertahanan terpenting dari demokrasi yang tanpa intimidasi masih tersedia, sekalipun tidak semua bisa digeneralisasi, yakni pemilihan kepala desa atau kepala kampung, arisan-arisan keluarga dan tetangga, pemilihan ketua-ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah, pemilihan ketua-ketua Dewan Mahasiswa sebelum dibubarkan, atau proses pemilihan pengurus organisasi profesi dan keilmuan. Di luar itu, demokrasi tinggal nama, penuh rekayasa, suap-menyuap, tindas-menindas, dan ujung-ujungnya adalah prosesi kebulatan tekad yang mengusung kembali Soeharto sebagai presiden. <br />Negara yang coba menaungi semua organisasi, juga masuk ke dalam organisasi sosial kemasyarakatan dan agama. Nahdlatul Ulama, sebagai contoh, adalah satu organisasi yang terus-menerus diganggu dengan pelbagai bentuk intervensi, terutama dalam pemilihan pimpinannya. Muhammadiyah harus mencari jalan tengah untuk mencegah politik belah bambu, sebagaimana dulu juga pernah dipraktekkan oleh Presiden Soekarno. Organisasi ekstra universitas yang mencoba mempertahankan azas, seperti Himpunan Mahasiswa Islam, dengan sangat terpaksa terpilah menjadi dua. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia menghadapi himpitan serius, karena dirasa mewarisi pemikiran kalangan Soekarnois, sekalipun para aktivisnya terus mencoba membangun langkah-langkah alternatif yang dengan sendirinya harus mengikuti kehendak pemerintah. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia terpaksa fokus di kampus-kampus Institut Agama Islam Negeri. Penyingkiran memang tidak dilakukan, agar “nafas demokrasi Pancasila tetap bisa dirasakan, namun dalam bentuk pemeliharaan atas ceruk-ceruk wilayah dan kanal-kanal pikiran yang mudah dikendalikan.<br />Terdapat juga organisasi masyarakat sipil, baik berbentuk yayasan atau juga lembaga-lembaga advokasi dan penelitian. Secara umum, organisasi masyarakat sipil ini tidak berkembang, tetapi sebagian mampu memajukan perspektif yang berlainan atas paradigma pembangunan Orde Baru. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sebagai contoh lagi, terus berupaya membela kepentingan masyarakat kecil yang butuh perlindungan hukum. Sejumlah tokoh besar lahir dari sini. Begitu pula Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang melahirkan majalah PRISMA, satu-satunya referensi utama yang melawan arus dominasi pemikiran dan jurnal-jurnal resmi pada instansi pemerintah. Kaum intelektual pantas mensyukuri keberadaan PRISMA ini, sekaligus juga menangisi, karena tidak mampu lagi diterbitkan ketika zaman kebebasan datang.<br />Lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah ini ternyata juga mampu menjadi “tempat persembunyian atau bahkan “tempat magang bagi para aktivis yang tidak hendak masuk dalam skema besar pemerintah yang menyediakan lapangan kerja terbatas. Patut disadari bahwa kalangan intelektual yang punya nama dalam era reformasi, baik yang masih bergerak dalam ranah masyarakat sipil atau sudah mengikuti arus zaman dengan menjadi bagian dari penyelenggara negara (baik di wilayah ekskutif, legislatif atau yudikatif), sebagian berasal dari kalangan masyarakat sipil ini. Sekalipun begitu, sulit untuk mengatakan bahwa demokrasi juga hidup dalam ranah masyarakat sipil ini. Bahkan, setelah Soeharto tumbang, terdapat indikasi betapa tokoh-tokoh penting itu justru berubah menjadi “Soeharto-Soeharto kecil dengan menjadikan perlawanan masa lalu sebagai latar. Hal itu dapat dimengerti, mengingat organisasi masyarakat sipil memerlukan pola keketatan dan kedisiplinan sendiri, untuk menghadapi mesin besar negara Orde Baru yang menggilas apa saja. <br />Selain organisasi-organisasi kecil dan organisasi masyarakat sipil, sulit kita melihat organisasi lain menyediakan ruang demokratis yang baik. Negara, lewat tangan-tangannya dan aparatus intelijen yang kuat, selalu saja mencoba memasuki dan mengubah agenda-agenda kerjanya. Para seniman, wartawan, intelektual, bahkan panggung-panggung pertunjukkan, ruang-ruang diskusi, kelas-kelas pedagogi yang menihilkan peran sekolah, sampai kepada buruh-buruh yang sedang memperjuangkan kenaikan upah, telanjur dimasuki oleh aparatus negara lewat izin pertunjukan, pembubaran, sampai penahanan. Satu sebutan yang terdengar manis selama Orde Baru, yakni “aktor intelektual pada kenyataannya menyimpan kebencian dan kebengisan yang dalam kepada kaum intelektual. Sebutan-sebutan yang melecehkan seperti itu menjadi kosa kata yang ampuh untuk menundukkan rakyat di bawah sepatu lars para penguasa. <br />Tetapi, rezim yang semula dianggap sangat liat itu, mulai menunjukkan kerapuhannya, ketika melakukan aksi-aksi yang kejam. Pembunuhan Marsinah, perang di Timor Timur, kekejaman di Aceh, aboriginisasi di Papua, sampai peristiwa 27 Juli 1996, lama-kelamaan membuka borok-borok kerapuhan rezim. Sikap pesta-pora dengan mengabaikan demokrasi dalam ritual pemilihan presiden dan wakil presiden, justru mendorong Soeharto mengambil langkah-langkah yang secara kental memicu lahirnya istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tekanan dari dunia internasional, persaingan petinggi-petinggi militer, aksi-aksi demonstrasi mahasiswa, kejatuhan nilai tukar, dan terutama karena usia yang menua ditimpa zaman yang dihadapi oleh Soeharto, bermuara kepada pengunduran diri yang disambut sorak-sorai para mahasiswa. Hampir sembilan tahun lalu, pada 21 Mei 1998, Prof. Dr. BJ Habibie, seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam upaya industrialisasi teknologi tinggi di Indonesia, ditunjuk sebagai pengganti. Soeharto, sebagaimana dikatakan kepada Daoed Joesoef (2006), menepati janji untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada kaum ilmuwan. <br /><br />3. Demokrasi yang Tersebar<br />Kelompok yang paling tidak disukai Soeharto dan juga kurang diminati kaum intelektual yaknii para politikus, langsung mengambil alih keadaan ketika demoralisasi melanda kalangan serdadu, pengusaha dan birokrat Orde Baru. Tetapi, para politikus ini juga datang dari orang-orang yang sudah malang melintang dalam kenyamanan kekuasaan Orde Baru. Mereka hanya bersalin rupa dengan cara membentuk partai-partai politik. Yang diperbaiki hanya proses mendapatkan kekuasaan, tetapi belum mengarah kepada tujuan menggunakan kekuasaan itu. Persaingan antar kelompok, klan, aliran politik, bahkan perseberangan antara profesi (militer atau sipil) dan bahkan wilayah (Jawa dan Luar Jawa) diangkat ke permukaan dengan cara yang sangat usang. Sementara para politikus itu berbicara atas nama nasionalisme dan kesejahteraan, justru mereka sendiri yang mengotak-otakkan masyarakat ke dalam sekat-sekat yang mereka bangun. <br />Perubahan yang juga penting adalah munculnya lembaga-lembaga survei yang dengan jitu mampu memprediksi pihak mana yang bisa memenangkan pemilu, termasuk pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Lembaga-lembaga ini secara berkala mengeluarkan hasil survei menyangkut posisi partai-partai politik dan tokoh-tokoh politik penting, seandainya pemilu atau pilkada terjadi pada waktu survei itu diadakan. Opini publik langsung bisa dihitung, tanpa harus melewati prosedur pemilihan langsung yang sebenarnya. Kemajuan yang dialami oleh lembaga-lembaga riset itu menunjukkan juga arah perubahan ilmu-ilmu politik, yakni dari penggunaan metode kualitatif ke arah penggunaan metode kuantitatif. Pendekatan ini membuat pilihan-pilihan ideologi yang semarak pada tahun 1950-an menjadi tidak lagi penting. Para aktor politik dengan segala cara mencoba terus mempertahankan dan meningkatkan dukungan, termasuk dengan mengerahkan para artis.<br />Selain lembaga-lembaga riset kuantitatif, perkembangan lain adalah pembentukan sejumlah kelompok-kelompok pemikiran yang bermuara kepada satu tokoh, satu aliran politik, atau malahan juga kepada utopia tertentu yang coba terus dilakukan. Freedom Institute, The Indonesian Institute, Nusantara Center, Reform Institute, The Lead Institute Universitas Paramadina, Amien Rais Center, Ma’arif Institute, Fauzi Bowo Center, The Habibie Center, Mega Center, dan beragam lembaga-lembaga kajian lainnya mengisi lembaran-lembaran berita media massa. Semaraknya pembentukan dan kiprah lembaga-lembaga itu menunjukkan arah individualisasi politik atau personalisasi pemikiran, tetapi sekaligus juga memberikan kepada publik pilihan-pilihan yang beragam. Lembaga-lembaga itu ada yang memang bergerak menuju pengentalan ideologi tertentu, tetapi juga ada yang hanya sebagai kamuflase sementara sebelum memasuki kancah formal kampanye-kampanye politik.<br />Lembaga swadaya masyarakat juga berkembang secara masif, termasuk yang melakukan kartelisasi atas dana-dana asing. Dalam bahasa Benny Subianto, elite LSM yang sarat kepentingan, pihak donor yang naif dan kadang-kadang kolutif melahirkan oligarki industri LSM (Benny Subianto, sebagai Sebuah IndustriKompas, 04 Mei 2007). Menurut Benny, agenda LSM telah bergeser dari perlawanan terhadap negara menjadi komplemen kebijakan demokratisasi negara. Bisa jadi memang demikian, terutama mengingat kelumpuhan yang nyaris permanen yang dihadapi oleh partai-partai politik dalam menyalurkan aspirasi publik. Kehadiran lembaga-lembaga donor di Indonesia yang berjumlah banyak memang memicu LSM-LSM kian profesional, apalagi kalau tokoh-tokohnya sudah cukup dikenal. Pemerintah tidak lagi dilihat sebagai satu-satunya lembaga yang layak mengurus dana-dana yang digelontorkan pihak asing itu. Penanggulangan daerah-daerah bencana, terutama Aceh, juga mensyaratkan keterlibatan LSM. Tidak heran kalau LSM tumbuh bak jamur di musim hujan, sehingga menciptakan profesi baru yang cukup memberi pengaruh. Di balik itu, juga masih terdapat ribuan LSM yang masih hidup Senin-Kamis, baik di Jakarta ataupun di daerah-daerah.<br /><br />Kaum buruh, kepala-kepala desa, guru, dan korban lumpur Sidoarjo menjadi komponen yang pantas mendapatkan tempat sebagai perwakilan warga yang paling gigih dan dalam beberapa hal berhasil menjalankan fungsi negosiasi dengan pemerintah. Mereka berhasil melakukan tekanan politik, sebagai bagian yang penting dalam era demokrasi, yakni keberadaan pressure groups. Guru-guru di Kabupaten Kampar, Riau, mampu menjungkalkan bupati dari kursi kekuasaannya, sekalipun dalam proses hukum berikutnya sang Bupati kembali menempati jabatan semula. Kaum buruh berhasil mempertahankan UU No. 13/2003 tentang Ketenagarakerjaan yang semula ingin direvisi oleh negara. Kepala-kepala desa mengajukan tuntutan peningkatan kesejahteraan, termasuk pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil, ketika UU No. 32/2004 justru menjadikan bawahan kepala desa, yakni Sekretaris Desa, sebagai pegawai negeri sipil. Bahkan murid-murid sekolah juga dengan gagah tidak lagi menjadikan jalanan sebagai arena perkelahian, melainkan mulai mencorat-coret dinding, mengusung spanduk, dan mengeluarkan petisi-petisi yang ditujukan kepada pihak sekolah, yayasan, dan pengelola pendidikan. <br />Potret perjalanan demokrasi dalam wilayah yang luas itu menunjukkan bahwa tidak ada lagi ruang untuk kembali kepada teokrasi, otokrasi, atau bahkan feodalisme dan favoritisme. Demokrasi mengaliri setiap urat nadi pergerakan masyarakat, baik dalam wilayah yang sangat kecil seperti sekolah dan kampung, sampai ke tingkatan pemerintahan daerah dan nasional, juga memayungi negara-negara di planet bumi ini dalam hubungan antar bangsa. Resolusi atau rekomendasi yang ditelorkan dalam pertemuan antara negara-negara di dunia juga terus mencoba membuka selubung ketertutupan negara-negara non-demokratis. Kemajuan teknologi informasi, perhubungan, perdagangan, dan perubahan iklim menyebabkan ketergantungan satu negara dengan negara lain begitu tinggi, termasuk dalam menangani bencana alam yang turun dalam skala besar dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia, sebagai negara demokrasi baru, tentu sudah harus memantapkan diri, termasuk dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban yang terkait dengan demokrasi dalam tataran apapun.<br /><br /> <br />D. DEMOKRASI KLASIK vs MODERN<br />Mendengar kata demokrasi seakan mengingatkan kita pada suatu bentuk pemerintahan yang aspiratif. Tidak salah memang jika diartikan demikian karena kata demokrasi itu sendiri berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari segi etimologi, istilah demokrasi berasal Yunani kuno yaitu demos yang berarti rakyat dan kratia yang artinya memerintah. Menurut para filsuf, demokrasi merupakan perpaduan antara bentuk negara dan bentuk pemerintahannya. Seiring dengan berlalunya waktu, demokrasi pun mewujudkan diri dalam banyak bentuk, seperti demokrasi barat (liberal), demokrasi timur (proletar) dan sebagainya.<br />Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan. Sedangkan demokrasi dalam pengertiannya yang modern muncul pertama kali di Amerika. Konsep demokrasi modern sebagian besar dipengaruhi oleh para pemikir besar seperti Marx, Hegel, Montesquieu dan Alexis de Tocqueville. Mengingat semakin berkembangnya negara-negara pada umumnya, secara otomatis menyebabkan makin luasnya negara dan banyaknya jumlah warganya serta meningkatnya kompleksitas urusan kenegaraan, mengakibatkan terjadinya perwalian aspirasi dari rakyat, yang disebut juga sebagai demokrasi secara tidak langsung.<br /><br /><br /><br />a. Demokrasi Klasik<br />Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino. <br />Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasan berada di tangan rakyat sehingaa kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.<br /><br />b. Demokrasi Modern<br />Ada tiga tipe demokrasi modern, yaitu :<br />• Demokrasi representatif dengan sistem presidensial <br />Dalam sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif dan eksekutif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil presiden dan menteri yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Dalam hubungannya dengan badan perwakilan rakyat (legislatif), para menteri tidak memiliki hubungan pertanggungjawaban dengan badan legislatif. Pertanggungjawaban para menteri diserahkan sepenuhnya kepada presiden. Presiden dan para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan legislatif. <br /><br />• Demokrasi representatif dengan sistem parlementer<br />Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan menteri), sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet sehingga kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen.<br /><br />• Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja)<br />Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang merupakan perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton.<br />Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh American Institute of Public Opinion terhadap 10 negara dengan pemerintahan terbaik, diantaranya yaitu Switzerland, Inggris, Swedia dan Jepang di posisi terakhir, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri demokrasi (modern) yaitu adanya hak pilih universal, pemerintahan perwakilan, partai-partai politik bersaing, kelompok-kelompok yang berkepentingan mempunyai otonomi dan sistem-sistem komunikasi umum, frekuensi melek huruf tinggi, pembangunan ekonomi maju, besarnya golongan menengah<br /><br />• Demokrasi representatif dengan sistem parlementer<br />Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan menteri), sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet sehingga kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen.<br /><br />• Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja)<br />Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang merupakan perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton.<br /><br />E. DEMOKRASI DAN DINAMIKA GLOBALISASI<br />GLOBALISASI merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa diabaikan. Sekalipun bukan merupakan sebuah fenomena yang tidak diperdebatkan, tidak dapat dipungkriri globalisasi memiliki pengaruh yang luas di seluruh aspek kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara kolektif. Politik adalah salah satu aspek kehidupan manusia yang paling terpengaruh oleh fenomena globalisasi, seperti terlihat dalam perdebatan mengenai Demokrasi dalam konteks globalisasi. Bagian VII dalam buku ini secara jelas menggambarkan perdebatan ini. <br />Demokrasi sebagai sebuah praktek politik, tidak dapat dipungkiri, memerlukan kerangka institusional yang memadai dan negara-bangsa untuk beberapa waktu lamanya dianggap berhasil memberikan kerangka institusional yang memadai bagi penyelenggaraan Demokrasi. <br />Negara-bangsa memiliki komponen-komponen yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan Demokrasi: pembatasan dan mekanisme. Bagi penyelenggaraan Demokrasi, negara-bangsa terkait dengan pembatasan melalui dua hal, yakni teritorial dan kewarganegaraan. <br />Batas-batas teritorial sebuah negara dipahami bukan sekedar batas geografis yang memisahkan sebuah negara dengan negara lain, melainkan batas-batas politik, yang memisahkan otoritas sebuah komunitas politik (dalam bentuk kedaulatan) yang satu dengan yang lain. Konsekuensinya, hanya dalam batas-batas teritorialitas ini orang bisa berbicara mengenai segala kemungkinan: pembangunan, ketertiban, keamanan dan Demokrasi. <br />Di luar batas-batas tersebut hanya terdapat kekacauan, anarkhi dan ketidakamanan. Pemahaman mengenai dua ruang dengan dua kemungkinan yang berbeda ini sangat jelas dalam studi hubungan internasional tradisional.<br />Kewarganegaraan adalah bentuk pembatasan yang lain yang dihasilkan oleh institusi negara-bangsa. Konsep kewarganegaraan pada dasarnya adalah konsep yang memisahkan pemegang hak (dan kewajiban) dari bukan pemegang hak. Menyandang atribut warga negara berarti memiliki semua privilege yang akan diberikan oleh sebuah negara, yang tidak dimiliki oleh negara lain. Keamanan maupun jaminan ekonomi sosial, misalnya, adalah privilege yang bisa dituntut oleh warga negara terhadap negaranya.<br />Tentu saja terdapat variasi yang sangat besar dalam kaitannya dengan kapasitas (dan kemauan) negara untuk memenuhi hak-hak warga negara. Bahkan tidak jarang atribut warga negara justru tidak memberikan keuntungan apapun bagi para penyandangnya. Kemiskinan, penindasan dan bahkan pelanggaran terhadap hak-hak yang dialami oleh banyak warga menunjukkan bahwa warga negara dan privilege bukanlah merupakan dua sisi dari pata uang yang sama. <br />Negara bangsa sebagai sebuah pelembagaan komunitas politik juga memberikan makna yang sangat besar bagi Demokrasi melalui institusi-institusi dan mekanisme Demokrasi. Pemilihan umum, partai politik dan lembaga-lembaga perwakilan, misalnya adalah institusi-institusi yang tidak bisa absen dalam sebuah sistem yang demokratis, sekalipun keberadaan institusi-institusi ini semata-mata tidak bisa secara otomatis menjadikan sebuah negara demokratis. <br /> <br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />a. Kesimpulan<br />Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahawa Demokrasi merupakan sistem kepemerintahan namaun dalam pandangan beberapa organisasi islam bahwa demokrasi haram dilakukan karena bertentangan dengan hukum Allah. <br />Ada beberapa bentuk demokrasi yang dalam tatanan sosial tidak dapat dipisahkan yaitu :<br />1. Demokrasi representatif dengan sistem presidensial<br />2. Demokrasi representatif dengan sistem parlementer<br />3. Demokrasi representatif dengan sistem referendum (badan pekerja)<br /> Demikian pula kebebasan individu tidak berarti pembebasan dari perbudakan, sebab budak saat ini sudah tidak ada lagi.<br /> Yang dimaksud dengan kebebasan individu tiada lain adalah empat macam kebebasan berikut ini :<br />1. Kebebasan beragama.<br />2. Kebebasan berpendapat.<br />3. Kebebasan kepemilikan.<br />4. Kebebasan bertingkah laku.<br /><br />b. Saran<br /> Perbedaan pendapat mengenai arti dan pembahasan demokrasi bukanlah hal yang membuat kita lapu akan mempelajari makna dan ajaran demokrasi yang sebenarnya guna mencari jalan terbaik untuk kemajuan bangsa dan negera yang sempurna. Kiranya kita sebagai generasi mudah bisa membukakan pintu kedaulatan yang tidak saling tindas, saling adu domba dan menuju masyarakat yang madani.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-9503047392576703982009-01-06T22:17:00.000-08:002009-01-06T22:20:21.213-08:00RAGAM MENYIMAK<span class="fullpost"><br /><br /></span><br /><br />1. Menyimak Ekstensif<br />Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah jenis menyimak yang mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran. Pada umumnya menyimak ekstensif dapat dipergunakan bagi dua tujuan yang berbeda.<br />Salah satu dari kegagalan pengajaran bahasa paling besar dan paling umum adalah bahwa apa-apa yang diajari kepada para siswa secara keseluruhan tidak mencukupi untuk menggarap serta menangani arus atau tumpukan rangsangan yang berhubungar dengan bahan simakan yang datang kepadanya dari segala arah pada saat pertamakalinya dia menginjakkan kaki di negeri asing (misalnya di Inggris bagi siswa yang belajar bahasa Inggris); Maka menyimak ekstensif tipe ini akan dapat membantunya dengan baik. Bahan-bahan yang didengar dan disimaknya tentu saja tidak perlu melulu merupakan suatu penyajian kembali apa-apa yang telah diketahuinya.<br />Menyimak ekstensif dapat pula memberi kesempatan dan kebebasa bagi para siswa mendengar dan menyimak butir-butir kosa kata struktur-struktur yang masih asing atau baru baginya yang terdapat dalam arus ujaran yang berada di dalam jangkauan dan kapasitasnya untuk menanganinya.<br />Guru sendiri merupakan sumber modal dalam bercerita. Karena salah satu dari tujuan menyimak ekstensif adalah menyajikan kembali bahan lama dengan cara baru, maka kerap kali baik sekali bila hal ini dilakukan dengan pertolongan pita-pita otentik yang merekam pembicaraan dalam masyarakat.<br /><br />a. Menyimak Sosial<br />Menyimak sosial (social listening) atau menyimak konvetsasional (conversational listening) atau pun menyimak sopan (courtcous listening) biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-orang mengobrol atau bercengkerama mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang yang hadir dan saling mendengarkan satu sama lain untuk membuat respons yang wajar, mengikuti hal-hal yang nenarik, dan memperlihatan perhatian yang wajar terhada apa-apa yang dikemukakan.<br />Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa menyimak sosial paling sedikit mencakup dua hal, yaltu:<br />1) Menyimak secara sopan santun dan dengan penuh perhatian terhadap percakapan atau obrolan dalam situasi-situasi sosial dengan suatu maksud.<br />2) Menyimak serta memahami peranan-peranan pembicara dan menyimak dalam proses komunikasi tersebut. <br />Orang-orang yang dapat menaati kedua hal tersebut di atas dikata kan sebagai anggota-anggota masyarakat yang baik.<br /><br />b. Menyimak Skunder<br />menyimak sekunder (secondary listening) adalah sejenis kegiatan yang menyimak secara kebetulan (casual listening) dan secara ekstensif (extensive listening). Berikut ini kita berikan dua buah contoh.<br />a) Menyimak pada musik yang mengiringi ritme-ritme atau tari-tarian rakyat di sekolah dan pada acara-acara radio yang terdengar sayup-sayup sementara kita menulis surat pada seorang teman di rumah.<br />b) Menikmati musik sementara ikut berpartisipasi dalam kegiatan tertentu di sekolah seperti melukis, hasta karya tanah liat, membuat sketsa, dan latihan menulis indah. <br /><br /><br />c. Menyimak Estentik<br />Menyimak estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak apresiatif (appreciational listening) adalah fase terakhir kegiatan menyimak kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif, mencakup:<br />a) Menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, atau drama radio dan rekaman-rekaman.<br />b) Menikmati cerita, puisi teka-teki gemerencing irama dan lakon-lakon yang dibacakan atau diceritakan oleh guru, siswa, atau aktor.<br /><br />d. Menyimak Pasif<br />Cara yang seolah-olah tidak memerlukan upaya bagi anak-anak dari sejumlah penduduk pribumi mempelajari bahasa asing dapat disebut sebagai menyimak pasif (passive listening). Yang disebut menyimak pasif adalah penyertaan suatu ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih santai, serta menguasai sesuatu bahasa. Sebenarnya otak kita bukan main aktifnya dalam mendaftarkan bunyi-bunyi, bau-bauan, dan bentuk-bentuk, rupa-rupa, walaupun pada saat kita seola mengarahkan perhatian pada hal lain, bahkan pada saat kita tidur nyenyak.<br />Kalau kita tahu bahwa tanpa upaya sadar pun otak kita dapat berbuat banyak dalam menguasai suatu bahasa asing maka kita akan dapat memetik keuntungan dari sumber yang tersembunyi ini. Kita hendaknya memberi kesempatan kepada otak kita untuk bekerja seefisien mungkin. atau melakukan hal ini maka kita perlu mempergunakan teknik-teknjk tertentu yang bermanfa antara lain :<br />a. Berilah otak dan telinga kesempatan menyimak banyak-banyak<br />b. Tenang dan santailah<br />c. Jangan memasang rintangan bagi bunyi<br />d. Berikanlah waktu yang cukup bagi telingan dan otak<br />e. Berilah kesempatan bagi otak dan telinga bekerja, sementara kita mengerjakan sesuatu yang lain<br />Keempat kegiatan menyimak yang telah dibicarakan di atas – Menyiak sosial, Menyimak sekunder, Menyimak estetik dan menyimak Pasif— kita masukak kedalam kelompok Menyimak ekstensif.<br /><br />2. Menyimak Intensif<br />Kalau menyimak ekstensif lebih diarahkan pada kegiatan menyimak secara lebih bebas dan lebih umum serta tidak perlu di bawah bimbingan langsung para guru, maka menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap satu hal tertentu. Dalam hal ini haruslah diadakan suatu pembagian penting sebagai berikut :<br />a) Menyimak intensif ini terutama sekali dapat diarahkan pada butir –butir sebagai bagian dari program pengajaran bahasa, atau<br />b) Terutama sekali dapat diarahkan pada pemahan serta pengertian umum.<br />Jelas bahwa dalam butir kedua ini makna bahasa secara umum sudah diketahui oleh para siswa.<br />Di samping itu, masih ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan. Salah satu di antaranya adalah formalitas bahasa, yaitu situasi tempatnya berada pada poros berikut ini:<br />slang — akrab — netral —formal<br /><br />Kebanyakan kelas sedikit sekali mengingat latihan dan praktek dengan mempergunakan suatu jenis bahasa selain daripada bahasa netral. Faktor lain yang juga harus dipahami adalah yang menyangkut kecepatan pengutaraan: apakah itu suatu percakap yang cepat, atau suatu ujaran yang diatur? Lebih jauh, apakah itu dipersiapkan dan dilalui ataukah mendadak tanpa persiapan? Berapa orang ikut terlibat? Jelas bahwa semakin banyak terlibat maka semakin sulit jadinyaa. Apak aksen si pembicara sudah biasa didengar oleh para siswa? Aksen-aksen bahasa regional atau bahasa kelompok sangat membingungkan siswa pada pendengaran pertama, bahkan bagi beberapa siswa mencemaskan. Sekali lagi, kekurangakraban dengan faktor-faktor ini benar dapat mengganggu pemahaman siswa terhadap makna bagian tersebut.<br /><br />1) Menyimak Kritis<br />Menyimak kritis (critical listening) adalah sejenis kegiatan menyimak yang berupa untuk mencari kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan berar dan ujaran seorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat yang kuat yang dapat diterima oleh akal sehat.<br />Secara agak teperinci kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam menyimak kritis adalah :<br />a) Memperhatikan kebiasaan-kebiasaan ujaran yang tepat, kata, pemakaian kata, dan unsur-unsur kalimatnya.<br />b) Menentukan alasan “mengapa” <br />c) Memahami aneka makna petunjuk konteks. <br />d) Membedakan fakta dan fantasi, yang relevan dan yang tidak relevan<br />e) Membuat keputusan-keputusan.<br />f) Menarik kesimpulan-kesimpulan<br />g) Menemukan jawaban bagi masalah tertentu.<br />h) Menentukan mana informasi baru atau informasi tambahan bagi suatu topik.<br />i) Menafsirkan, menginterpretasikan ungkapan, idiom, dan bahasa yang belum umum, belum lazim dipakai.<br />j) Bertindak objektif dan evaluatif untuk menentukan keaslian, kebenaran atau adanya prasangka atau kecerobohan, kekurang telitian serta kekeliruan. <br />Empat konsep penting dalam menyimak kritis adalah :<br />1) Penyimak harus yakin bahwa sang pembicara telah mendukung serta mendokumentasikan masalah-masalah yang meraka kemukakan<br />2) Penyimak mengharap agar sang pembicara mengemukaka masalah-masalah khusus.<br />3) Penyimak mengharap agar sang pembicara mendemonstrasikan keyakinannya pada suatu topik tertentu.<br />4) Pembicara harus percaya dan menuntut dengan tegas agar sang pembicara bergerak dari hal-hal umum ke hal-hal khusus.<br /><br />2) Menyimak konsentratif<br />Menyimak konsentratif (concentrative listening) sering juga disebut a study-type listening atau menyimak yang merupakan sejenis telaah. <br />Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam menyimak konsentratif ini adalah:<br />a) Mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam pembicaraan.<br />b) Mencari dan merasakan hubungan-hubungan, seperti kelas, tempat. kualitas, waktu, urutan serta sebab-akibat.<br />c) Mendapatkan atau memperoleh butir-butir informasi tertentu.<br />d) Memperoleh pemahaman dan pengertian yang mendalam.<br />e) Merasakan serta menghayati ide-ide sang pembicara, sasaran mau pun pengorganisasiannya.<br />f) Memahami urutan ide-ide sang penibicara.<br />g) Mencari dan mencatat fakta-fakta penting <br /><br />3) Menyimak Kreatif<br />Menyimak kreatif (creative listening) adalah sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatit para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh apa-apa yang disimaknya.<br /><br />4) Menyimak Eksploratif<br />Menyimak eksplorasif. menyimak yang bersifat menyelidik atau exploratory listening adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit. <br />Dalam kegiatan menyimak seperti ini sang penyimak menyiagakan perhatian untuk menjelajahi serta menemukan :<br />a) Hal-hal baru yang menarik perhatian.<br />b) Informasi tambahan mengenai suatu topik<br />c) Isyu, pergunjingan, atau buah mulut yang menarik.<br /><br />5) Menyimak Interogatif<br />Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah sejenis kegiata menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara karena sang penyimak akan mengajukan sebanyak pertanya<br />Dalam kegiatan menyimak interogatif ini sang penyimak mempersempit serta mengarahkan perhatiannya pada pemerolehan informasi dengan cara menginterogasi atau menanyai sang pembicara.<br /><br />6) Menyimak Selektif<br />Ciri-ciri keaktifan atau aktivisisme yang khas tidak membiarkan kita untuk berpuas hati mempergunakan teknik atau cara pasif itu walaupun misalnya kita mempunyai kondisi-kondisi ideal untuk berbuat sedemikian rupa<br />Beberapa bahasa menuntut adaptasi atau penyesuaian tertentu tenhadap aturan prosedur yang disarankan berikut ini, tetapi bagi sebagian terbesar ciri-ciri bahasa yang berurutan ini hendaklah disimak secara selektif dalam urutan sebagai berikut ini :<br />a. Nada suara<br />Banyak orang beranggapan bahwa mereka tidak dapat menyimak pada suatu bahasa sampai mereka mengerti kata-kata tetapi sesudah itu kegiatan menyimak terlalu terlambat.<br />Bila dengan menyimak secara secukupnya seseorang menjadi insaf dan tahu secara sadar atau tidak sadar akan perbedaan-perbedaan yang bermakna, dan dapat menirunya serta mengucapkannya kembali, maka itulah semua yang dibutuhkan oleh pemakai praktis suatu bahasa.<br /><br />b. Bunyi-Bunyi Asing<br /> seseorang menyimak secara selektif pada aneka vaniasi nada suatu bahasa yang biasanya memakan waktu palin seminggu atau lebih, maka bunyi-bunyi asing tertentu. baik konsonan ataupun vokal tertentu sangat menanik perhatiannya.<br />Sesungguhnya, kita bahkan tidak mengetahui bagian-bagian mulut kita yang mana yang telah bergerak. Semua kegiatan yang amat tratur rapi ini dikendalikan oleh otak kita, yang dapat kita katakan telah di pasang untuk menghubungkan tanda-tanda antara impresi-impresi akustik dan mekanijsme-mekanisme penggerak yang terlibat atau ikut serta dalam peniruan bunyi-bunyi itu.<br /><br />c. Bunyi-Bunyi yang Bersamaan<br />Dapat dikatakan bahwa kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dari bahasa-bahasa bersifat sistematis. Bahasa-bahasa tidak lebih dari sistemis lambang yang amat rumit, amat kompleks, dan haruslah merupakan sistem-sistem atau kita tidak akan pernah dapat mengingatnya.<br />Bila kita terus menyimak aneka perangkai bunyi yang bersamaan baik konsonan ataupun vokal maka kita segera melihat bahwa disamping hal tersebut mempunyai bunyi-bunyi yang beraneka ragam. sebenarnya terdapat sejumlah bunyi distuigtif yang amat terbatas dalam beberapa bahasa hanya kira-kira selusin, dan dalam bahasa-bahasa lainnya sekitar lima lusin, tetapi tanpa menghiraukan jumlahnya toh jauh lebih sedikit daripada yang pertama sekali kita bayangkan.<br /><br /><br />d. Kata dan Fras-Frase<br />Bila seseorang mendengar berulang kali koinbinasi-kombinasi yang terdiri atas lima atau enam suku kata, maka agaknya ini merupakan frase Tetapi apakah kombinasi-kombinasi yang sering muncul serupa itu merupakan kata atau frase sebenarnya tidaklah terlalu banyak menarik perhatian atau menjadi urusan pelajaran bahasa. Anak-anak sudah barang tentu tidak mengetahui perbedaan-perbedaan antara kata-kata dan frase-frase dan juga kita tidak perlu membedakan kesatuan-kesatuan serupa itu tatkala kita mulai berbicara. Salah satu dari frase-frase yang paling penting dalam menyimak kata-kata secara selektif, atau menyimak frase -frase dan kalimat-kalimat secara selektif, adalah mencoba memahami dari konteks apa makna yang dikandungnya.<br /><br />e. Bentuk-Bentuk Ketatabahasaan<br />Dalam kebanyakan bahasa, apa yang kita sebut “kata” itu tidak selalu muncul dan kelihatan dalam bentuk yang sama. Kadang-kadang suatu imbuhan dilekatkan pada kata itu<br />sedangkan dalam kasus lain kita mempunyai perbedaan yang sangat besar. Contoh dari bahasa Inggris:<br />god : went (bukan go-ed*)<br />good : better (bukan good-er*)<br />Akan tetapi, apa pun perubahan yang terjadi, kita perlu memperhatian kepadanya dengan jalan, menyimak secara selektif pada perangkat-perangkat modifikasi tersebut. Apabila kita mempelajari lebih banyak lagi struktur ketatabahasaan suatu bahasa, maka hendaknya kita menyimak secara selektif pada setiap tipe ciri ketatabahasaan seperti jenis kelamin, waktu, modus, bentuk, susunan kata, frase, klau Setiap ciri ketatabahasaan, terutama sekali yang mungkin menimbulkan kesukaran pada para pelajar, haruslah disimak secara selektif.<br />Tujuan Menyimak<br />Kalau ada orang bertanya: “Apa fungsi menyimak bagi Anda?’ maka secara praktis kita dapat menjawaban, antara lain:<br />1) Saya menyimak untuk memperoleh informasi yang ada hubungan atau sangkut-pautnya dengan pekerjaan atau profesi saya. <br />2) Saya menyimak agar saya menjadi lebih efektif dalam hubungan-hubungan antar pribadi dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di tempat bekerja, dan dalam kehidupan masyarakat.<br />3) Saya menyimak untuk mengumpulkan data agar saya dapat membuat keputusan- keputusan yang masuk akal.<br />4) Saya menyimak agar dapat memberikan responsi yang tepat terhadap segala sesuatu yang saya dengar (Hunt, 1981 : 14).<br /><br />Memang tujuan orang untuk menyimak sesuatu itu beraneka ragam antara lain:<br />(1) Ada orang yang menyimak dengan tujuan utama agar dia dapat memperoleh pengetahuan dan bahan ujaran sang pembicara dengan perkataan lain, dia menyimak untuk belajar.<br />(2) Ada orang yang menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang diperoleh atau dipagelarkan (terutama sekali dalam bidang seni); pendeknya dia menyimak untuk menikmati keindahan audial.<br />(3) Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat menikmati apa-apa yang dia simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngau logis-tak logis, dan lain-lain); singkatnya, dia menyimak untuk mengevaluasi.<br />(4) Ada orang yang menyimak agar dia dapat menikmati serta mennghargai apa-apa yang disimaknya itu (misalnya: pembacaan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel, perdebataan). pendek kata orang itu menyimak untuk mengapresiasi materi simakan.<br />(5) Ada orang yang nienyimak dengan maksud agar dia dapat mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Banyak contoh ide yang dapat diperoleh dari sang pembicara dan semua itu merupakan bahan penting dan menunjangnya dalam mengkomunikasik ide-idenya sendini.<br />(6) Ada pula orang yang menyimak dengan maksud dan tujuan agar dapat membedakan bunyi-bunyi dengan tepat; mana bunyi yang membedakan arti (distingtif) mana bunyi yang tidak membedakan anti; biasanya ini terlihat nyata pada seseorang yang sedang belajar bahasa asing yang asyik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker).<br />(7) Ada lagi orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat memecahkan masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari sang pembicara dia mungkin memperoleh banyak masukan berharga.<br />(8) Selanjutnya ada lagi orang yang tekun menyimak sang pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau pendengaran yang selama ini dia ragukan; dengan perkataan lain, dia menyimak secara persuasif.<br /><br />Dari uraian di atas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa pada dasarnya “menyimak” itu dapat kita pandang dari berba segi misalnya sebagai sarana, sebagai suatu keterampilan berkomunikasi, sebagai seni, sebagai proses, sebagai suatu responsi, dan sebagai pengalaman kreatif. Dengan perkataan lain hakikat menyimak itu mencakup keenam aspek tersebut.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-6109353748648944022009-01-06T22:08:00.000-08:002009-01-06T22:16:33.464-08:00DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEHATAN<span class="fullpost"><br /><br /></span><br />A. PENDAHULUAN <br />Pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpada dan tuntas. Dewasa ini lingkungan hidup sedang menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya. <br />Meningkatnya perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagai contoh apabila ada penumpukan sampah dikota maka permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan membuangnya ke lembah yang jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah, udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak, pemandangan yang tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia yang akhirnya menderita kesehatan. <br />Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. <br />Masalah lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negara-negara maju ataupun negara-negara miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan masalah kita semua. <br />Keadaan ini ternyata menyebabkan kita betpikir bahwa pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas. <br />Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan multidisipliner. <br />Industrialisasi merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan mengundang kritik dan sorotan masyarakat. Yang dipermasalahkan adalah dampak negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan. <br /><br />B. LINKUNGAN DAN KESEHATAN <br />Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat.<br />Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi. <br />Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit”. <br />Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan. <br />Masyarakat adalah terdiri dari individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan hidup. <br />Dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan. <br />Pada pelaksanan analisis dampak lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak. <br />Hal ini tidak dapat disangkal lagi kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dari studi tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan, perilaku dan lengkungan. <br />Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja. <br />Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: <br />Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. <br />Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan. <br />Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.<br />Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi. <br />Ada yang kekurangan kuantitas makanan saja (Maramus), tapi seringkali juga kualitas kurang (Kwashiorkor). Sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi terutama terdap[at pada anak-anak. <br />Industrialisasi pada saat ini akan menimbulkan masalah yang baru, kalau tidak dengan segera ditanggulangi saat ini dengan cepat. Lingkungan industri merupakan salah satu contoh lingkungan kerja. Walaupun seorang karyawan hanya menggunakan sepertiga dari waktu hariannya untuk melakukan pekerjaan di lingkungan industri, tetapi pemaparan dirinya di lingkungan itu memungkinkan timbulnya gangguan kesehatan dengan resiko trauma fisik gangguan kesehatan morbiditas, disabilitas dan mortalitas. <br />Dari studi yang pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh The National Institute of Occupational Safety and Health pada tahun 1997 terungkap bahwa satu dari empat karyawan yang bekerja di lingkungan industri tersedia pada bahan beracun dan kanker. Lebih dari 20.000.000 karyawan yang bekerja di lingkungan industri setiap harinya menggarap bahan-bahan yang diketahui mempunyai resiko untuk menimbulkan kanker, penyakit paru, hipertensi dan gangguan metabolisme lain.<br />Paling sedikit ada 390.000 kasus gangguan kefaalan yang terinduksi oleh dampak negatif lingkungan industri dan100.000 kematian karena sebab okupasional dilaporkan setiap tahun. <br />Indonesia saat ini mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan struktur ekonomi menuju ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi yang meningkatkan jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator kesehatan seperti penurunan angka kematian ibu, meningkatnya angka harapan hidup ( 63 tahun ) dan status gizi. <br />Jumlah penduduk terus bertambah, cara bercocok tanam tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dengan kemampuan daya pikir manusia, maka manusia mulai menemukan mesin-mesin yang dapat bekerja lebih cepat dan efisien si dari tenaga manusia. Peristiwa ini mulai dikenal dengan penemuan mesin uap oleh James Waat. Fase industri ini menimbulkan dampak yang sangat menyolok selain kemakmuran yang diperoleh juga exploitasi tenaga kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lenigkungan, penyakit, wabah. <br />Pencemaran udara yang disebabkan industri dapat menimbulkan asphyxia dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas CO2disebabkan gas beracun besar konsentrasinya dedalam atmosfirseperti CO2, H2S, CO, NH3, dan CH4. Kekurangan ini bersifat akurat dan keracunan bersifat sistemik penyebab adalah timah hitam, Cadmium,Flour dan insektisida . <br />Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan lingkungan. <br />Manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan dan seluruh kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungannya. Akan tetapi proses interaksi manusia dan lingkungannya ini tidak selalu mendapat untuk, kadang-kadang merugikan. <br />Begitu juga apabila makanan atau minuman mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Zat tersebut dapat berupa racun asli ataupun kontamunasi dengan mikroba patogen atau atau bahan kimia sehingga terjadinya penyakit atau keracunan. Hal ini merupakan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan lingkungannya. <br />Jadi dialam ini terdapat faktor yang menguntungkan manusia (eugenik) dan yang merugikan (disgenik). Usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenik dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor disgenik. Secara naluriah manusia memang tidak dapat menerima kehadiran faktor disgenik didalam lingkungan hidupnya, oleh karena itu kita selalu berusaha memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya. <br />Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi, lingkungan hidup akan berubah pula kualitasnya. Perubahan kualitas lingkungan akan selalu terjadi sehingga lingkungan selalu berada dalam keadaan dinamis. Hal ini disertai dengan meningkatnya pertumbuhan industri disegala bidang. Perubahan kualitas lingkungan yang cepat ini merupakan tantangan bagi manusia untuk menjaga fungsi lingkungan hidup agar tetap normal sehingga daya dukung kelangsungan hidup di bumi ini tetap lestari dan kesehatan masyarakat tetap terjamin. <br />Oleh karenanya perlu ditumbuhkan strategi baru untuk dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat yakni setiap aktivitas harus: <br />a. Didasarkan atas kebutuhan manusia. <br />b. Ditujukan pada kehendak masyarakat. <br />c. Direncanakan oleh semua pihak yang berkepentingan. <br />d. Didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah. <br />e. Dilaksanakan secara manusiawi.<br />Pada analisis dampak lingkungan yang merupakan pengkajian akan kemungkinan timbulnya perubahan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan/proyek. Perubahan-perubahan lingkungan yang mencakup komponen biofisik dan sosio ekonomi dan melibatkan komponen dampak kesehatan masyarakat yang berada disekitar proyek. <br />C. PENGARUH TIDAK LANGSUNG TERHADAP KESEHATAN <br />Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ada dua cara positif dan negatif. Pengaruh positif, karena didapat elemen yang menguntungkan hidup manusia seperti bahan makanan, sumber daya hayati yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraannya seperti bahan baku untuk papan, pangan, sandang, industi, mikroba dan serangga yang berguna dan lain-lainnya. Adapula elemen yang merugikan seperti mikroba patogen, hewan dan tanaman beracun, hewan berbahaya secara fisik, vektor penyakit dan reservoir penyebab dan penyebar penyakit.<br />Secara tidak langsung pengaruhnya disebabkan elemen-elemen didalam biosfir banyak dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Semakin sejahtera manusia, diharapkan semakin naik pula derajat kesehatannya. Dalam hal ini, lingkungan digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai kegiatan industri kayu, industri meubel, rotan, obat-obatan, papan, pangan, fermentasi dan lain-lainnya. <br /><br />D. PENGARUH LANGSUNG TERHADAP KESEHATAN <br />Pengaruh langsung terhadap kesehatan disebabkan: <br />a. Manusia membutuhkan sumber energi yang diambil dari lingkungannya yakni makanan. Makanan yang harus tersedia sangat besar untuk kebutuhan manusia di dunia disamping masalah distribusi. <br />b. Adanya elemen yang langsung membahayakan kesehatan secara fisik seperti beruang, harimau, ular dan lain-lain. <br />c. Adanya elemen mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (patogen). Mikroba ini digolongkan kedalam berbagai jenis seperti virus, ricketssia, bakteri, protozoa, fungi dan metazoa. <br />d. Adanya vektor yakni serangga penyebar penyebab penyakit dan reservoir agent penyakit. <br />e. Vektor penyakit yang memegang peranan penting dalam penyebaran penyakit nyamuk, lalat, kutu, pinyal dan tungau. <br />E. PENUTUP <br />Lingkungan yang perlu dilestarikan supaya diperoleh keadaan yang seimbang antara manusia. Begitu banyak dampak yang ditimbulkan jika kita tidak memperhatikan keseimbangan alam yang digunakan sebagai tempat kehidupan. <br />Dampak negatif yang muncul berupa penyakit yang merugikan pada manusia seperti penyakit pernafasan, diare, kholera, thyphus, dysentri, polio, ascariasis dan lain-lain. <br />Dampak positif lingkungan terhadap kesehatan memperoleh sumber energi untuk kebutuhan hidup. Untuk pencegahan penyakit perlu dilakukan sanitasi terhadap lingkungan air, udara dan tanah, khususnya pengelolaan air minum dan air buangan secara terpadu.<br /> <br />REFERENSIS<br /><br />Ehlers, viktor M.. Steel, Ernest W., 1969, Municipal and Rural Sanitation, McGraw-Hill Book Co., New York. <br /><br />Manahan, Stanley E.. 1972, Environmental Chemistry, Willard Grant Press, Boston. Juli Soemirat Slamet. 1996, Kesehatan lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta <br /><br />Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 416/MENKES/PER/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan air minum, Jakarta. <br /><br />Suratno, F.. 1990, Analisis mengenai dampak lingkungan, Gadjah Mada University Press, YogyakartaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1343124832058428722.post-77004420225297079402009-01-06T22:01:00.000-08:002009-01-06T22:05:14.032-08:00الأندونيسية بلدي الحبيب<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 10"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 10"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUserXP%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Traditional Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:24577 0 0 0 64 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman";} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">البانشاسيلا هو الأساس الفلسفي لإندونيسيا ، والتي تأتي من اثنين</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">السنسكريتية كلمة "خماسي" خمسة معنى ، و "الأخلاقية" يعني القاعدة</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">البانشاسيلا من خمسة الأساسية ذات الصلة والتي لا يمكن فصلها ، هي</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span> : </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">١</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">فإن الإيمان بالله الواحد</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">٢</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">إنسانية عادلة ومتحضرة</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">٣</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الأمم اندونيسيا</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">٤</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الديمقراطية بقيادة الحكمة في السياسة التداول / تمثيل</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">٥</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">العدالة الاجتماعية للجميع شعب اندونيسيا</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">اندونيسيا هي البلد الذي يوجد به حكومة ديمقراطية النظام الرئاسي ، وهذه</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">هي روح الديمقراطية البانشاسيلا. الديمقراطية تقوم على أساس المبادئ</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الخمسة يسمى الديمقراطية البانشاسيلا. الأساسية في البلد ، التي أعلنها</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الرئيس سوكارنو (أول رئيس لاندونيسيا) في إعلان استقلال جمهورية إندونيسيا</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">في ١٧ أغسطس ١٩٤٥</span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">استقلال اندونيسيا تقوم على النضال البطولي للبلد للدفاع عن البلاد من آخر</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">نقطة دم. إذا كنا نريد المزيد من المعرفة حول كيفية العديد من العقبات</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">التي تواجه المقاتلين في الحرب لأول الأمة الحبيبة اندونيسيا</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. <span style=""> </span></span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الاحتلال الاندونيسي في تاريخها أكثر من ثلاثمائة والخمسين (٣٥٠) عاما من</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">قبل هولندا واليابان والمملكة المتحدة. من بلدان ثالثة هي طويلة تعبر</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الأندونيسية البلدان وهولندا<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">اندونيسيا هي أرخبيل في العالم التي<span style=""> </span>١٧,٥٠٨<span style=""> </span>الجزر. الأندونيسية في الفترة</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">بين ٦ درجة شمالا و ١١ درجة جنوب خط العرض ، ودرجة من ٩٧ إلى ١٤١ درجة</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">شرقا ويقع بين القارتين ، وهما آسيا وأستراليا / أوقيانيا. هذا الموقع</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الاستراتيجي لديه كبير جدا على المجالات الثقافية والاجتماعية ، والسياسية</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span dir="rtl"></span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>، والتنمية الاقتصادية</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الأراضي الإندونيسية على طول زاد من ٣٩٧٧ ميل</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">تتراوح ما بين المحيط الهندي والمحيط الهادي. عندما تكون المياه بين الجزر</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">التي هي مجتمعة ، تصبح المعرفة اندونيسيا ١.٩<span style=""> </span>مليون ميل مربع ،</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الجزر الخمسة الرئيسية في اندونيسيا هي : سومطرة مع ٤٧٣.٩٦٩<span style=""> </span>كيلومتر مربع</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span dir="rtl"></span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>، جافا مع ١٣٢.١٠٧ كيلومتر مربع ، وكاليمانتان (ثالث اكبر جزيرة في</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">العالم) ومساحتها ٤٠٦.٥٩٣ <span style=""> </span>كيلومتر مربع ، مع الجنوب من .٢١٦ ١٨٦<span style=""> </span><span style=""> </span>كيلومتر</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">مربع ، وبابوا ومساحتها .٩٨١ ٤٢١<span style=""> </span><span style=""> </span>كيلومتر مربع</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><b><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الفنون والثقافات</span></b><span dir="ltr"></span><b><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span> <o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">الأندونيسية الغنية في الفن والثقافة. إذا كنا</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">نريد المزيد من المعرفة عن الأندونيسية ، ثم نحصل على الملايين من الفنون</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;" lang="AR-SA"><span dir="ltr"></span> </span><span style="font-size: 18pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">التي هي في الأندونيسية. المعهد مثل الفن والموسيقى وسيلة ، وغيرهم</span><span dir="ltr"></span><span dir="ltr" style="font-size: 18pt;"><span dir="ltr"></span>.<o:p></o:p></span></p>
<br /><span class="fullpost">
<br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00737767438008798221noreply@blogger.com0